Mohon tunggu...
Abdul Malik
Abdul Malik Mohon Tunggu... Penulis seni - penulis seni budaya

penulis seni. tinggal di malang, ig:adakurakurabirudikebonagung. buku yang sudah terbit: dari ang hien hoo, ratna indraswari ibrahim hingga hikajat kebonagung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pak Tik, Kitiran Dolanan dan Guruh Soekarno Putra

7 April 2015   01:11 Diperbarui: 4 April 2017   16:29 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

WARUNG BU JUM di Magersari Kebonagung menjadi awal pertemuan saya dengan Pak Tik,

Penampilannya khas, pakai rompi, mengenakan sarung dan sabuk besar warna hijau. Saat ngopi di Warung Bu Jum, yang tak pernah lupa adalah once rokoknya dan aktivitas menelpon para koleganya.Tertawa renyah pasti menyertai saat kami jagongan. Topik jagongan beragam dan Pak Tik selalu update. Komentarnya terhadap sebuah topik diskusi cenderung kritis, bernas, diselingi humor dan senantiasa mengusung spirit budaya jawa. Begitulah setelah beberapa kali bertemu di Warung Jum, saya berinisiatif jagongan dan ngopi di rumah Pak Tik di Magersari Utara Perum PLN No.4 Kebonagung. Letaknya hanya beberapa meter di seberang Warung Bu Jum. Tak terlalu sulit mencari rumah Pak Tik. Di rumah beliau ada tulisan Sanggar Sastro Semi dan kitiran wayang yang otomatis bergerak jika ditiup angin.

Secangkir kopi hitam menemani jagongan kami.

[caption id="attachment_408188" align="aligncenter" width="300" caption="Sutiknyono Adhi Sastro Sudarmo (62), Kitiran dolanan anak-anaknya dikoleksi Guruh Soekarno Putra (dok.Abdul Malik)"][/caption]

Kenapa memilih dolanan anak-anak tempo doeloe?

Untuk menyalurkan keinginan kita, rasa seni saya yang terbendung tak pernah tersalurkan. Disitu banyak hal yang dapat  diekspresikan dalam suatu bentuk. Yang merupakan kecintaan kita pada seni budaya lokal yang perlu dilestarikan karena mengandung banyak falsafah yang merupakan gambaran bahwa diri manusia itu terdapat pada wayang itu. Pada suatu saat kita jadi Semar, Bagong, Gareng. Kalau ndak mood salah-salah bisa jadi Sengkuni. Dalam diri kita akan muncul semua itu.

Di rumah Bapak ada tulisan banner Sanggar Sastro Semi Galeri kitiran tempo doeloe.Funny traditional windmill gallery. Maksudnya apa Pak?

Kitiran tradisonal yang lucu, sederhana tanpa listrik tapi pakai tenaga angin. Saya menekuni sejak 2008. Saat itu saya masuk Masa Persiapan Pensiun tahun 2006. Idenya oleh penjual kitiran di Blora. Setelah itu saya kulakan kitiran di Delanggu (Klaten). Saya modifikasi, mencari inspirasi sendiri. Dalam bentuk pengembangan yang juga mengambil gambar-gambar dari kaos umpamanya. Ide berikutnya datang dari kaos Jogja produksi Mahendra. Tulisannya Molimo. Saya kembangkan dengan ide dan gagasan saya. Satu kitiran berhasil saya selesaikan dalam waktu 3 bulan. Bahan semula dari triplek meningkat menjadi aluminum, meskipun masih satu dimensi. Kitiran pertama kali saya psang diatas atap rumah. Banyak dilihat sopir truk tebu yang sedang parkir di lapangan Magersari sembari menunggu giliran ke pabrik gula Kebonagung. Ada mahasiswi asing lewat depan rumah dan tertawa setelah melihat kitiran buatan saya. Salah satu kitiran saya yang saya titipkan di Inggil Resto dikoleksi Guruh Soekarno Putra. Bentuk kitirannya berupa Bagong naik sepeda onthel. Saya bersyukur dan bangga dengan hal tersebut.

[caption id="attachment_408189" align="aligncenter" width="300" caption="Kitiran Pak Tik dikoleksi Raseta FM, Malang (dok.mediacenter.malangkota.go.id) "]

1428343633686687749
1428343633686687749
[/caption]

Berapa lama proses pembuatan sebuah kitiran?

Paling cepat 4 hari. Kalau ukuran besar ya 3 bulan, seperti kitiran Rukun agawe santoso dari Raseta FM Sukun. Saya siap melayani order dan tergantung tema yang diminta. Saya pernah aktif menjadi pengisi acara di Radio Raseta dengan nama on air Marto Plengker. Daya siarannya gokil, bicara kesamin-saminan. Saya tertarik dengan Raseta FM karena  visi misi Raseta FM ingin menjadikan Raseta FM sebagai  pusat informasi budaya jawa. Saya pernah menjadi pengisi tetap di acara Jonggring Salaka, Jejonggringan Sinambi Uri uri Budaya Jowo. Tiap Selasa malam  jam 20.00 – 22.00 wib. Merupakan acara Prime time. Tema siaran mengupas realitas mainan lama, kitiran dan dikupas secara mendalam. Kentongan, mainan  dakon, mainan patel lele, dukun bayi, juga pernah saya kupas. Respon dari pendengar Raseta FM menarik. Materi siaran radio  didukung riset dan kepustakaan.

Kitiran buatan Bapak telah tersebar kemana saja?

