Kearifan lokal merupakan seperangkat pengetahuan yang dikembangkan oleh masyarakat setempat yang terhimpun dari pengalaman panjang menggeluti alam menciptakan ikatan hubungan yang saling menguntungkan antara manusia dan lingkungan secara berkelanjutan dan dengan ritme yang harmonis..Â
Kearifan lokal tidak hanya berhenti pada etika,tetapi sampai pada norma dan tindakan dan tingkah laku, sehingga kearifan local dapat menjadi seperti religi yang mengatur manusia dalam bersikap dan bertindak, baik dalam konteks kehidupan sehari-hari maupun menentukan peradaban manusia yang lebih jauh.
 Kearifan lokal saat ini sudah mulai pudar ditengah masyarakat, dikarenakan kearifan lokal ini dianggap kuno. Padahal kearifan lokal dapat diintroduksi pula dengan hal yang modern, seperti pranoto mongso yang sekarang sudah muncul digitasinya.
 Pertanian Berkelanjutan saat ini perlu digalakkan agar menciptakan stabilitas antara manusia dengan lingkungannya. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk menciptakan pertanian berkelanjutan. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk pertanian berkelanjutan adalah kearifan lokal.
Kearifan lokal dapat digunakan untuk menciptakan pertanian berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan dapat dilihat melalui 3 hal yaitu kesejahteraan masyarakat, keuntungan ekonomi dan kelestarian lingkungan. 3 hal tersebut harus berjalan bersama demi terciptanya pertanian berkelanjutan. Sesuai dengan artinya kearifan local yang menghubungakan antara manusia dengan lingkungannya secara harmonis, maka kearifan local sudah tepat guna dipakai untuk menciptakan pertanian berkelanjutan.
Kebekolo merupakan salah satu kearifan lokal yang dimiliki Indonesia, tepatnya berada di daerah Ende, Nusa Tenggara Timur. Keadaan geografis di Nusa Tenggara Timur berupa gunung dengan kelerengan lebih dari 30 persen. Hal ini mengakibatkan NTT potensial terhadap erosi longsor serta menghilangkan produktivitas lahan terlihat dari top soil tanah yang mulai tipis tergerus, padahal sebagian besar masyarakatnya bekerja dibidang pertanian.Â
Untuk mengatasi erosi, masyarakat  menyusun barisan kayu atau ranting yang disusun atau ditumpuk memotong lereng. Tumpukan kayu/ranting ini berfungsi untuk menahan tanah yang tergerus aliran permukaan (erosi). Tumpukan kayunya nanti akan tetap berada disana terdekomposisi sendiri sebagai tambahan bahan organik. Kegiatan menahan longsor ini bernama kebekolo. Kebekolo ini dapat diatur menurut kemiringan lahan, semakin miring lahan semakin rapat pula jarak antar kebekolonya.Â
Model konservasi ini juga sama dengan model konservasi pada masyarakat kabupaten lainnya dengan sebutan yang berbeda misalnya di Sikka disebut Blepeng dan di Flores Timur disebut Brepe. Namun, Kelemahan dari kebekolo adalah teknik ini tergantung pada umur tumpukan kayu dan ranting tersebut.Â
Bila kayu atau ranting yang digunakan sudah menjadi lapuk atau membusuk lalu rapuh dan hancur, tentunya teknik ini menjadi tidak efektif untuk menahan erosi. Resikonya para petani harus secara periodik mengganti tumpukan kayu atau ranting yang telah membusuk tersebut.
Kebekolo ini ternyata dapat diintroduksi juga dengan hal yang modern agar petani tetap berpegang dengan kearifan local ini namun tetap menyejehaterakan mereka. Melalui BPTP NTT , mereka melakukan introduksi teknologi dengan mengganti tumpukan kayu ranting antar teras menggunakan tanaman/vegetasi yaitu tanaman penguat teras yang juga berfungsi sebagai pakan ternak.Â
Tanaman penguat teras tersebut adalah vertiver (akar wangi), gamal, lamtoro merah, kelor (marungga). Teknologi lainnya adalah dengan membuat larikan teras sesuai kontur dan memanfaatkan lahan diantara teras tersebut dengan tanaman pangan dan hortikultura. Jenis tanaman pangan yang disisipkan adalah jagung, padi gogo untuk perbaikan varietas, ubi kayu dan sayur-sayuran di musim kemarau. .Â