Ada kasus yang menggelitik nalar logika. Kasus yang terkesan hanya memperpanjang waktu mencari celah dalam menghindari hukum. Kasus tersebut adalah kasus perkara dugaan penipuan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat nama bos Gulaku Gunawan Jusuf. Adalah warga negara Singapura bernama Toh Keng Siong yang menuntut Gunawan Jusuf, karena merasa dirugikan hingga USD 126 juta.
Laporan terhadap Gunawan Jusuf sudah dilakukan tiga kali sejak tahun 2004 hingga laporan terakhir yaitu tahun 2018. Laporan terakhir ini pula yang membuat Gunawan Jusuf mengajukan praperadilan sebanyak tiga kali. Jadi, ketika akan dilakukan persidangan, Gunawan mengajukan praperadilan, lalu ditarik lagi, begitu seterusnya hingga peradilan seakan-akan diulur-ulur terus tanpa batasan waktu yang jelas.
Menurut pakar TPPU, Yenti Garnasih, praperadilan semestinya tidak menghambat Polri menetapkan tersangka dalam sebuah kasus hukum. Ia menambahkan bahwa ada kekhawatiran jejaknya akan hilang karena kejadian ini sudah lama terjadi.
Bahkan, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan menyatakan bahwa apabila telah memiliki dua bukti, penyidik tidak perlu ragu menetapkan tersangka. Lebih lanjut, menurutnya langkah hukum praperadilan harus ada batasan, karena hanya akan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Manusia yang memiliki pemikiran logis tentu saja merasa praperadilan oleh Gunawan Jusuf ini hanyalah tarik ulur benang layangan. Gunawan Jusuf hanya akan terus-terusan mengajukan praperadilan tanpa ada batasan waktu yang jelas. Bagi pihak kepolisian, apabila bukti telah cukup, segera tangkap ini orang, untuk menjaga wibawa hukum dan tidak menimbulkan ketidakpastian.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H