Mohon tunggu...
Kupret El-kazhiem
Kupret El-kazhiem Mohon Tunggu... -

Pelarian, Pengangguran, Soliter, Serabutan, Penduduk Bumi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Titik Temu Antara Sekulerisme dan Islam

22 Februari 2014   22:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:34 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Mungkin selama ini kita menganggap bahwa ajaran Islam seolah sudah baku dan sempurna sejak zamannya Muhammad sampai sekarang. Ajaran Islam itu kemudian diejawantahkan ke dalam empat teks agama yang utama, atau sering diistilahkan di kalangan intelektual muslim sebagai Ortodoksi.

Ortodoksi dalam Islam memberikan status otoritatif jika dianggap semakin dekat dengan ortodoksi itu sendiri. Karena posisi ortodoksi awal mulanya dibangun pada masa lalu maka ada ungkapan bahwa siapa yang paling dekat dengan tradisi masa lalu maka semakin dekat dengan ortodoksi.

Mari kita lihat; struktur ortodoksi dalam Islam yang pertama; Alquran. Jelas bahwa Alquran sangat dekat dengan Muhammad sebagai Nabi. Kemudian struktur kedua; Sunnah. Ini juga sangat jelas bahwa sunnah juga dengan keberadaan Nabi dan komunitas umat Islam di sekitar lingkaran dalam, yang disebut para sahabat Nabi. Struktur ketiga; Ijma' yang berarti kesepakatan atau konsensus para generasi awal umat Islam. Siapakah generasi awal umat Islam? Mereka yang disebut secara berurutan dari generasi sahabat Nabi, generasi pengikut sahabat Nabi yang disebut Tabi'in, dan generasi pengikut para pengikut sahabat Nabi yang disebut Tabi' al-Tabi'in. Tiga generasi ini terhitung sekitar tiga abad pertama setelah masa kenabian. Mereka-lah yang sering dijuluki ulama-ulama setelahnya dengan julukan Salafus Shalih. Selanjutnya ada struktur ortodoksi keempat; yaitu Qiyaas, bisa diartikan sebagai metode analogi yang digunakan para salafus shalih dalam memecahkan kasus hukum yang tidak ditemui di masa sebelum mereka, atau untuk kasus yang diprediksi sebagai yang baru di masa depan.

Di sini kita mendapatkan empat struktur ortodoksi dalam Islam; Alquran, Sunnah, Ijma' dan Qiyas.

Pertanyaannya, apakah ortodoksi ini tidak bisa diganggu gugat? Sebagian besar umat Islam di masa sekarang menganggapnya demikian. Tapi saya akan memberikan pandangan lain yang diberikan oleh para ulama-ulama alias intelektual-intelektual muslim di era modern yang justru mengatakan bahwa ortodoksi itu tidak rigid. Mengapa? Jika ditilik dari tinjauan sejarahnya saja, keempat struktur ortodoksi itu dibangun dengan sejarah yang panjang dan selalu berubah hingga sampai pada titik di mana mereka dimapankan.

saya akan menggunakan cara pandang seorang intelektual dan sejarawan modern yang terkenal dengan nama Adonis. Dia menulis buku yang melihat akar kemapanan ortodoksi tersebut. Bukunya mungkin sudah banyak dibaca orang Indonesia karena sudah diterjemahkan, yang berjudul Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam.

Alquran dan Sunnah sebagai dua struktur utama. Mari kita bahas Alquran terlebih dahulu yang rampung secara bertahap selama 23 tahun (jika dibulatkan waktunya). Akar kemapanan Alquran justru mulai terbentuk tatkala terjadi upaya Khalifah ketiga, Utsman bin Affan, yang ingin membuat kodifikasi utama yang seragam berdasarkan lidah/dialek/logat Quraisy yang mana Muhammad sang Nabi juga berbicara dengan bahasa Arab dialek Quraisy. Sebagaimana dikatakan pula dalam buku Khalil Abdul Karim yang juga sudah diterjemahkan dengan judul "Hegemoni Quraisy", sesungguhnya suku Quraisy berasal dari pinggiran daerah hijaz. Bahasa mereka termasuk paling buruk di antara dialek-dialek dari suku-suku bangsa Arab lainnya. Yang terkenal indah adalah suku Bajilah, Hazimah, Tayyim, dll.

Dari mana mereka mengukur keindahan dialek bahasa? Sejak sebelum Islam hadir, masyarakat Arab sudah terbiasa mengadakan Ayyamul 'Arab, atau harinya bangsa Arab, di mana suku-suku saling berkumpul dan berpuisi. Mereka membacakan sastra mereka. Dari situlah terlihat betapa dialek suku Quraisy tidak seindah suku lain. Bahkan hampir tak ada puisi mereka yang dipaku di Ka'bah. Menurut tradisi mereka, karya sastra paling indah akan ditulis di kulit hewan paling bagus dan dipaku di Ka'bah agar orang-orang dapat menghayati serta menikmati karya sastra tersebut.

Namun, justru terjadi perubahan besar ketika suku Quraisy dari seorang putranya yang bernama Qushay yang berhasil mendapatkan kunci ka'bah setelah memperebutkan kunci itu dari suku lain. Karena memiliki kunci itu, otomatis mereka-lah yang juga harus bertugas memberi makan dan minum para peziarah yang datang ke sekitar ka'bah, dan bermigrasilah suku Quraisy ke daerah Hijaz di mana ka'bah berada. Mereka berkembangbiak. Dari Qushay lahirlah keturunan yang membentuk sub-sub-klan sampai lahirlah sosok Muhammad. Dialek Quraisy semakin menyebar dan justru menjadi lingua franca bagi masyarakat Arab kala itu. Mengapa? karena suku Quraisy menguasai perdagangan, otomatis suku-suku lain harus mengerti dialek suku Quraisy jika ingin berhubungan dagang dengan mereka.

Sampai setelah Muhammad meninggal dan khalifah penggantinya yang ketiga yaitu Utsman bin Affan menggagas unifikasi Alquran ala rezimnya. Makanya kitab Alquran yang kita kenal sekarang sering disebut Mushaf Utsmani. Di sinilah akar kemapanan Alquran mulai terbentuk. Perlu diketahui pula bahwa zaman dahulu huruf Arab tidak mempunyai tanda titik dan garis atas atau bawah seperti di zaman sekarang yang mempermudah orang-orang untuk membaca hurufnya.

Karena ketiadaan titik-titik untuk pembeda huruf dan tanda baca itulah maka Utsman menyamaratakan bagaimana cara bacaan Alquran yang benar menurut dialek Quraisy. Ada 7 cara yang diapprove oleh Utsman. Sedangkan untuk tanda titik serta tanda baca justru diberikan oleh khalifah di zaman dinasti-dinasti setelah masa empat khalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali) dengan mencontek dari tradisi-tradisi penandaan orang Persia, India, dan daerah lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun