Proses peradilan pidana pada hakikatnya adalah suatu proses yang hendak menyatakan apakah terduga pelaku (terdakwa) terbukti atau tidak melakukan tindak pidana. Semua rangkaian proses itu pada muaranya termasuk dalam lingkup hukum pembuktian.Â
Hukum pembuktian di dalam hukum acara pidana mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183 KUHAP dan Pasal 184 KUHAP. Maksud dari ketentuan Pasal 183 KUHAP, pada pokoknya menyatakan "Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya". Ketentuan ini di dalam ilmu hukum pidana dikenal dengan istilah teori pembuktian negatif. Artinya, apabila dalam proses peradilan pidana tidak ditemukan minimum dua alat bukti yang salah terkait dugaan tindak podana tersebut, serta Hakim tidak yakin bahwa bukan pelaku yang melakukannya, maka dalam peristiwa tersebut Hakim harus memutuskan bebas.Â
Salah satu alat bukti yang menarik perhatian publik dalam persidangan kasus FS adalah hadirnya Ahli Hukum Pidana yang memberikan keterangan itu. Banyak yang menyayangkan Ahli Hukum Pidana yang memberikan keterangan itu, membuat publik semakin bingung melihat kasus ini.
Sesungguhnya Ahli dihadirkan dalam persidangan ini, supaya membuat terang suatu peristiwa. Bukan sebagai persepsi Ahli yang Meringankan atau Ahli yang Memberatkan. Ahli menjelaskan pada setiap konsepnya yang dipahami. Dengan demikian, persoalan Ahli memberikan keterangan jangan dijadikan polemik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H