SELEPAS sidang di pengadilan sebagai seorang pengacara. Aku meminum segelas juice sirsak. Sambil minum akupun sambil merenung. Renunganku ini, lantas aku tulis dalam artikel ini.
Aku merenung, Â setiap orang pasti akan mati. Seperti kata pepatah Tiongkok kuno. "Sejak dahulu kala, siapa yang tak akan mati". Â Lahir, merangkak, berjalan, bekerja, kawin, tua lalu mati dan kembali ke alam baka. Itulah kehidupan manusia.
Dalam kebiasaan dan budaya masyarakat dewasa ini. Jenazah orang yang wafat kebanyakan dikubur dan sebagian kecil, terutama, di kota besar dikremasi, dan sebagian abunya disimpan di rumah abu. Dan ada pula, karena anak-anaknya tak mau repot, seluruh abunya ditabur ke laut dan hilang tak berbekas.
Guna mengenangnya, setiap tahun anak-anaknya dan cucu-cucunya  ke makam untuk sembayang dan berdoa. Dan untuk sebagian lagi pergi ke rumah penyimpanan abu jenazah untuk sembayang dan sebagian lagi menabur bunga ke laut.
Paling-paling setahun beberapa kali ke makam orang tua mereka untuk berdoa. Banyak pula hanya sekali dalam setahun. Bahkan mungkin ada yang hanya sekali seumur hidupnya. Apalagi dengan jenazah yang dikremasi, yang abunya dibuang ke laut, tak tersisa dan tak berbekas ?
Lalu bagaimana untuk menceritakan tentang riwayat hidup almarhum, susunan keluarga almarhum, ajaran, sifat, budi pekerti dan pemikiran-pemikiran almarhum semasa hidup ? Â Terutama pemikiran almarhum yang berguna bagi keluarga dan masyarakat luas yang lain. Tentu pemikirannya akan hilang karena ditelan waktu.
Namun, Â banyak pula orang yang punya ilmu tapi ia tak mau menuliskan untuk anak-anak dan cucu-cucunya serta bagi masyarakat.
Lalu bakat dan ilmu yang dimilikinya, ikut terkubur bersama jenazahnya. Yang tertinggal hanya sebuah nisan yang diam dan membisu.
Maka betapa baiknya, bagi orang yang punya ilmu pengetahuan dan mau dan bisa dituliskan dalam sebuah buku. Baik almarhum yang menulis sendiri atau meminta orang lain untuk menuliskannya.
Lantas, buku itu sebagai pengganti batu nisan. Di dalam buku itu akan tertera semua identitasnya dan semua pemikirannya yang berguna bagi keluarganya dan masyarakat. Bahkan berguna bagi kemajuan nusa dan bangsa Indonesia.
Oleh sebab itu. Ada adagium yang mengatakan " Buku adalah batu nisan yang terbaik ". Nisan hanya satu, sedangkan buku banyak dan dimana saja dan kapan saja bisa dibaca.