Fakta di lapangan menunjukkan bahwa tingkat penggunaan BBM bersubsidi, justru lebih banyak dinikmati konsumen masyarakat tingkat menengah ke atas. Sedangkan masyarakat ekonomi pas-pasan ke bawah malah hampir-hampir tidak terlalu merasakan dampak dari subsidi BBM. Hal ini juga berkaitan erat dengan kemampuan keuangan masyarakat miskin yang masih di bawah rata-rata, sehingga kemampuan beli BBM bersubsidi juga sangat rendah.
Mari kita lihat penyerapan BBM bersubsidi, ditinjau dari beberapa aspek :
1.Pengguna BBM bersubsidi
Pengguna BBM terdiri atas empat sektor yaitu pembangkit listrik yang menggunakan 11% dari total BBM nasional, sektor rumah tangga 19%, sektor industri 22%, dan sektor transportasi 48% (Bagus Setiawan “Beyond HP to Kwh”). Proporsi sektor transportasi adalah kereta api dan angkutan sungai danau dan penyeberangan (ASDP) menggunakan 1%, angkutan udara 4%, angkutan laut 7%, sisanya sebesar 88% digunakan angkutan jalan. Proporsi penggunaan BBM angkutan jalan terdiri atas bus menggunakan 9%, sepeda motor (13%), mobil angkutan (32%), dan mobil pribadi (34%).
Data tersebut menunjukkan, mobil pribadi adalah pengguna BBM terbanyak, berikutnya mobil angkutan yang digunakan banyak orang maupun truk yang digunakan untuk mengangkut barang. Sedangkan sepeda motor berada di urutan ketiga. Saat ini pertambahan jumlah kereta api, kapal untuk ASDP, pesawat udara, kapal laut, bus dan truk sangat kecil dibanding pertambahan mobil pribadi dan sepeda motor. (Sumber : http://www.ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/13963/print )
2.Penyebaran pengguna BBM bersubsidi di Indonesia.
Data Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia mencatat, jumlah kendaraan yang beroperasi di seluruh Indonesia pada 2013 mencapai 104,211 juta unit.
"Dari jumlah itu, populasi terbanyak masih disumbang oleh sepeda motor dengan jumlah 86,253 juta unit di seluruh Indonesia," urai Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia Inspektur Jenderal (Pol) Pudji Hartanto, di Sunter, Jakarta Utara, Selasa (15/4/2014).
Jumlah terbesar kedua disumbang mobil penumpang dengan 10,54 juta unit. Populasi mobil barang (truk, pikap, dan lainnya) tercatat 5,156 juta unit. (Sumber : http://otomotif.kompas.com/read/2014/04/15/1541211/Populasi.Kendaraan.Bermotor.di.Indonesia.Tembus.104.2.Juta.Unit ).
Penyebarannya masing-masing 55.94 % di Jawa, 22.3% di Sumatera dan sisanya sebesar 21.76 % di Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku hingga Papua (Indonesia Timur).
(Sumber : https://edorusyanto.wordpress.com/2012/08/02/penyebaran-penjualan-motor-di-indonesia/).
3.Para MAFIA MIGAS menyelundupkan BBM bersubsidi, dengan cara membeli BBM bersubsidi kemudian menyelundupkan ke luar negeri.
