Mohon tunggu...
Efendik Kurniawan
Efendik Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Publish or Perish

Pengamat Hukum email : efendikkurniawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesampingkan Kepastian Hukum demi Budaya Masyarakat Pancasilais

22 November 2022   21:28 Diperbarui: 22 November 2022   21:47 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menyikapi sebuah peristiwa, masyarakat dan aparat seperti latah bahwa setiap persoalan harus diselesaikan dengan hukum pidana. Hal ini terjadi pada peristiwa sebuah olokan yang dilakukan seseorang terhadap Ibu Negara Indonesia dan Ibu Negara Korea Selatan. 

Banyak sebagian publik juga menyarankan bahwa terhadap peristiwa ini dilanjutkan pada proses hukum, supaya menjadi pembelajaram bagi sebagian masyarakat. Ada juga yang berkomentar untuk menjaga nilai harkat dan martabat Ibu Negara.

Keadaan ini dipertegas juga dari pernyataan seorang aparat penegak hukum yang menyatakan bahwa dalam peristiwa ada unsur tindak pidana yang dilakukan. Hal ini menambah riuh di masyarakat bahwa perbuatan seperti itu berpotensi bermasalah hukum, meskipun hanya candaan sifatnya.

Sesungguhnya cuitan tersebut pasca viral, oleh yang bersangkutan juga sudah dihapus, serta Ibu Negara menurut informasi yang beredar juga sudah memaafkannya. Namun, ada beberapa pihak yang enggan untuk menyatakan maaf dan berharap kasus ini dilanjutkan.

Memang harus diakui bahwa negara kita adalah negara hukum. Namun, harus dipahami oleh masyarakat bahwa tidak setiap persoalan harus diselesaikan dengan bidang hukum pidana. Masyarakat harus paham bahwa hukum pidana itu merupakan bagian hukum yang paling celaka. 

Hukum seharusnya ada untuk membawa kebahagiaan. Namun, apabila budaya masyarakat dikit-dikit pidana, maka seolah-olah hidup ini terkotak-kotak dengan penderitaan yang dibawa oleh hukum pidana.

Seandainya, perbuatan olokam tadi memenuhi unsur delik, sepertinya lebih pada unsur delik penghinaan. Namun, harus juga menjadi perhatian oleh aparat penegak hukum bahwa delik penghinaan, baik yang diatur di dalam KUHP maupun UU ITE, termasuk dalam delik aduan (klacht delict). Maksud dari delik aduan adalah bahwa perbuatan itu baru dapat diproses hukum apabila ada aduan langsung dari korban yang dirugikan tersebut. 

Dengan kata lain, apabila aduan itu tidak ada, maka aparat penegak hukum belum dapat intervensi. Hal ini dilakukan guna terwujudnya kepastian hukum.

Penegakan hukum dilakukan hal yang hendak diperoleh adalah suatu kepastian hukum dengan menyatakan bahwa supremasi hukum. Tetapi, perlu diingat juga bahwa negara ini berideologi pancasila. Artinya, masyarakat juga harus mewujudkan nilai-nilai budaya yang pancasilais. Salah satunya adalah bersikap saling memaafkan yang merupakan wujud nilai gotong-royong. 

Nilai pancasilais ini yang dalam dewasa ini kurang ada di dalam keseharian masyarakat Indonesia. Terlebih ditambah maraknya media sosial atau media online dalam suatu pemberitaan, yang jarang sekali memberikan contoh terhadap sikap-sikap yang pancasilais itu seperti apa.

Misalnya dalam peristiwa ini, andai salah satu pihak sudah memaafkan dan menyatakan tidak akan melanjutkan pada proses hukum, itu lebih mewujudkan budaya pancasilais, ketimbang harus bercapek-capek melakukan proses hukum, namun yang diperoleh hanya sebuah kepastian hukum. Alih-alih mewujudkan suatu keadilan. Ya, hanya keadilan formal yang diperoleh. Bukan keadilan substansial.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun