Sangat menarik untuk mengetahui bahwa ilusi dan imajinasi dapat menjadi obat penawar ketika bencana besar terjadi di luar sana. Tahun ini tampaknya jauh lebih besar dari sebelumnya, pandemi mau tidak mau mengubah pola konsumsi masyarakat terhadap budaya populer seperti animasi, film, video games, dan musik. Seperti contohnya saat pembuat serial Captain Sherlock menggalang dana untuk rumah sakit di Italia yang sedang melawan COVID-19 saat musim semi lalu. Bahkan dalam tren animasi dan kartun itu sendiri, minat para penggemar tampaknya tidak terpengaruh selama pandemi. Walaupun ekonomi dikatakan semakin memburuk, namun penulis merasa konsumsi budaya populer utamanya di Jepang nampaknya tidak mengalami pengurangan peminat. Sebagai contoh, banyak orang menyambut pengumuman Aya The Witch, yaitu film grafis komputer 3D yang baru dari Studio Ghibli yang siap untuk dirilis pada musim dingin ini. Kemudian, serial Doraemon yang sangat populer mengumumkan bahwa mereka akan mengeluarkan produk khusus pada bulan Desember dalam rangka memperingati ulang tahunnya yang ke-50 tahun.
Walaupun jumlah pengunjung Jepang dari luar negeri jauh lebih kecil daripada setahun yang lalu ketika Olimpiade diumumkan, pada bulan September ini telah dilaksanakan pameran budaya populer di Tokyo. Bahkan ada orang yang beralih ke media budaya populer untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bangunan bersejarah, seperti ketika salinan Kastil Edo dirilis. Menurut penulis, budaya populer di masa sekarang telah menjadi opsi yang sangat menarik dan memiliki massa yang besar untuk menjadi media promosi bagi budaya-budaya tradisional. Budaya populer terbukti mampu meningkatkan awareness masyarakat khususnya anak muda terhadap budaya-budaya tradisional yang mungkin sudah mulai dilupakan dan ditinggalkan. Contohnya seperti dalam anime atau film dan drama Jepang. Menurut penulis, tiga produk budaya populer ini adalah produk yang pangsa pasarnya sangat besar dan mendunia. Berbagai macam kebudayaan dapat secara gamblang diceritakan ataupun disisipkan dalam anime, film, dan drama. Target pasarnya juga bukan hanya terbatas di Jepang saja, namun sudah merambah ke Asia dan hampir seluruh dunia. Eksekusi dan alur cerita yang menarik membuat produk budaya populer ini laku keras di kalangan pemuda. Penulis merasa ada sesuatu yang khas yang hanya bisa dinikmati dalam produk budaya populer Jepang. Ciri khas itulah yang akhirnya membuat penulis tertarik untuk mendalami Jepang secara lebih komprehensif.
Namun, animasi paling sukses di tahun ini rasanya tidak perlu diperkenalkan lagi: Kimetsu no Yaiba, Demon Slayer. Cerita yang berubah menjadi animasi di tahun 2016, telah menjadi sangat populer, terutama selama tahun 2020. Hal ini terbukti saat animasi ini menjadi box office saat film ini dirilis di bulan Oktober lalu. Film dan animasi ini menjadi tren: ada produk-produk khusus di toko-toko serba ada, pembuatan pisau tradisional, dan meningkatkan pariwisata di beberapa daerah. Kimetsu no Yaiba juga menjadi kata kunci yang paling populer dan banyak dicari tahun ini. Bahkan kepopulerannya telah berhasil mengalahkan film Spirited Away milik Studio Ghibli. Penulis menganggap bahwa besarnya kepopuleran animasi ini adalah efek dari peminat yang sangat banyak hingga ke mancanegara dan seakan-akan tidak terpengaruh oleh pandemi COVID-19 yang sedang merebak di penjuru dunia.
Kita tidak dapat melewatkan 2020 tanpa mengingat bagaimana budaya video games semakin diperhatikan dalam budaya populer. Adanya lockdown, PSBB, dan pembatasan untuk pergi ke luar daerah karena pandemi sangat mendukung budaya video games untuk terus berkembang. Orang-orang yang semakin jenuh dan bosan karena tidak bisa beraktivitas seperti biasanya, kebanyakan akan memilih video games sebagai penolong rasa jenuh dan kesepian. Memainkan video games bukan tidak mungkin dapat menambah semangat seseorang dalam menjalani hidup atau sekadar menghabiskan waktu dengan teman-teman lewat internet. Dalam keadaan pandemi yang sangat lama dan tidak bisa ditentukan penghujungnya ini, video games hadir seperti layaknya pereda stres karena tidak dapat bertemu dan berkomunikasi dengan kawan bahkan keluarga.
