Setelah itu, saya tidak terlalu banyak merespon dan segera memberikan uang saya untuk membayar rokok yang saya beli. Memang sedang terburu-buru berangkat juga, namun ada perasaan menohok yang menyentil dalam pikiran saya. Selesai itu, saya menaiki dan menyalakan motor untuk gas berangkat ke tujuan. Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya saya merenung dan memikirkan kejadian pagi itu. Terhitung 2 kali dalam 1 hari, ada orang yang menyoroti baju lurik yang saya kenakan. Apa ada sesuatu yang salah dengan saya memakainya? Saya rasa sangat tidak masalah. Sampai pada akhirnya, pemikiran saya mengerucut dengan pandangan adanya kemungkinan pergeseran fungsi baju lurik dari masa ke masa. Seakan baju lurik di masa sekarang benar -- benar memiliki pergeseran yang bisa jadi tidak hanya dari fungsi pakainya saja, namun hingga nilai filosofis bendanya.
Dikutip dari situs www.kain-lurik.com, kain lurik berasal dari bahasa jawa yakni "Lorek" yang melambangkan kesederhanaan. Maksud daripada sederhana itu adalah sederhana dalam penampilan bagi seseorang yang memakainya. Dijelaskan pula, bersumber dari Ensiklopedia Nasional Indonesia (1997), menjelaskan bahwa kain lurik diperkirakan berasal dari daerah pedesaan di Jawa. Kain lurik atau baju bermotif lurik pada zaman dulu pun memiliki identitas dan sebagai simbol kelas strata sosial. Kebanyakan pengguna kain atau motif baju ini adalah orang kebanyakan (rakyat). Sehingga dengan pernyataan dan fakta sejarah yang memang masih sedikit saya ketahui tentang motif lurik atau baju bermotif lurik itu, saya sedikit mengambil asumsi bahwa kain bermotif lurik atau baju yang mengambil motif tersebut memang lahir dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Baju tersebut merupakan identitas busana masyarakat pribumi yang tidak bisa dibedakan atas dasar pekerjaan atau mungkin lainnya. Tetapi, itu dimasa lalu. Saat ini cukup terlihat dan terasa jelas, bahwa sedikit adanya pergesaran akan hal tersebut terhadap penggunaan baju motif lurik yang mungkin tidak hanya saya saja yang memakai, namun juga banyak orang di luar sana.
      Di Surakarta, atau bisa dikatakan kawasan Solo Raya, baju lurik diperjualbelikan secara asik dan terjangkau. Beteng, Pasar Klewer adalah salah dua dari banyaknya tempat yang menjual baju motif lurik. Dengan fenomena tersebut, sudah cukup jelas bahwa baju lurik masih sangat relevan untuk memenuhi sandang masyarakat jawa, khususnya daerah Solo Raya. Akan tetapi, di zaman ini kita sudah tentu harus mengakui bahwa tidak semua masyarakat jawa menggunakan baju lurik sebagai baju sehari -- hari. Tidak perlu saya bahas pula mengapa demikian karena memang seperti itulah arus zaman yang sedang berlangsung. Berjalan. Baju lurik ini akhirnya sering digunakan di waktu -- waktu "special" seperti festival budaya jawa, acara tradisional, pertemuan para sesepuh dsb. Jikalau tidak diwaktu -- waktu itu, baju lurik digunakan sebagai seragam harian oleh institusi atau yang sangat mudah kita jumpai dan hafalkan adalah menjadi pakaian dinas para tukang parkir. Saya rasa bagi kita masyarakat solo raya sudah sangat hafal akan hal dimana tukang parkir daerah Surakarta dan sekitarnya sering sekali menggunakan baju motif lurik sebagai pakaian dinas. Baju lurik itu lalu ditempel badge "P" dan logo Pemda sebagai tanda bahwa pemakainya merupakan seorang tukang parkir yang resmi dari pemerintah daerah. Hal tersebut sering saya dan juga masyarakat jumpai di daerah Solo Raya.
 Akhir daripada tulisan ini yang menjadi keresahan saya serta para pembaca dapat merenung dan berpikir akan hal ini adalah mengapa di hari itu, ketika ada dua orang yang begitu menyoroti pakaian lurik yang saya kenakan di masa ini, saya merasa sangat "berbeda" dengan masyarakat lainnya. Padahal sudah jelas -- jelas memang baju lurik itu berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Lalu mengapa baju lurik di zaman ini seakan -- akan sangat tidak biasa dan tidak "demokratis" ketika dipakai sehari -- hari oleh masyarakat.  Apakah mungkin memang baju lurik di zaman ini berkemungkinan memiliki identitas atau simbol baru di tatanan sosial peradaban masyarakat jawa saat ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H