Mohon tunggu...
Kurnia Mayang Sari
Kurnia Mayang Sari Mohon Tunggu... lainnya -

sang pembelajar dengan rasa ingin tahu yang tinggi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mata Hati

30 November 2013   03:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:30 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mata ini mungkin sudah bosan mengeluarkan bulir-bulir bening dari sudutnya. Mata ini mungkin lelah di terpa perih yang berasal dari hujaman belati yang menghujam jantung. Mata ini mungkin sudah morat marit dalam sistem kerjanya meneruskan cahaya dari lensa mata, mengatur letak jatuhnya bayangan di retinanya, atau mengkondisikan mata untuk mensuplai air mata yang keluar setiap kali luka hati menganga.


Mengapa selalu mata? Bukankah mata lebih baik melihat keindahan karunia dan nikmat Tuhan? Bukankah mata lebih baik menjadi bening, sebening mata air? Mata ini telah melihat keindahan anugerah Mu Tuhan, tapi ia tak bisa menikmatinya. Mata ini selalu didesak bulir-bulir yang meluncur hebat tiap kali hatinya hancur. Mata ini menjadi korban keegoisan hati. Hati yang selalu terkoyak. Tak ada kah kesempatan bagi mata itu untuk menatap cerahnya mentari pagi? Atau indahnya lembayung di senja hari?


Jika mata menjadi korban pelarian hati, lalu bagaimana dengan hati itu sendiri?
Pernah kah hati merasa menjadi korban keegoisan yg lainnya? Bukan kah hati juga korban? Korban dari keadaan yang menyakitkan.


Hati hanya bisa menerima, merasa, menahan setiap hantaman, hujaman yang datang. Ketika ia mulai mengaduh, ia mendesak, mendesak dan terus mendesak mata. Mendesaknya untuk menjebol bendungan butiran bening yang tak tau kapan akan surut.


Hati tak pernah memaksa mata untuk menyanggupi keegoisannya. Tapi mata tak pernah tega melihat hati terus terluka. Mata mengizinkan hati mengadu, mendesak ribuan butir bening. Sebab mata tau bahwa hati hanya memiliki mata.


Hati tidak memiliki mulut meski ia bersuara yang sering disebut suara hati, rintihan hati, jeritan hati. Hati tidak memiliki telinga meski ia mendengar bisikan hati itu sendiri. Hati hanya memiliki mata.


Mata hati sebagai jendela yang mengantarkan hati menatap harapan di luar sana. Bagian yang tak terpisahkan selalu bersama itu lah mata hati.
Beningkan dan jernihkan hati-hati kami Tuhan. Sebening mata bidadari jelita di syurga Mu... Aamiin....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun