Terdapat komentar dari Menteri LBP, yang pada pokoknya mempersoalkan OTT KPK dalam hal penegakan hukum pada tindak pidana korupsi.
OTT merupakan akronim dari Operasi Tangkap Tangan. Hal ini sesungguhnya secara hukum positif memang tidak diatur. Bagaimana perlakuannya. Mekanismenya seperti apa. Namun, hal ini dirasakan cukup efektif oleh masyarakat dalam hal upaya pembarantasan tindak pidana korupsi. Ya, khususnya korupsi yang melibatkan para penguasa.
Hukum positif hanya mengatur tentang tertangkap tangan, sebagaimana diatur di dalam KUHAP. Istilah Operasi Tangkap Tangan tidak dikenal di dalam KUHAP. Apakah karena hal itu tidak diatur, seketika menjadi hambatan dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.Â
Seharusnya tidak. Mengingat, tindakan korupsi ini adalah tindakan yang terselubung oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Artinya, berbagai macam modus operandi korupsi yang dilakukan, kamu akan tetap bisa ditindak oleh aparat penegak hukum. Khususnya, KPK itu sendiri.Â
Bukan menjadi sebuah halangan, apabila tindakan OTT belum diatur secara hukum positif, namun cara itu sangat ampun untuk melakukan tindakan hukum represif dlaam pemberantasan tindak pidana korupsi.Â
Mari kita berhukum secara progresif. Jangan berhukum secara regresif. Mengingat, korupsi ini sudah membudaya pada smeua lini di kehidupan negeri ini. Terbaru, Hakim Yustisia di Mahkamah Agung juga ditetapkan sebagai Tersangka.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H