Setelah Minah mengatupkan bibir om garong dengan jari telunjuknya. Om Garong meremas jemari Minah di tangan yang satunya. Minah merasakan darahnya berdesir. Nafasnya turun naik.
“Inikah cinta?” Minah bertanya dalam hati. Telunjuk Minah pun perlahan turun. Om Garong menatap Minah lekat. Minah membalasnya. Mata sipit Om Garong kelihatan Nanar.
“Minah sebentar ya aku ke WC dulu. Perutku mules…” Pamit om Garom seraya berlari terbirit – birit mninggalkan Minah sendirian.
“Ah dasar, ku kira dia mau bilang Minahhhh,, aku sayang padamu..” Gerutu Minah dalam hati. Kurang lebih 15 menit Minah menunggu om Garong di kursi kayu kedai Bakso.
Tak lama kemudian om Garong datang sambil bersiul – siul seraya membenahi ikat pinggangnya yang seukuran 3 meter itu. “Aku kira kamu pulang Minah..” Minah menggeleng lemah.
“Terus sekarang kamu mau apa? Kamu kan tahu aku sama Ajeng?”
“Aku jadi yang kedua pun rela om. Ini keputusanku. Aku yakin. Jangankan Ajeng, malaikat pun akan kuhadapi.”
Om garong garuk – garuk kepala. Sesungguhnya ia pun merasakan yang sama. Namun ia takut Ajeng akan mengeluarkan taringnya jika ia ketahuan mendua.
“Om, mencintai itu menyakitkan. Tapi akan jauh lebih sakit jika aku tak pernah memilikimu. Yakinlah om, Minah sungguh – sungguh sayang..” Minah tertunduk lesu. Garong kelihatan kasian melihat gadis menawan di hadapannya.
“Baiklah Minah, jika kau yakin dan kau siap menerima konsekuensinya ayo kita jalani.” Minah mengangkat wajahnya. Tersenyum lebar namun ia masih belum percaya.
“Om tolong katakan sekali lagi? Minah belum yakin..” pinta Minah.
“Ehm,, test test do re mi do re mi. Iya Minah, di sudut terdalam hati ini, sesungguhnya kau sudah memiliki tempat tersendiri. Kalau Ajeng di hati, makanya tiap kali kami ribut aku selalu sakit hati. Kalau kamu di lambung, jadi kalau kita berantem nanti paling – paling aku mules hehhe sini Minah om peluk.” Om Garong mulai ganjen.
“Om jangan ah, bukan muhrim. Lagipula Minah mau pulang saja. Sudah larut malam. Minah mau langsung bobo biar ketemu Om dalam mimpi.”
Om Garong sedikit kecewa, gadisnya yang ini kok sangat jaim. Ah tapi bagaimanapun Minah, om Garong tetap akan menyayangi dia dunia akhirat.
Minah tak mau diantar pulang ia memilih untuk menikmati perjalanan hingga kerumahnya dengan berjalan kaki. Walaupun bila dengan om Garong pun jalan kaki. Tapi ini berbeda, Minah ingin merasakan malam terakhir ia menjadi jomblo.
Tinggallah Om Garong kembali menyendiri di sudut kios. Menatap bakso telur yang masih tersisa sebutir lagi. Tapi ia enggan untuk makan. Ia masih terbayang – bayang wajah Minah yang sangat rupawati.
“Cinta,, oh Cinta,, mengapa aku baru menjadi Don Juan desa di usiaku yang sudah tak muda lagi ini? Sekarang aku siap bersaing dengan Kades Hans. Sekar dan Ranti bersaing untuk mendapatkannya. Dan aku, memiliki Ajeng juga Minah yang akan bersaing mengambil hati untuk kunikahi nantinya. Tapi sepertinya yang akan kuperistri si Minah saja. Dia lembut. Tidak galak dan judes.”
Dalam setengah melamun, tiba – tiba..
“Malam Om Garong.. belum tidur?” Om Garong gelagapan. Ternyata ada seorang bapak yang sudah berdiri di hadapannya sambil memelintir kumisnya. ‘Astaghfirullah …..pak RW??”
0000000oooooooooBersambungoooooooo00000000
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!