Marliyah Idris (60) & H.Hadi Wijaya (70),
Pimpinan Ludruk Irama Baru
Investasi 500 Juta Untuk Ludruk
Oleh Abdul Malik
TAMAN KRIDA Budaya Jawa Timur kembali menggelar pentas periodik untuk seni tradisi. Tahun ini ada 12 kegiatan, masing-masing: Ludruk Irama Baru Kabupaten Sidoarjo, lakon Pesugihan Celeng Srenggi (24/1); Ludruk RRI Surabaya, lakon Mawar Berduri (28/2); janger Dino Margo Budaya Kabupaten Banyuwangi, lakon Minak Jinggo Nagih Janji (28/3); Ludruk Armada Kabupaten Malang, lakon Gembong Kali Serayu (25/4); Wayang Orang Patrialoka Kota Blitar, lakon Melik Gendong Lali (30/5); Ludruk Lerok Anyar Kabupaten Malang, lakon Samirah (15/8); Ketoprak THR Surabaya, lakon Joko Galing (29/8); Ludruk Budi Wijaya Kabupaten Jombang, lakon Jeritan Hati Seorang Istri (19/9); Ludruk Putra Wijaya Kabupaten Jombang, lakon Satria Piningit (3/10); Ketoprak Satrio Budoyo Kabupaten Bojonegoro, lakon Anoraga Tanding (31/10); Ludruk Tunggak Semi Kota Malang, lakon Anoraga Tanding (28/11); Ludruk Merdeka Kabupaten Jember, lakon Sogol Pendekar Sumur Gemuling (18/12). Bulan Juni dan Juli tak ada pentas periodik.
Siang itu, sepanjang tiga jam saya mengikuti gladi resik pentas ludruk Irama Baru di Taman Krida Budaya Jawa Timur Jl. Soekarno Hatta 7 Malang (24/1). Sukatno, Kepala UPT Taman Budaya Jawa Timur dan Eko Edy Susanto, pengamat ludruk dari Mojokerto, sibuk memberikan masukan kepada ludruk Irama Baru. Sejumlah aktivis kebudayaan hadir dalam gladi resik lakon Pesugihan Celeng Srenggi. Jabbar Abdullah (humas ludruk Karya Budaya Mojokerto), Mujiadi Zakaria (sutradara ludruk Karya Budaya Mojokerto), Romy Setiawan (dosen seni rupa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya), Redy Eko Prastyo (panitia Festival Dawai Nusantara, 5-7 Juni 2015 di Taman Krida Budaya Jatim), Taufan Agustiyan Prakoso (sutradara film Darah Biru Arema). Seusai gladi bersih, saya berkesempatan bincang-bincang dengan Marliyah (60) & H.Hadi Wijaya (70), sepasang suami isteri pendiri ludruk Irama Baru, Sidoarjo.
Bagaimana sejarah berdirinya ludruk Irama Baru?
Marliyah : Nama ludruk Irama Baru sebetulnya sudah lama ada yaitu tahun 1966. Kini ludruk tersebut sudah bubar.
Pak Hadi Wijaya ikut ludruk Irama Baru saat itu. Sebagai pemain hingga menjadi pimpinan ludruk Irama Baru di tahun 1970 hingga bubar di tahun 1975. Pendirinya sudah pada meninggal semua. Tahun 2014 ludruk Irama Baru dibangkitkan.
Bagaimana pengalaman hidup Bapak dan Ibu di panggung ludruk?
Hadi Wijaya: Saya pertama kali gabung dengan ludruk Irama Baru (tahun 1966), kemudian ludruk Radio Republik Indonesia (RRI) Surabaya (1974, selama dua tahun), kemudian gabung dengan ludruk Baru Budi di Jl. Kalibokor gang 2 no. 5 Surabaya. Selama 10 tahun saya bermitra kerja dengan Pak Bowo, Mojokerto. Selanjutnya gabung dengan ludruk Karya Baru (Mojokerto). Saat bermain di ludruk RRI Surabaya saya bertemu dengan Marliyah yang akhirnya menjadi istri saya. Cinta bersemi di dunia ludruk itupun melahirkan seorang anak semata wayang:Andri Setiawan. Dia mengelola toko pakaian Marlia Idris di Simo Magersari 78-80 Surabaya.
Marliyah: Saya ikut ludruk pertama kali dengan ludruk RRI Surabaya tahun 1971. Waktu itu saya masih sekolah di SMEP di Jl. Semarang, Surabaya. Saya memulainya dari nol . Saya hanya bisa menari. Saya dimarahi oleh teman-teman ludruk RRI Surabaya, tak boleh tidur, saya harus nyebeng *) pemain senior ludruk RRI Surabaya seperti Umi Kalsum. Tahun itu, jika kita tak punya modal wajah yang cantik akan tersisih. Tahun 1972 saya mulai didapuk sebagai peranan. Hal tersebut disebabkan karena ada pemain ludruk RRI Surabaya yang tak bisa hadir saat ada tanggapan di luar kota. Ada saja alasannya, ada yang sedang hamil, ada yang tak boleh oleh suami. Karena ada pemain perempuan yang absen itulah akhirnya saya menjadi peranan. Sampai akhirnya jodoh mempertemukan saya dengan Hadi Wijaya, hingga menjadi suami saya. Saat saya jadi peranan, Bapak (Hadi Wijaya.pen) saya tarik masuk ludruk RRI Surabaya, hingga tahun 1977. Karir saya di ludruk RRI semakin baik. Tawaran rekaman sponsor jamu di radio non pemerintah di Jawa dan Bali berdatangan. Sejak itu saya punya nama alias sudah dikenal publik.
Pengalaman pahit apakah di dunia ludruk?
Pengalaman paling pahit di ludruk adalah pentas dari satu lapangan ke lapangan yang lain. Ludruk tobong saya alami bersama ludruk Irama Baru (versi pertama), RRI Surabaya, Baru Budi. Ludruk RRI Surabaya dalam seminggu hanya nobong 4 hari saja. Hari minggu harus sampai di Surabaya. Senin masuk ke kantor di Radio Republik Indonesia (RRI) Surabaya.
Pengalaman menyenangkan apakah di dunia ludruk?
Marliyah: Saya mengenyam kehidupan ludruk dari usia muda. Hasil dari pentas ludruk semampu saya tabung. Paling tidak saya bisa meninggalkan sedikit warisan rumah, sawah. Semua itu hasil karya dari dunia ludruk. Tahun 1997, suami saya (H.Hadi Wijaya) naik haji. Ktp-nya saya curi. Lalu saya daftarkan. Saat itu biaya naik haji gak sampai 10 juta rupiah.Suami saya menangis, terharu.Sepulang dari naik haji, ternyata sangu-nya masih utuh dan uangnya dibelikan kalung untuk hadiah saya. Saya terharu. Ternyata selama di tanah suci, suami saya bertemu banyak pnggemar ludruk.Jadinya makan minum ditraktir terus oleh penggemar.
Ada kisah lucu. Sewaktu saya awal gabung di ludruk RRI, saya dirasani. Kenapa ludruk RRI kok nompo pemain elek, gak iso opo-opo, gak punya pakaian. Honor saya 300 rupiah. Ning Kastini (Istri Cak Kartolo) 500 rupiah. Honor saya sedikit, sementara adik-adik saya banyak. Ini memotivasi saya untuk belajar nyebeng dari senior. Suatu hari ludruk RRI ditanggap seorang menteri yang sedang mantu di Jakarta. Mainnya di kampung sementara Cak Markuet cs main gedung. Cak Markuat dan Cak Muali menawari saya ikut main namun dengan sedikit ancaman “ kalau keliru awas”. Tetangga saya orang batak buka pegadaian swasta.Baju-baju bagus yang digadaikan di tetangga saya lalu saya sewa untuk pentas ludruk. Berangkat ke Jakarta naik pesawat. Didalam pesawat, saya ditawari pramugari snack dalam dus. Saya gak mau takut bayar. Pramugari sempat bertanya apakah saya puasa? Saya jawab ya. Setelah mendarat. Cak Muali bertanya, “ Jajan mu maeng entek ta?”. Saya jawab apa adanya. Dan …gerr..gerr.Begitulah pengalaman pertama saya naik pesawat terbang.
Honor pentas saya di Jakarta meningkat menjadi 1000 rupiah. Disangoni Pak Menteri 1500 rupiah. Setelah pentas di Jakarta, Cak Markuat, mengatakan bahwa saya nantinya akan menjadi pemain ludruk nomor satu di Jawa Timur. Saat ludruk RRI dapat tanggapan selama 5 hari dalam seminggu, saya tampil sebagai pelawak. Honor saya menjadi 1500 rupiah sekali pentas.Tentu saya mengucapkan terima kasih kepada Ning Kastini yang pertama mengajak saya gabung di ludruk RRI. Awalnya saya hanya bertugas nggonceng Ning Kastini. Prosedur pemberian honor yang saya alami, lalu saya terapkan di ludruk Irama Baru.Honor paling besar di ludruk Irama Baru 400 ribu, yang paling rendah 75 ribu. Saya kadang-kadang gak uman.
[caption id="attachment_407945" align="aligncenter" width="300" caption=" Banner ludruk Irama Baru lakon Pesugihan Celeng Srenggi terpasang di depan Taman krida Budaya Jawa Timur Jl.Soekarno Hatta 7 Malang. (dok.Abdul Malik)"]
Bagaimana resepnya agar sebuah grup ludruk laris?
Marliyah: Menurut saya agar grup ludruk laris ditanggap adalah harus kreatif, pemainnya selalu ada terutama pelawak, yang saya rebut acara sore saat tanggapan, yaitu saat tari remo sampai lawak. Dan itu dibawah jam 12 malam. Selain itu kostum panggung juga harus diperhatikan. Semuanya sudah saya praktekkan di ludruk Irama Baru. Hasilnya menggembirakan. Ludruk Irama Baru menerima tanggapan di bulan Agustus 2014 sebanyak 18 terop. Bulan Agustus saya jadikan patokan karena itu bulan yang ramai tanggapan, ada bersih desa, ada peringatan 17 agustusan. Ludruk Irama Baru juga telah tampil di program ludruk periodic di Taman Budaya Jatim, Desember 2014. Sementara jadwal teropan tanggal 13-15 Februari 2015 di Menganti Wiyung.
Kenapa di ludruk Irama Baru tak ada travesty (waria)?
Sejak di ludruk RRI Surabaya, lalu Karya Baru, saya tidak terbiasa dengan pemain waria. Di ludruk Baru Budi, ada pemain perempuan dan waria. Bagi saya pemain ludruk waria boleh saja bergabung di ludruk Irama Baru asalkan memenuhi persyaratan yakni mampu tampil seperti perempuan.
Bagaimana publikasi ludruk Irama Baru agar makin dikenal masyarakat?
Marliyah: kami membuat rekaman VCD. Sudah 8 judul yang telah beredar: Dompet Sial, Kawin Siri, Dinden Seret, Misteri Gunung Kelud, Patih Gajah Mada, Gembong Rowojali, Sawunggaling. Ludruk Irama Baru bekerjasama dengan produser rekaman: CHGB Surabaya, Chandisc Lamongan. Karena rekaman-rekaman VCD tersebut ludruk Irama Baru makin dikenal masyarakat. Job teropan datang dari: Pandaan, Jombang, Bangil, Balonggang, Mojokerto. Kami mematok biaya 15 juta sekali tampil untuk wilayah Surabaya dan sekitarnya. Komplit, termasuk atraksi tari ular.
Kenapa ludruk Irama Baru memilih lakon Pesugihan Celeng Srenggi?
Hadi Wijaya: Ide pemilihan lakon tersebut dari Ning Liyah (sapaan akrab untuk Marliyah). Lakon itu lakon lawas, bisa disebut lakon turun temurun sejak tahun 1975. Dulu sering dimainkan ludruk RRI Surabaya.Penulis lakonnya bernama Bakron Mustajib dari Mojosari.
Marliyah: Saya suka lakon tersebut. Menceritakan tentang orang sengsara yang hidup sengsara. Banyak yang nagih siang dan malam. Setiap penagih diusir yang punya rumah. Untuk mengatasi kemiskinan, dikisahkan orang lalu mencari pesugihan dengan menjadi celeng. Pesan moral dari lakon ini adalah kisah tidak boleh menyerah dengan kemiskinan, kita harus bekerja keras. Sebagian kisah dalam lakon tersebut adalah gambaran kehidupan pribadi saya di masa silam. Saya sulit mendapat jodoh karena miskin. Ada laki-laki yang naksir saya, setelah tahu kondisi rumah saya akhirnya gak jadi melanjutkan hubungan. Saya hidup susah di masa kecil. Untuk menyambung hidup, saya jualan jajan yang saya sunggi diatas kepala saya. Beralaskan tempeh, saya jualan kue lapis, klepon, onde-onde, gedang goreng. Saya kulakan di Gedung Setan, Surabaya. Saya jual di tanggapan ludruk Irama Baru. Saat itu saya sudah melihat sosok Hadi Wijaya sebagai “orang ganteng tapi kok gak tau tuku jajan”. Pak Hadi Wijaya belum peranan tapi masih pesuruh. Tahun 1971 saya sudah tidak jualan jajan lagi, saya sudah gabung di ludruk RRI Surabaya.Setelah punya nama, saya lantas menemui Pak Hadi. Ternyata beliau suka dengan saya juga. Pak Hadi suka mendengarkan Siaran Pedesaan RRI Surabaya sehari 2 kali. Pak Hadi mendengar suara saya pas siaran.
