Aliran uang seseorang dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang ibarat jejak kaki di gurun pasir. Ia bisa hilang tertiup angin, tertutup debu. Semakin lama, semakin dalam jejak itu terkubur sehingga tidak ada lagi orang yang bisa tahu.
Analogi ini sepertinya diketahui betul oleh sosok Gunawan Jusuf. Pengusaha gula asal Lampung yang dilaporkan oleh mantan rekan bisnisnya, Toh Keng Siong, sengaja mengulur-ngulur waktu agar jejak kasusnya tertutup seiring dengan berjalannya waktu.
Ada seribu satu cara ia laksanakan, demi memendam jejaknya di kasus tersebut. Ia pernah menutup-nutupi bukti aliran dana investasi Toh Keng Siong ke perusahaan miliknya. Kini ia sengaja menarik ulur gugata praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tercatat sudah tiga kali ia mengajukan gugatan praperadilan, dan dua kali ia mencabut sendiri gugatan tersebut.
Gunawan dan penasehat hukum yang ia sewa, sepertinya paham betul bahwa praperadilan akan mengganjal langkah Polisi memeriksa dirinya sebagai saksi. Karena Polisi butuh kepastian status hukum dari pihak yang akan mereka periksa.
Gunawan dan penasehat hukum yang ia sewa, sepertinya paham juga bahwa aturan dalam Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) kita tidak membatasi jumlah maksimal seseorang boleh mengajukan praperadilan. Bahkan Mahkamah Agung yang punya otoritas dalam peradilan di Indonesia, sepertinya belum punya sikap terkait polemik gugatan praperadilan yang berulang kali dicabut ini.
Tanpa ada pemeriksaan lebih lanjut, khususnya terhadap Gunawan Jusuf selaku saksi terlapor, kasus ini belum bisa jalan kemana-mana. Jangankan penetapan tersangka, pemanggilan saksi saja terkendala.
Jejak pencucian uang di kasus inipun keburu menghilang, karena aset yang seharusnya dibekukan seiring dengan penetapan tersangka, masih bebas berkeliaran hingga nanti akan sulit ditelusuri.
Tidak hanya pembelajaran bagi penegakan hukum, polemik terhadap Gunawan Yusuf ini juga bisa berdampak negatif pada iklim investasi di Indonesia. Toh Keng Siong hanyalah salah seorang contoh warga negara Singapura yang menanamkan modalnya di Indonesia. Saat merasa tertipu, ia ingin mengandalkan hukum di Indonesia agar menjadi penengah dan pengadil. Namun sampai saat ini, ia mungkin belum bisa merasakan adanya kepastian hukum atas kasus yang menimpanya.
Jangan sampai preseden buruk yang dialami Toh Keng Siong, menimbulkan keengganan berjamaah bagi para calon investor asing yang punya hasrat untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H