Dikoleksi seorang pembeli dari Kalimantan (3 buah), dari Jakarta (seorang polisi pemeriksa KPK). Kitiran buatan saya memakai sistem knock down jadi bisa dilepas baling-balingnya. Harga kitiran buatan saya tergantum dari obyeknya. Kalau 1 obyek bergerak 150 ribu, 2 obyek bergerak 250 ribu. Semakin banyak obyek yang bergerak semakin mahal. Kalau dihitung secara ekonomis gak nutut untuk hidup, saya hanya menyalurkan hobi saja. Saya miris dengan perkembangan anak-anak saat ini. Filosofi wayang mereka tidak tahu. Mainan mereka sudah beda, sekarang mereka asyik dengan game online, play station. Anak-anak melihat kitiran hasil buatan saya ya sekedar mainan. Padahal saya membuat kitiran tersebut tujuannya adalah menunjukan kesan tradisional dan bagian dari budaya nusantara yang asli yang dapat dikembangkan karena mengandung unsur pendidikan.

Unsur pendidikannya dimana Pak?

Kalau kita kembali ke falsafah wayang tentunya itu ada unsur budi pekerti yang sampai saat ini sepertinya generasi sekarang sudah kehilangan ajaran budi pekerti. Ajaran budi pekerti blank beberapa decade dari negeri kita.Kalau kita bicara wayang, kita bicara watak manusia, masuk wilayah pitutur luhur dari tembang-tembang atau suluk mulai jaman Jayabaya. Kakawin, macapat, tembang-tembang mengandung banyak pesan moral dari pujangga lama.

Punakawan dalam hal ini Semar isinya mengandung nasehat, bukan sekedar gambaran wayang. Penuh dengan symbol-simbol kearifan dan nasehat-nasehat. Ada punakawan, ada gareng. Ada petruk (universal), dimensi apa saja dia bisa menghadap. Sedangkan bagong konyol, gokil. Terkadang kita menjadi bagong, gareng, petruk, semar. Saya diilhami oleh suatu pembicaraan/ dialog, kosa kata saya.

Pak Tik pindah ke  Kebonagung tahun 1992. Besama istri dan 3 anak. Masuk Malang tahun 1989 bertugas sebagai pegawai PLN di PLN sektor Malang Jl. Karanglo. Pak Tik merupakan seorang yang multi talenta.  Pagi hari sebagai pegawai PLN Gresik, sore penjual sate ayam Blora, dan menjadi ketua pedagang kaki lima (sekarang Pasar Sore di Jl.Arief Rahman Hakim) dulu Terminal Sidomoro dengan nama panggilan mc panggung Kang Tino. Dan waktu itu masuk buku putih caleg Golkar.  Mestinya naik jadi anggota legislative tahun 1992 namun keburu dipromosi sebagai Kepala Seksi Sekretariat dan Kepegawian PLN sektor Malang secara mendadak. Dari Karanglo pindah tugas pada PLN Pembangkitan dan Penyaluran (sekarang jadi PT Pembangkitan Jawa Bali di Surabaya selama 6 tahun). Jabatan terakhir di PT PJB unit UP Karangkates sebagai Manager Sumber Daya Manusia. Pernah mau dipromosi menjadi  Kepala Bagian  Administrasi Cabang Kudus, namun Pak Tik  menolak.

Sutiknyono Adhi Sastro Sudarmo, kelahiran 19 Februari 1952 di Desa Wulung Kecamatan Randublatung Blora. Menamatkan Sekolah Rakyat  di Randublatung , SMP Persiapn Negeri Randublatung tahun 1967, SMEA Negeri Pemalang Jateng tahun 1970. Pernah kuliah di Akademi Bank Dagang Indonesia Surabaya tahun 1972 (sekarang Santa Maria Jl. Raya Darmo).

Bagaimana dengan hasil penjualan  kitiran hasil karya Bapak?

Seni tidak bisa dijual mahal. Seniman hidupnya pas-pasan. Maka untuk menyikapi hal itu saya hidup  seperti air yang mengalir saja. Balancing untuk mencari inspirasi, menggambar,dll adalah untuk merenungkan suatu perjalanan kehidupan agar pikiran tidak dipenuhi dengan hal-hal yang bersifat material.

Menurut Bapak bagaimana suasana Kebonagung?

Kalau saya melihat Kebonagung dari kaca mata budaya, Kebonagung itu heterogen. Antara abangan, agamis berdasarkan komunitas-komunitas, dan itu bisa terjadi dimana-mana. Daerah Kebonagung kental dengan budaya lama,  kesenian  tradisi seperti jaran kepang, ludruk, wayang. Terutama di wilayah Magersari orang bergaul tanpa melihat latar belakang tetapi merupakan suatu keharmonisan hubungan antar manusia. Kebonagung memiliki nama besar disamping pabrik gula. Situs sejarah Kebonagung perlu diangkat,  dan digali sejarahnya. Untuk itu perlu  adanya dukungan dari berbagai pihak yang nantinya diharapkan Kebonagung mempunyai ikon,sesuatu yang unik. Saya pernah punya niatan membangun Pub Tayub di Genengan. Inspirasinya oleh Pub Jaipong di Cibogo. Saya ingin membangun sebuah tempat yang benar-benar mengandung pelestarian kesenian tanpa adanya penyimpangan didalamnya. Namun karena kesibukan kerja (dari PLN sektor Malang dipindah ke Surabaya) niatan itu belum dapat terwujud. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun