Nama: Kurnia Ratna Amalia
NIM: 212121090
HKI 4C
Hukum Perdata Islam di Indonesia
Hukum Perdata Islam di Indonesia menurut Prof. Dr. Ahmad Rafiq yakni Hukum atau ketentuan di dalam islam yang mengatur tentang hubungan perorangan dan kekeluargaan diantara warga Indonesia yang menganut agama islam. Dalam fikih islam, hukum perdata islam berarti peraturan (hukum islam) yang mengatur hubungan antr individu. Sedangkan secara istilah Hukum Perdata Islam merupakan sepotongan dari hukum Islam yang telah berlaku secara yuridis formal atau dengan kata lain menjadi hukum positif dalam tata hukum Indonesia. Hukum perdata islam sendiri mencakup beberapa ilmu seperti hukum perkawinan, talak, waris, wasiat dan yang lainnya.
Prinsip Perkawinan Menurut UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI
Dalam UU No. 1 Tahun 1974 terdapat beberapa prinsip mengenai perkawinan, diantaranya sebagai berikut; Pertama, membentuk keluarga yang kekal. Prinsip yang pertama ini bertujuan untuk mempererat ikatan perkawinan, sehingga celah untuk bercerai diantara keduanya tidak terjadi. Kedua, sah apabila dilakukan sesuai hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Yang dimana terdapat beberapa hukum perkawinan di Indonesia yang mengatur secara rinci mengenai masalah perkawinan. Ketiga, monogami terbuka dengan izin pengadilan untuk poligami. Maksudnya, bagi para suami yang hendak berpoligami harus dengan izin pengadilan.Â
Dalam UU No. 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwasannya asas perkawinan itu monogami. Namun pada pasal setelahnya masih memberi jalan bagi suami yang hendak poligami. Itulah yang disebut dengan asas monogami terbuka. Keempat, batas usia masing-masing mempelai yaitu babgi laki laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Namun setelah itu di ubah dalam UU No. 16 Tahun 2019 yaitu masing-masing memiliki batas usia minimal 19 tahun. Kelima, putusnya perkawinan dengan putusan pengadilan.Â
Yakni ikatan perkawinan yang telah terjalin akan berakhir apabila telah melalui proses perceraian dan pengadilan telah mengabulkan atas guugatan perceraian yang ada. Prinsip terakhir keenam, yaitu kedudukan suami dan istri seimbang. Artinya, segala kehidupan berumah tangga harus diputuskan bersama-sama antara suami dan istri. Selain itu, masing masing memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan serta hak yang tidak dapat diabaikan oleh keduanya. Terjadinya kelalaian dari salah satu pihak akan memicu keretakan rumah tangga hingga dapat menyebabkan perceraian.
Sedangkan prinsip-prinsip perkawinan yang terdapat di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yaitu (1) adanya persetujuan atau suka rela kedua mempelai. Yakni perkawinan harus dengan persetujuan kedua pihak serta tanpa paksaan, sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 mengenai perkawinan dilakukan atas dasar persetujuan kedua calon mempelai.Â
(2) Prinsip selanjutnya yaitu larangan kawin karena pertalian nasab, pertalian kerabat semenda, dan pertalian persesusuan. (3) Terpenuhinya rukun dan syarat perkawinan. (4) Tujuan perkawinan yaitu mewujudkan kehidupan berumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah. (5) prinsip terakhir yaitu hak dan kewajiban suami istri seimbang, prinsip yang terakhir ini sama seperti prinsip pada UU No. 1 Tahun 1974.
Pentingnya Mencatatkan Perkawinan
Menurut pendapat saya pencatatan perkawinan sangat penting karena bertujuan untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dikalangan masyarakat dan juga slah satu upaya untuk melindungi martabat dan kesucian dari perkawinan itu sendiri. Â Selain itu, bertujuan untuk melindungi para perempuan dan anaknya dalam rumah tangga. Perlu diketahui dengan dicatatkannya perkawinan tersebut merupakan salah satu bukti hukum yang sah terhadap peristiwa perkawinan yang telah dilakukan antara kedua belah pihak serta adanya kepastian hukum.Â