Pada awal pandemi, perusahaan permainan video Jepang tidak memiliki masa yang begitu cerah, banyak dari mereka harus menutup toko dan menyesuaikan diri dengan masalah keamanan rumah dan siber. Game center yang telah mengalami kesulitan, telah terpukul oleh wabah COVID-19 ini. Akibatnya, semua kegiatan yang terkait dengan pertemuan kelompok berskala besar selama periode ini ditiadakan. Tentu saja keterbatasan masyarakat untuk beraktivitas sangat mengganggu jalannya budaya bermain video games terutama di game center yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Jepang. Tokyo Game Show, yang biasanya membawa ribuan penggemar video games dari seluruh dunia ke Jepang, juga dilaksanakan secara daring pada akhir September. Tentu ketiadaan acara ini juga menambah banyak dampak negatif pandemi dalam budaya populer.
Sony dan Microsoft menghadapi tantangan untuk meluncurkan konsol generasi baru dengan masalah rantai pasokan yang serius karena resesi akibat pandemi. Hal ini menjadi masalah besar hingga akhirnya dapat ditangani dan kedua perusahaan ini akhirnya merilis konsol terbaru. Sony merilis PlayStation 5 dan Microsoft merilis Xbox Series X pada bulan November lalu. Kedua konsol ini mendapat atensi besar dari masyarakat Jepang dan dunia. Peminatnya pun rela merogoh uang yang nominalnya tidak sedikit demi menikmati konsol generasi terbaru besutan Sony ataupun Microsoft.
Tahun ini adalah tahun di mana berbagai aspek budaya populer lainnya dipaksa untuk berubah dan beradaptasi terhadap zaman yang sangat berbeda. Industri film pun banyak mengalami perubahan. Karena kru sering tidak dapat bertemu langsung dan melanjutkan syuting, banyak produksi dan penayangan dibatalkan. Banyak festival film yang dibatalkan di semester pertama tahun ini. Namun, beberapa masih bertahan dan mulai menggunakan internet sebagai media penayangan, seperti Netflix, Viu, dan sebagainya. Setelah beberapa bulan, ternyata, beberapa harapan telah muncul di industri perfilman Jepang. Pada bulan September, Kurosawa Kiyoshi mendapat penghargaan sutradara terbaik dalam perannya di film Wife of a Spy di Venice Film Festival. Pada musim gugur kemarin, Jepang juga berkesempatan untuk menyelenggarakan festival film pendek secara daring. Pada akhir Oktober, formatnya diubah untuk Festival Film Internasional Tokyo dan sebagian festival dibuka secara hybrid (luring dan daring).
Di bidang musik, banyak acara dan konser besar dibatalkan, bahkan konser paling terkenal salah satunya adalah Festival Musik Fuji Rock, yang dijadwalkan berlangsung pada bulan Agustus. Untungnya, penggemar yang ingin hadir tidak begitu kecewa karena panitia menampilkan acara streaming online khusus mereka yang menggunakan tiket konser mereka sendiri dari 21 sampai 23 Agustus 2020. Grup idola Keyakizaka46 juga menggelar konser terakhirnya secara daring bertajuk Keyakizaka46: The Last Live yang dihelat pada 12 sampai 13 Oktober 2020 yang lalu. Konser ini menarik minat penggemarnya karena dapat diakses tanpa batasan negara. Menurut penulis, konser-konser daring ini rupanya malah semakin menarik minat penonton yang besar karena tidak terhalang kapasitas kursi penonton dan undian untuk mendapatkan tiket konser luring seperti biasanya. Konser daring ini seperti pereda rindu untuk orang-orang yang ingin menonton aksi idola mereka secara langsung namun terhalang pandemi.
Sumber berita dan referensi:
- https://japan-forward.com/the-year-in-our-stories-pop-culture-brings-fun-relief-to-japan-and-the-world/
- https://en.fujirockfestival.com/news/fuji-rock-festival-20-notice-of-postponement/Â
- https://kumparan.com/millennial/studio-ghibli-rilis-trailer-film-animasi-aya-and-the-witch-1uhsoPipD81
- https://www.keyakizaka46.com/s/k46o/news/detail/G00112?ima=0000
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H