Serangan Terhadap Markas UNIFIL oleh Israel
Pada bulan Oktober ini tahun 2024 IDF (Israel Defense Force) melancarkan serangan ke markas UNIFIL (United Nations Interim Force in Lebanon) yang ada di Lebanon pada kamis tanggal (10/10) yang kemudian disusul lagi dengan serangan serupa pada Jumat tanggal (11/10). Serangan ini menyebabkan jatuhnya korban luka-luka dari pasukan penjaga perdamaian yang dikirmkan di bawah misi UNIFIL termasuk Indonesia. Pada serangan tersebut terdapat dua prajurit TNI (Tentara Nasional Indonesia) dari pasukan yang dikirimkan Indonesia melalui kontingen Garuda. Kemudian selang sehari setalah serangan kedua, kembali lagi terjadi serangan selanjutnya pada Minggu (13/10) yang kembali membuat satu prajurit TNI terluka dan menambah jumlah korban luka dari TNI menjadi 3 orang. Kejadian tersebut tentunya membuat Indonesia harus memberikan sikap dari adanya peristiwa tersebut. Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri menyampaikan kecaman terhadap adanya serangan IDF tersebut yang melukai personil pasukan penjaga perdamaian, terlebih dari Indonesia. Bukan tanpa sebab, serangan tersebut dilakukan di daerah blue line yang merupakan daerah netral dan daerah operasi dari pasukan penjaga perdamaian. Dengan adanya serangan di markas UNIFIL yang terletak di Naqoura Lebanon tersebut, Indonesia mengecam IDF yang dianggap juga tidak menghormati resolusi DK PBB 1701 sebagai mandat dari misi UNIFIL dan meminta semua pihak untuk dapat memberikan jaminan tidak dapat dilanggarnya hal tersebut.
Realisme dan Kepentingan
Dari adanya peristiwa tersebut, menarik jika akan kita lihat dari sudut pandang realisme dan juga mengenai national interest suatu negara. Salah satu pakar dan tokoh dari realisme adalah Morgenthau. Morgentau melalui tulisannya Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace menjelaskan bahwa arena politik internasional ini merupakan perjuangan kepentingan. Setiap negara-negara di dunia yang berperan sebagai aktor dominan dalam panggung politik internasional saling memperjuangkan kepentingannya masing-masing melalui kebijakan atau sikap yang diberikan. Suatu negara akan berlomba lomba dalam mewujudkan kepentingan tersebut demi keberlangsungan hidup bangsanya sendiri. Lebih lanjut Morgenthau menjelaskan bahwa kepentingan yang dimaksud adalah berkaitan dengan power, dan setiap negara. Power tersebut dapat didefinisikan beragam tergantung dengan kebutuhan masing-masing negara. Kemudian dengan pendapat yang senada, Machiavelli dalam tulisannya yang berjudul The Prince menjelaskan bahwa untuk suatu negara memiliki kekuatan (strong state), tidak hanya berdasar pada niat baik tetapi juga harus memenuhi apapun yang diperlukan. Jadi semua negara di dunia jika dilihat dari pandangan realisme, memiliki kepentingan masing-masing yang berusaha diwujudkan.
Kecaman Indonesia kepada PBB
Dengan adanya peristiwa serangan IDF ke markas UNIFIL yang menyebabkan 3 korban luka-luka dari prajurit TNI, tentunya mengharuskan Indonesia untuk bersikap. Seperti yang dinyatan oleh Kementerian Luar Negeri, bahwa serangan tersebut tentunya dikecam karena dapat membahayakan para pasukan penjaga perdamaian, dan juga melanggar DK PBB 1701. Jika dilihat dari perspektif realisme, Indonesia tentunya memiliki kepentingan tersendiri dalam peristiwa tersebut. Indonesia sebagai sebuah negara tentu ingin semua warga negaranya aman dan juga tetap terlindungi dan terjamin. Hal itu telah tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi " Kemudian dari pada itu untuk membentuk Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia..". Berarti dengan adanya kecaman yang dilakukan Indonesia, kepentingan nasional dari Indonesia sendiri adalah untuk dapat tetap menjaga dan menjamin kelangsungan hidup warga negaranya meskipun dalam misi pasukan perdamaian yang terletak di daerah konflik. Tentunya siapapun dapat mendapat kecaman dari Indonesia jika memiliki potensi untuk membahayakan warga negaranya tanpa terkecuali. Kemudian bentuk dukungan Indonesia terhadap redanya konflik di Lebanon juga sebagai wujud adanya perjuangan kepentingan Indonesia dalam menjaga branding Indonesia sebagai negara anti perang dan menjunjung tinggi perdamaian. Hal ini juga didasari dari adanya amanat UUD 1945 dalam pembukaan alenia ke-4 juga yang berbunyi "..dan ikut melaksanakan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekan,..". Di satu sisi, IDF yang melancarkan serangan tersebut juga menyatakan sedang mendeteksi ancaman yang mendesal sehingga harus melakukan serangan. Dari adanya pernyataan tersebut, berarti dari pihak IDF juga memiliki kepentingan tesendiri yang mereka perjuangkan sehingga harus memberikan serangan. Dan dari adanya hal tersebut, terlihat adanya perjuangan kepentingan dari masing-masing aktor seperti pandangan dari realisme.
Perbedaan Kepentingan
Serangan yang dilakukan IDF terhadap markas UNIFIL di Naqoura Lebanon tersebut memang tidak dapat dibenarkan. Namun di satu sisi, memang terdapat perbedaan kepentingan dari aktor-aktor yang terlibat dalam konflik seperti yang disampaikan oleh pandangan realisme. Aktor-aktor tersebut sama-sama memperjuangkan kepentingannya masing-masing. Indonesia melakukan kecaman juga sebagai bentuk jaminan perlindungan bagi warga negaranya atas serangan itu, dan keterlibatannya untuk menunjukkan bahwa Indonesia sangat mendukung perdamaian global. Di satu sisi, Israel juga melancarkan serangan tersebut atas situasi mendesak yang dirasakan. Jadi tentunya kepentingan aktor berbeda-beda dan sangat memungkinkan untuk terjadi gesekan kepentingan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H