Mohon tunggu...
Kurnia Ibrahim
Kurnia Ibrahim Mohon Tunggu... Seniman - Mahasiswa BKI UIN Raden Mas Said Surakarta

Bermusik, Penyimak Sosial,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Monolog Wawasan Gender di Lingkungan Sentra Terpadu BBRSPDF Prof. Soeharso

23 Oktober 2022   20:40 Diperbarui: 23 Oktober 2022   20:48 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesadaran akan kesetaraan gender sudah semestinya menjadi pegangan oleh seluruh umat manusia di dunia ini. Tidak lelaki maupun perempuan, rasanya wajib untuk mengerti terkait porsi dari setiap mereka atas perannya masing – masing. Namun wawasan dan penerapan akan kesetaraan gender dalam fakta sosial di zaman sekarang, rasanya masih terlihat semu dan abu. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya problematika gender yang sebenarnya mungkin sudah begitu sering terjadi, akan tetapi selalu terulang dikemudian hari. Namun, sebelum menelaah lebih dalam terkait pelbagai isu gender, mungkin alangkah bijaknya kita memahami arti dari kesetaraan gender itu sendiri.

Sesuai dengan penjelasan terkait kesetaraan gender, dalam Inpres No. 9 Tahun 2000, kesetaraan gender atau keadilan gender merupakan sebuah proses untuk menjadi adil (equality) terhadap laki – laki maupun perempuan. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi ketidakadilan gender yang meliputi : Subordinasi, Marjinalisasi, Stereotip, Kekerasan dan Beban kerja. Adapun pandangan terkait kesetaraan gender yang dikemukakan oleh Oakley (1972), menjelaskan bahwa kesetaraan gender adalah sebagai perbedaan atau jenis kelamin yang bukan biologis dan bukan kodrat tuhan, akan tetapi memiliki harkat dan martabat yang sama.

Dari penjelasan mengenai definisi kesetaraan gender yang tertulis diatas, kita dapat menyimpulkan secara singkat bahwa kesetaraan gender merupakan kehidupan sosial yang setara dan sederajat antara lelaki maupun perempuan, dalam peranannya di kehidupan sosial tanpa mengurangi atau melebihi porsinya. Sehingga, hal tersebut diharapkan dapat mengurangi permasalahan yang ada di lingkungan sosial masyarakat, khususnya perihal kesenjangan (gap) gender yang terjadi pada laki – laki dan perempuan.

Di Indonesia, khususnya di kota Surakarta agaknya masih menjadi “arena” yang cukup membahayakan bagi masyarakat gender, utamanya bagi para perempuan. Dalam pengamatan penulis, selama awal tahun hingga saat ini (2022) isu gender (Pelecehan seksual, KDRT) di Kota Surakarta, ada sekitar 5-7 kasus yang mencuat dimuka umum, dan dari semua peristiwa tersebut yang menjadi korban adalah perempuan (mayoritas) maupun juga laki – laki. Tentunya hal tersebut sangatlah memprihatinkan bagi kita semua. Diperparah, di zaman sekarang ini, ruang sosial manusia menjadi semakin luas dan seakan tak berbatas. Kondisi tersebut, tentu sangat memungkinkan adanya potensi patologi sosial yang lebih beragam khususnya terkait isu gender. Maka dari itu, masyarakat luas harus diberikan pengertian dan wawasan (reasoning and knowledge) mengenai kesadaran dan kesetaraan gender.  

Dengan begitu banyaknya fenomena isu gender di lingkungan sosial masyarakat Kota Surakarta, menjadikan  para aktivis (mahasiswa, masyarakat, pegiat HAM dsb) di Kota Surakarta untuk membuat serta mengadakan diskursus (discourse), penyuluhan, bahkan hingga membuat pelatihan khusus dalam format sekolah gender. Hal tersebut diharapkan dapat memompa dan menjadi konsumsi akal sehat masyarakat terkait kesetaraan gender, baik dalam teorika maupun penerapan dalam kehidupan sosial sehari – hari. Dalam ranah konseling, pemahaman kesetaraan gender tentunya menjadi urgensi konselor dalam menciptakan keharmonisan relasi diantara keduanya (konselor dan klien) tanpa membedakan kualitas proses konseling hanya karena  perbedaan gender.

Di lingkungan BBRSPDF Prof. Soeharso, penerapan kehidupan sosial atas kesetaraan gender begitu terasa dan terlihat. Penulis, yang saat ini sedang dalam masa magang di BBRSPDF Prof. Soeharso mengamati akan pelayanan dan perilaku sosial, baik sesama penerima manfaat (PPKS BBRSPDF Prof. Soeharso) maupun antara penyuluh sosial (Peksos),Psikolog, Konselor dengan warga PPKS BBRSPDF Prof. Soeharso. Sebagai contoh kecil ialah mengenai komunikasi didalam internal BBRSPDF Prof. Soeharso. Baik penyuluh, maupun sesama warga PPKS sangat menjunjung tinggi sopan santun, keramahan dan tenggang rasa pada setiap sesamanya.

Hal tersebut membuat lingkungan BBRSPDF Prof. Soeharso menjadi salah satu tempat yang supportif dan adaptif bagi masyarakat laki – laki maupun masyarakat perempuan. Dengan pemahaman dan penerapan nilai – nilai kesetaraan gender di lingkungan BBRSPDF Prof. Soeharso, tentunya akan mempengaruhi kualitas hidup dan juga kondisi psikologis bagi para warga PPKS di BBRSPDF Prof. Soeharso. Maka dari itu, kesadaran akan kesetaraan gender sangatlah penting bagi manusia. Tidak hanya dalam layanan konseling saja, namun bagi semua sektor kehidupan. Kesetaraan gender adalah produk peradaban manusia yang mana menjadi simbol dari hakikat manusia itu sendiri, memanusiakan manusia. Urgensi kesetaraan gender dalam layanan konseling adalah menjadi bukti humanis konselor kepada konseli, pula sebaliknya tanpa membeda - bedakan, dan tentunya akan berbanding lurus dengan pernyataan dari Oakley (1972) bahwa kesetaraan gender adalah terkait harkat dan martabat yang sama tingginya bagi kedua gender.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun