Mohon tunggu...
Abdul Malik
Abdul Malik Mohon Tunggu... Penulis seni - penulis seni budaya

penulis seni. tinggal di malang, ig:adakurakurabirudikebonagung. buku yang sudah terbit: dari ang hien hoo, ratna indraswari ibrahim hingga hikajat kebonagung

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Surat dari Kebonagung untuk Agung Priyo Wibowo

22 Maret 2015   12:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:17 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Surat dari Kebonagung

:untuk agung priyo wibowo

Selamat pagi kakanda,

Selamat menyeruput kopi.Kiriman kartu pos bergambar Senado Square dari Macau telah kuterima dengan baik. Ini oleh-oleh yang berkesan saat kakanda terlibat bersama Red Batik, Solo, ikut dalam Parade through Macao, Latin City, 11-15 Desember 2014. Sebuah karnaval berskala internasional yang diselenggarakan di jalanan bersejarah Macao, yang diadakan oleh pemerintah Macao sejak tahun 2011 untuk memperingati Handover Day, Hari Penyerahan Kedaulatan Macao dari pemerintah Portugis ke Cina, tiap tanggal 20 Desember. Demikian, sebagian dari siaran pers yang kakanda kirim lewat e-mail.



Kawan kita Eko Ujang pernah juga ke tempat itu saat dia diundang tampil menari topeng malangan di Hongkong tahun 2014. Harriz Corp yang mengundangnya ke Hongkong dalam rangka 6 tahun AFI Tata Rias, Hongkong. Eko Ujang menari tari topeng Gunungsari gaya Kedungmonggo di Sai Yin Pun Hall, Hongkong, 2 November 2014 di depan  buruh migran Indonesia. “Seusai menari, saya mampir ke Macau.Dari penginapan di Cos Way Bay saya ke pelabuhan naik bis kira-kira 20 menit. Lalu menyeberang naik jet sky sekitar 1 jam ke Macau.”.

Akhir-akhir ini aku intens kontak dengan Eko Ujang (41), penari topeng malangan kelahiran Dusun Krajan Desa Jambuwer Kecamatan Kromengan Kabupaten Malang. Eko Ujang kini menjadi Ketua Komunitas Laras Aji, Malang. Puji syukur, dia bersedia melatih tari topeng malangan di Balai RW 01 Magersari Utara Desa Kebonagung.Sebuah kerja bareng dari Eklesia Prodaksen dan PKK RW 01 Desa Kebonagung. Latihan diawali Senin, 10 November 2014. Ada sekitar 15-an ibu-ibu yang hadir, juga remaja dan anak-anak. Eko Ujang menjadwal latihan sebanyak 5 kali tari topeng Sekarsari. Latihan diadakan tiap Senin jam 4 sore. Dalam praktek nya latihan diadakan sebanyak 9 kali. Untuk anak-anak dilatih Bu Endang Purwarini dengan Tari Gembira, dan untuk ibu-ibu dilatih oleh Eko Ujang. Hasil latihan ditampilkan dalam sebuah bagian dari drama musikal natal Give The Best di GKI Kebonagung, 28 Desember 2014. Salah satu kegiatan untuk Perayaan 20 Tahun Pendewasaan GKI Kebonagung. Turut hadir dalam kegiatan tersebut adalah Pak Teguh Santosa, Kepala Desa Kebonagung. Adalah Bu Endang Purwarini, Bu Yanik, Ibu kembar Erna-Erni, Ibu Matrais, Ibu Maria yang memiliki kesempatan tampil menari topeng malangan. Selama latihan berlangsung, kami dibantu Mas Tanto,  anak muda yang selalu menyiapkan sound, musik dan mendokumentasikan dalam bentuk video dan foto. Seni adalah proses. Itu yang bisa aku catat, saat aku dan Bu Pendeta Novarita, menemani ibu-ibu, remaja dan anak-anak latihan tari topeng malangan di Balai RW 01. Sekali waktu latihan tari topeng malangan  diadakan di dalam gereja GKI Kebonagung, dan di salah satu ruangan kelas Sekolah Kristen Pamerdi. Beberapa kali hujan deras saat menjelang jam empat sore di hari Senin.  Proses dalam seni mengingatkanku saat hadir dalam proses latihan Yusdi Imansyah, Riswan Irfani, Pak Begok, dkk dari kelompok musik akustik Nyanyian Anak Negeri di salah satu rumah saudara Yusdi di Bareng.Semuanya dimulai dari nol. Mereka mengaransemen salah satu lagu Leo Kristi. Toh, pada akhirnya mereka menjadi pemenang dalam sebuah lomba musik yang diselenggarakan di kampus Universitas Brawijaya, tahun dua ribuan. Hari-hari ini aku seringkali berpikir panjang untuk mulai masuk dalam sebuah proses seni. Dibutuhkan enerji besar untuk membuat semua yang terlibat didalamnya memiliki ‘satu frekwensi’. Aku memeriksa lagi apa-apa yang telah kita lakukan bersama Forum Sikat Gigi, 25 tahun silam di Malang. Betapa besar enerji kita saat itu ya. Layaknya berkesenian 24 jam tanpa stempel lembaga. Salah satu bukti ‘heritage’ adalah televisi hitam putih milik Pak Jamal di rumah kos kita yang terbakar. Ha ha ha..

[caption id="attachment_404623" align="aligncenter" width="300" caption="Eko Ujang sedang melatih tari topeng malangan Sekarsari di Balai RW 01 Magersari Utara Desa Kebonagung. (dok.Abdul Malik)"]

14270021431717326754
14270021431717326754
[/caption]

Kenapa latihan tari topeng malangan diadakan Balai RW 01? Hampir sepuluh bulan aku melewati depan Balai  RW 01 saat menuju GKI Kebonagung dari pastori yang terletak di Magersari Utara 31. Begitu juga sebaliknya saat aku pulang dari gereja menuju pastori. Hingga suatu hari, terbersit ide untuk membuat sebuah aktivitas budaya di Balai RW 01 yang berukuran 6 kali 9 meter tersebut. Ide itu meluncur begitu saja dengan ingatan pada konsep budaya ‘small design’. Istilah itu muncul dari Pak Dr Hazim Amir, dosen IKIP Malang.  Aku pernah diundang Pak Hazim Amir hadir dalam Arisan Seniman di salah satu ruang di IKIP Malang. Pak Hazim menggelar bagian awal proses teater Waiting For Godot-nya Samuel Beckett. Arisan Seniman dimaksudkan Pak Hazim Amir sebagai bagian dari strategi kebudayaan. Digulirkan dari satu rumah seniman ke rumah seniman yang lain. Yang menjadi tuan rumah wajib menampilkan karya terbarunya. Konsep Pak Hazim Amir tentang “Small design” melekat dalam ingatanku. Konsep itu muncul begitu saja saat aku mulai ‘meruang’ dengan Balai RW 01. Namun yang tak boleh dilupakan adalah hubungan baik dengan Pak Os, Ketua RW 01 Desa Kebonagung. Berkat keterbukaan Pak Os, proses latihan tari topeng malangan berjalan dengan lancar tanpa birokrasi yang berbelit. Jadwal rutin di Balai RW 01 tiap hari jam 4 sore adalah latihan tenis meja. Selain Balai RW 01 masih ada beberapa balai RW di Desa Kebonagung. Balai RW 02 di pojok Kebonagung gang 1, Balai RW 03 di ujung Kebonagung gang 3, Balai RW 04 di Gang Tarupala, Balai RW 05 di Punden Mbah Gumuk.Total ada 15 RW di Desa Kebonagung.Tentu menarik jika di setiap balai RW  bertumbuh proses kesenian disana. Aku  telah mencatat beberapa ‘ruang kecil’ untuk proses kesenian. Ada pendopo Pusat Padepokan Kawruh Batin Tulis Tanpa Papan Kasunyatan-nya Romo Soerjosandjojo di Kebonagung gang 1. Aku masih optimis bertemu dengan ruang-ruang kecil kebudayaan dan para lelaku seni di Kebonagung. Sementara ini aku baru mencatat rumah Pak Os di Magersari Utara, salah satu pendiri Paguyuban Pecinta Seni Gendhies; rumah Pak Tik di Perum PLN, Magersari, Sanggar Sastro Semi; rumah Pak Frans Edward Klavert Jl.Kauman 14, mantan personil Delarosa Band; rumah Pak Susilo Jl.Kauman 2 RT 19 RW 3, seniman ludruk dan wayang orang; rumah Pak Mochamad Sukri  Utomo di Jl.Diponegoro RT 44  RW 08 no.47 Dusun Sonosari Desa Kebonagung, sesepuh Desa Kebonagung. Ruang-ruang kecil ini akan menjadi ‘venue’ bagi perhelatan Festival Kebudayaan Kebonagung.

[caption id="attachment_404625" align="aligncenter" width="300" caption="Eko Ujang menari tari topeng Gunungsari gaya Kedungmonggo di Sai Yin Pun Hall, Hongkong, 2/11/ 2014 di depan buruh migran Indonesia. (dok.Eko Ujang)"]

14270022701327207257
14270022701327207257
[/caption]

Every step is a gift. Setiap langkah kita adalah anugerah dari Tuhan. Itulah yang kurasakan selama beraktivitas di Kebonagung sejak setahun lalu. Dan mengawali tahun ini, aku bertemu dengan orang-orang yang melakukan proses kesenian dengan ‘topeng malangan’ sebagai salah satu spiritnya. Di sebuah café di Malang Olympic Garden, aku bertemu Pak Bambang AW dan Mas Oy Abady. Setelah film pendeknya ‘Hilang’ rampung dan bisa diakses di Youtube, sebagai sutradara Mas Oy Abadi mengawali tahun ini dengan ide proses film bertajuk ‘Jangan Panggil Aku Djancok’. Dalam rencana film barunya tersebut, Mas Oy  Abadi menyerap spirit topeng malangan menjadi alur cerita dibalut dengan kondisi aktual negeri ini. Sementara di Legipait Café di waktu yang berbeda, aku berdiskusi dengan Melati Nur Fajri. Anak muda ini sedang melakukan riset untuk proses dua film. Satu film ‘Semesta’ untuk tugas kampusnya di RRI Malang, dan satu film dokumenter topeng malangan. Mas Oy Abadi dan Mbak Melati Nur Fajri, keduanya sedang melakukan proses seni sebagai bagian dari industri kreatif. Keduanya penuh semangat mengerjakan proyek masing-masing. Meski demikian, aku mencatat bahwa sebuah laku seni serupa berjalan di setapak sunyi.

Demikianlah kabar hari ini dari Kebonagung.

Salam buat kawan-kawan Mataya Arts and Heritage di Solo.Terima kasih.

Salam seger waras,

Abdul Malik, Desa Kebonagung Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang

[caption id="attachment_404626" align="aligncenter" width="300" caption="Eko Ujang diundang Harriz Corp menari tari topeng malangan ke Hongkong dalam rangka 6 tahun AFI Tata Rias, Hongkong. (dok.Eko Ujang)"]

1427002311923905635
1427002311923905635
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun