Mohon tunggu...
Kurnada Heri
Kurnada Heri Mohon Tunggu... -

Dari Banjarbaru Kalimantan Selatan. srudukfollow @kurnada. facebook.com/kurnada. http://kurnada.wordpress.com/ Salam Berkualitas Menebar Manfaat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar Ilmu Kaya dari Nenek Miskin

23 Oktober 2013   22:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:07 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Seorang nenek tua dengan sisa-sisa semangatnya menyusuri jalan setiap pagi sambil menjajakan sapu lidi daganganya. Langkah kaki-kaki tuanya tidak cukup cekatan lagi. Teramat pelan untuk bisa disebut sebagai melangkah. Barangkali akan lebih pas kalau disebut dengan menyeret.

Kulitnya sudah sangat keriput termakan beberapa dekade perubahan jaman. Tangannya bergetar-getar menahan beban dua atau tiga sapu lidi kecil daganganya. Pendengaran dan matanyapun tidak lagi cukup jernih untuk mendengar dan melihat. Ditengah keterbatasan fisiknya, nenek ini pantang menyerah. “Nenek tidak akan menyerahkan nasib nenek pada orang lain”, demikian katanya suatu ketika.

Saat nenek itu beristirahat dibawah rindangnya sebuah pohon, seorang pengemis muda tampak menghampiri dan berbicara pada nenek itu. “Nek , apa yang membuat nenek begitu tegar menghadapi hidup ini ?” demikian tanyanya. Sang nenek tampak tersenyum mendengar pertanyaan itu. “Nenek tidak merasa tegar kog nak, hidup nenek ya seperti ini, dan inilah yang nenek jalani”. “Tapi nek, nenek kan sudah renta dan miskin kenapa tidak cari pekerjaan yang mudah saja ?” demikian sela pengemis muda itu hati-hati. Nenek tua itu memandangi sang pengemis, dan sejurus kemudian, “Nenek tidak cukup miskin untuk menjadi pengemis……..”, sang pengemis muda tampak terkejut mendengar jawaban nenek itu, belum sempat ia berkomentar sang nenek melanjutkan“ buat nenek miskin’itu
adalah ketiadaan semangat untuk melakukan sesuatu dan kemudian
memilih menengadahkan tangan pada orang lain”. Demikian ujar nenek itu tanpa beban. Pengemis muda itu tampak terdiam mendengar jawaban sang nenek penjual sapu lidi.

Hari ini saya belajar arti ‘miskin’ dari seorang nenek penjual sapu lidi. Meskipun dengan bahasa sederhana nenek ini mengerti bahwa kemiskinan sesungguhnya bukanlah dalam wujud kepapaan materi. Kemiskinan sesungguhnya adalah kemiskinan mental. Miskin menurut beliau adalah ketidakmauan berusaha, miskin menurut beliau adalah mengambil barang yang bukan haknya, miskin menurut beliau adalah ingin mendapatkan sesuatu dengan cara tidak wajar, dan miskin menurut beliau adalah ketidakpekaan hati terhadap orang yang membutuhkan pertolongan.

Nek…, beruntung nenek tidak punya TV dan radio. Kalau nenek punya dan tahu, pasti nenek akan risau melihat dan meyaksikan begitu banyaknya ‘orang miskin’ dinegri ini. Nek terimakasih atas pelajaran yang sangat berharga ini, doakan kami semua agar menjadi hamba-hamba Tuhan yang kaya dan bermental kaya. (Tribute to Nenek penjual sapu lidi di Banjarbaru)

Salam Berkualitas Menebar Manfaat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun