Mohon tunggu...
Efendik Kurniawan
Efendik Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Publish or Perish

Pengamat Hukum email : efendikkurniawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keterkaitan antara Melaksanakan Perintah Jabatan & Penyertaan dalam Tindak Pidana

6 Desember 2022   17:43 Diperbarui: 6 Desember 2022   17:59 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perkembangan persidangan kasus FS atas meninggalnya Brigadir J terus menunjukkan ada fakta-fakta baru yang menarik untuk dianalisis dari perspektif hukum pidana. Ya, tulisan kali ini hendak membuat rangkaian konsep antara melaksanakan perintah jabatan dan penyertaan tindak pidana (deelneming).

Melaksanakan perintah jabatan di dalam KUHP, termasuk dalam Alasan Peniadaan Pidana, sedangkan pada konsep penyertaan (deelneming) yaitu setiap pelaku yang turut andil dalam suatu tindak pidana harus dimintai pertanggungjawaban pidana. 

Benang merah antara kedua konsep itu sangat jelas dan tegas. Bahwa yang satu tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana dan yang satunya dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

Persoalan pertanggungjawaban pidana merupakan persoalan pokok yang kedua dari tiga persoalan pokok hukum pidana. Persoalan pokok yang pertama adalah tindak pidana & persoalan pokok yang ketiga adalah sanksi hukum pidana. 

Kembali pada persoalan pertanggungjawaban pidana yang disampaikan di atas, sesungguhnya esensinya adalah terkait ada atau tidaknya unsur kesalahan (mens rea) atas perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Hakim di dalam pembuktian harus menggali unsur tersebut. Mengingat, di dalam konsep penyertaan harus ada unsur kerja sama yang diinsyafi secara sadar (bewuste samenwerking). Jika unsur itu tidak terbukti, maka pelaku tersebut tidak dapat dikategorikan sebgai pelaku peserta. 

Hal ini yang harus menjadi inti di dalam hukum pembuktian kasus FS. Hakim di dalam memutus suatu perkara juga berdasarkan keyakinannya. Menjadi renungan bagi Hakim bahwa terdapat suatu adagium, "lebih baik membebaskan 1000 orang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun