Mohon tunggu...
Kurnada Heri
Kurnada Heri Mohon Tunggu... -

Dari Banjarbaru Kalimantan Selatan. srudukfollow @kurnada. facebook.com/kurnada. http://kurnada.wordpress.com/ Salam Berkualitas Menebar Manfaat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Baik Bagus, Merasa Baik Tidak Bagus

24 Oktober 2013   23:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:04 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

“Kurang baik apa coba saya sama dia, eh dianya malah gitu”. Pernah dengar kalimat ini dari teman anda atau orang yang tengah berkeluh kesah tentang seseorang pada anda ?. Lalau bagaimana persepsi anda tentang teman anda tersebut ?. Barangkali anda akan bersimpati padanya dan mendukungnya. Namun tahukah anda, simpati anda justru akan membuat mentalnya semakin menciut dan tidak bertumbuh.

Mengaku dirinya baik adalah jurus ampuh untuk menarik simpati, sekaligus jurus ampuh untuk mematikan pertumbuhan diri. Meskipun dalam kenyataanya orang tersebut adalah orang baik, namun ibarat pohon buahnya tidak akan pernah banyak. Karena pohon itu berhenti bertumbuh. Merasa baik adalah penyakit mental yang menghentikan pertumbuhan. Penyakit ini sama jahatnya dengan merasa bisa dan merasa tahu, yang pada akhirnya juga akan menutup kesempatan untuk bertumbuh menjadi lebih baik.

Orang yang dihinggapi penyakit ini, biasanya sangat mudah menilai orang lain. Seolah selalu ingin maju dan lebih baik, namun ketertarikanya selalu dikalahkan oleh kebiasaan menilai dalam dirinya. “Oh cuman segitu aja, kalau cuman gitu mah aku juga bisa”, demikian yang sering dikatakanya dalam hati. Seringkali ia menilai sekilas dan memutuskan untuk berlalu. Padahal jika ia mau bersabar dan sibuk menyerap ilmu maka sari dari sebuah perjalanan belajar justru biasanya ada ditengah dan diujung pertemuan.

Ada kalanya ia bertahan sampai akhir pembelajaran, namun masih juga tidak mendapatkan apa-apa. Itu karena pikiranya sibuk sendiri dalam menilai dan bukan sibuk menyerap ilmu. Orang yang merasa baik sebagaimana orang merasa tahu, bagaikan botol yang sudah penuh, semua ilmu dan pembelajaran mental akan tumpah tak berbekas.

Ilmu mental adalah ilmu yang tidak terlihat. Ia mirip dengan pakaian dalam. Sangat penting dan berguna ketika digunakan dibagian dalam, namun menjadi memalukan saat dipertontonkan sebagai pakaian luar.

Tahu itu bagus, merasa tahu menjadi tidak bagus. Baik itu bagus, merasa baik menjadi tidak bagus. Rendah hati itu bagus, merasa rendah hati menjadi tidak bagus. Ada pepetah jawa yang pas dalam menggambarkan ini. “Ojo rumongso biso, tapi biso o rumongso”, maksud dari pepatah ini kurang lebih adalah “Jangan merasa bisa, namun bisa lah merasa”. “Merasa bisa” akan menjurus pada kesombongan dan menutup pertumbuhan, sementara “Bisa merasa” lebih menjurus pada instropeksi diri, mawas diri dan kerendah hatian yang menjurus pada berkembang dan bertumbuhnya pemahaman dan kedewasaan mental.

Biarkanlah orang lain yang menilai kualitas kepribadian kita. Orang lain lebih fair dan obyektif menilai bagaimana kualitas kita. Tugas kita adalah “Bisa Merasa” dan bukan “Merasa Bisa”.

Salam Berkualitas Menebar Manfaat

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun