Mohon tunggu...
Mawan Sastra
Mawan Sastra Mohon Tunggu... Koki - Koki Nasi Goreng

penggemar fanatik Liverpool sekaligus penggemar berat Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mencoba Kalis namun Ia Mati

11 April 2020   19:18 Diperbarui: 11 April 2020   19:15 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mulutku semula terasa sekal akhirnya bisa mengeluarkan suara, "Demi Tuhan aku bukan pembunuhnya. Akulah orang pertama kali menemukan mayatnya." Kuberhentikan lantaran kudengar suaraku lebih kepada ucapan seorang pelaku yang mencari-cari alasan.

Laki-laki paruh baya lain menyahut, "Kami mencurigaimu," tatapannya tajam, "Kematiannya akan segera diketahui oleh orang-orang. Dan hukum akan tetap berbicara. Semoga kau bisa beruntung. Bisa memberikan bukti bahwa bukan kaulah pembunuhnya."

Aku dalam kekacauan setelah itu. Telah kutahu sebelumnya bahwa wanita itu menjadi orang terdekat sebelum kematian datang padanya. Maka aku harus menemui wanita itu, barangkali aku tahu sesuatu hal tentang orang asing. 

Kematiannya sendiri menghadirkan tanda tanya besar dalam kepalaku. Apakah ada sangkut pautnya dengan wanita itu? Ya, aku harus menemuinya.

/3/


Apakah ia mengira aku banyak tahu tentang orang asing itu? Memanglah sebelum kematian menghebohkan yang ia alami, kami terlibat kedekatan. Orang-orang mencium ada bau keistimiewaan dalam hubungan kami. Yang mereka cium adalah harum mawar, padahal di dalam ruangan adalah semerbak melati riak oleh udara ke dalam penciuman.

Sama sekali tidak ada anggapan lain selain daripada ia adalah laki-laki yang harus aku puaskan pada malam-malamnya yang sepi. "Harapku datang ke kampungmu ini adalah demi mengkaliskan diri. Sayangnya aku gagal," katanya setelah pergumulan kami. Suaranya lebih terdengar pasrah. Kami belum beranjak dari tempat tidur, baring bersisan. Kuhadapkan wajahku kepadanya, sedangkan ia fokus pada langit-langi kamar yang remang.

Satu tanganku tiba-tiba bergerak di atas dadanya, "Kau menyebutnya gagal?" tanyaku. "Begitulah. Bisakah aku kalis di sini, sementara telah kudatang padamu?"

"Kau terlalu memaksa dirimu untuk datang."

"Aku tidak bisa membendung kesepianku mencekam. Sebagai pelampiasan semua itu aku butuh dirimu. Ada satu hal yang harus kubagi padamu, tetapi tidak untuk malam ini."

"Akan lebih baik jika sekaranglah kau melakukannya. Kubaca suatu bayangan keresahan tampak di dirmu. Sangat aku penasaran." Ia tidak menimpali, tangannya menyingkap selimut yang menutupi tubuh telanjang kami, lalu ia bangkit berpakaian. Duduk di sisi ranjang membelakangiku, ia sedang menyulut sebatang rokok. Aku beringsut mendekatinya, kupeluk tubuhnya dari belakang. Satu pipiku lekat di punggungnya. Aku mengucapkan ini dengan lirih, "Sebaiknya kau menunggu pagi datang, ini bukan waktu yang tepat untuk kau kembali."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun