SEJAK kecil di Pulau Belitung, aku suka mendengar cerita dongeng dari Ibuku. Aku pun tidak tahu, cerita dongeng-dongeng itu dari mana Ibu dapatkan.
Biasa bila ada waktu senggang di kala malam, Ibu sering cerita dongeng pada aku dan pada kakak-adik yang lain.
Di bawah lampu temaram di teras rumah, kami duduk sambil menikmati keindahan malam yang berbintang, kadang terlihat sang rembulan di langit malam. Di kala itulah Ibu bercerita dongeng. Ibu bercerita dongeng kepada kami dengan Bahasa Hakka atau di Belitung disebut Bahasa Khek.
Selain mendengar cerita dongeng dari Ibu, aku juga suka pergi ke rumah tetangga mendengar cerita dongeng dari Ibu seorang temanku yang tinggal di seberang jalan depan rumah kami. Di kala itu, cerita dongeng dalam bahasa Hakka menjadi cerita yang menarik di kampungku.Â
Aku sering bilang pada ibu "Mak...kong ku se pun nga ten tang- Mak...cerita dongeng pada kami".
Ibu bilang "kho yi, kho yi, then siu so thi sen- boleh, boleh, tapi bantu sapu lantai dulu".
Setiap kelompok penduduk dalam suatu daerah memiliki cerita rakyat tersendiri. Biasa diceritakan dari masa ke masa dan dari mulut ke mulut di kalangan penduduk tersebut.
Cerita rakyat ini, dalam dunia sastra disebut dongeng. Seperti dongeng Tangkuban Perahu dari Jawa Barat. Dongeng Jaka Tarub dan 7 Bidadari dari Jawa Tengah. Dongeng Si Pitung dari Betawi dan dongeng-dongeng asal daerah lainnya.
Dongeng adalah cerita tidak benar-benar terjadi, tapi mengandung pesan moral yang baik.
Yang unik sebetulnya cerita dongeng di Pulau Belitung.
Mengapa unik? Sebab sebagian besar penduduk Belitung adalah etnis Melayu dan etnis Tionghoa. Maka cerita dongeng ada dua jenis. Ada dongeng dalam kalangan etnis Melayu dan ada dongeng di kalangan etnis Tionghoa.