Apa saja investasi di ludruk Irama Baru?
Di sekretariat ludruk Irama Baru di Desa Ngirang RT 11 RW 5 Kelurahan Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo, tersedia 1 truk, sound system 10 ribu watt (seharga 100 juta), panggung 5 x 6 meter sebanyak 2 buah, diesel, kostum, properti, Total 500 juta rupiah.Koyone tekok ludruk mbalik nang ludruk.
Apresiasi Penonton
Seusai pementasan ludruk Irama Baru yang mengusung lakon Pesugihan Celeng Srenggi, sejumlah penonton memberikan apresiasinya. Cak Marsam Hidayat, pimpinan Ludruk Lerok Anyar mengatakan bahwa pementasan ludruk Irama Baru lancar bagus kalau di lihat dari kacamata ludruk secara konvensional, pemainnya kompak cerita jelas mudah dimengerti. Tapi kalau dilihat dari sisi pembaharuan masih belum kelihatan. Tari Remo kehilangan karakter, kostum ngetopraki. Koor walaupun belum tergarap sudah lumayan mau melibatkan anak muda. Lawak ceplas ceplosnya, spontanitasnya bagus tapi terlalu lama sehingga membosankan. Akibatnya malam itu banyak penonton yang pulang sebelum selesai pementasan. Pementasan ludruk periodik di Taman Krida Budaya membutuhkan pendamping seniman akademis yang paham secara utuh tentang ludruk agar pertunjukan ludruk tersentuh ilmu dramaturgi dan bisa memenuhi keinginan masyarakat. Ludruk harus tergarap jangan tetap apa adanya ( jadul ). Lebih lanjut Cak Marsam menyatakan,”Dibandingkan pementasan ludruk periodik tahun sebelumnya, ludruk Irama Baru Sidoarjo cukup bagus. Mudah-mudahan pementasan berikutnya bisa seperti Irama Baru, syukur bisa lebih baik. Kelemahan pentas malam itu sebelum acara lawak, tidak ada gebrakan yang memukau, penampilan tari remo sepi kreativitas. Masuk cerita bagus tapi belum tersentuh kekinian. “
Sementara Cak Edy Karya, pengamat ludruk asal Mojokerto, memberikan sedikit komen tentang 2 hal yaitu pementasan dan organisasi. Pementasan ludruk Irama Baru rupanya masih banyak kekurangan utamanya dalam hal penyutradaraan. Sutradara masih perlu didampingi oleh tenaga kreatif dari teater. Dalam pementasan kemarin blocking, artistik, teknik pencahayaan belum tergarap dengan baik. Sutradara terkesan sekedar mengantar alur cerita saja dalam segi art belum nampak (materi dialog, penataan humor, pesan moral) masih belum tergarap dengan baik. Organisasi: Untuk pemain seharusnya mulai merintis sebagai anggota tetap namun ada langkah bagus sudah mulai dirintis untuk kelompok pemain putri.
Catatan:
Dalam dunia ludruk, dikenal metode berlatih yaitu: nyebeng (proses latihan dengan melihat seniornya pentas), sepelan (latihan dengan partner atau latihan merespon) dan tedean (kewajiban aktor junior minta petunjuk ke aktor senior atau kewajiban aktor senior membimbing juniornya). Sumber: Drs.H.Eko Edy Susanto, M.Si, Ludruk Karya Budaya, Mbeber Urip, 2014, halaman 62-63).
Alamat:
Marliyah Idris (60) & H.Hadi Wijaya (70),
Pimpinan Ludruk Irama Baru,
Desa Ngirang RT 11 RW 5 Kelurahan Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H