Beberapa bulan yang lalu, Penjabat Bupati Belu, Wilhelmus Foni dalam rapat pengelolaan BBM, Selasa (10/6/2014) di Kantor Bupati, mengemukakan bahwa sesuai data Bagian Ekonomi Setda Belu dalam tiga bulan terakhir distribusi atau penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) di kabupaten Belu semakin tidak jelas dan meresahkan warga. Pasalnya, 13 ton BBM jenis minyak tanah, premium dan solar hilang akibat dibeli dan diselundupkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Pembelian BBM dengan menggunakan tangki modifikasi baik kendaraan roda dua maupun empat tetap berjalan, pengisian BBM bersubsidi oleh kenderaan plat putih (Timor Leste), pengisian BBM subsidi oleh kenderaan (dump truck) yang nota bene untuk kepentingan indistri. Inimerupakan permasalahan mendasar yang membuat BBM kita hilang dan ini merupakan kategori kejahatan karena BBM tersebut subsidi yang seharusnya dinikmati oleh rakyat Indonesia, buka warga luar negeri. ( Sumber : http://www.atambuanews.com/berita-atambua/3302-bbm-subsidi-untuk-warga-bukan-penyelundup.html )
Dari ketiga aspek di atas, maka kesimpulannya adalah bahwa ;
- Penikmat subsidi BBM, justru didominasi masyarakat kelas menengah ke atas. Hal ini terpapar dari kenyataan bahwa pemakai BBM bersubsidi adalah mobil pribadi sebanyak 34%.
- Penyerapan subsidi BBM untuk kendaraan bermotor, juga lebih dominan di Pulau Jawa dan Sumatera yang mencapai 78.24%. Sedangkan untuk Luar Jawa – Sumatera hanya 21.76 %. Hal ini mengindikasikan bahwa subsidi BBM justru membuat ketimpangan dalam penyerapan keuangan negara yang semestinya bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur ke wilayah Indonesia Timur. Seperti kita ketahui bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini, perhatian pemerintah dalam hal pemerataan pembangunan belum banyak berdampak untuk wilayah Indonesia Timur.
- Penyelundupan BBM bersubsidi, tentulah dilakukan orang-orang berduit ( lebih tepatnya Para Mafia MIGAS). Selisih harga jual BBM bersubsidi dan harga jual BBM di luar, (semisal di Malaysia dan Thailand Rp.12.000/liter bahkan di Timor Leste sudah mencapai angka Rp.16.000/liter bensin). Selisih harga yang berkisar Rp.5.500-9.500/liter ini menjanjikan keuntungan sangat menggiurkan bagi para Mafia Migas ini. Mereka meraup keuntungan milyaran rupiah dari hasil penjualan BBM bersubsidi. Padahal nilai selisih ini akibat adanya subsidi BBM oleh pemerintah menggunakan uang rakyat. Untung bagi para Mafia Migas yang kaya, buntung bagi masyarakat yang menggunakan BBM bersubsidi sekedar untuk kepentingan sehari-hari.
Dari kesimpulan di atas, sebenarnya subsidi BBM yang selama ini ditujukan untuk masyarakat tidak mampu justru lebih banyak dinikmati kaum menengah ke atas dan dominan penyerapan dana subsidi melalui BBM ini lebih dominan di Jawa dan Sumatera (Indonesia bagian Barat). Sementara di sisi lain, kampanye Anti Kenaikan BBM justru menjual “Atas nama rakyat miskin yang tidak mampu, dstnya”.
Tentunya kita boleh curiga, bahwa sebenarnya skenario demo anti kenaikan BBM justru ditunggangi orang-orang berduit (para MAFIA MIGAS) yang selama ini memanfaatkan kelengahan masyarakat Indonesia atas kebijakan subsidi BBM yang selama ini.
KENAIKAN BBM JELAS ADALAH SOLUSI YANG SANGAT MENGUNTUNGKAN RAKYAT, karena :
1.Penyerapan subsidi BBM juga sangat tergantung daya beli masyarakat. Makin tinggi daya belinya, makin besar nilai subsidi yang bisa dinikmati.
2.Dana subsidi BBM, dapat dialihkan ke sektor lain untuk menunjang infrastruktur pembangunan. Sehingga pemerataan pembangunan ke wilayah Indonesia Timur dapat segera terealisasi dengan cepat.
3.Rate selisih harga jual BBM dalam negeri dan luar negeri menjadi kecil, hal ini akan memperkecil keuntungan para Mafia Migas dalam berspekulasi menyelundupkan BBM ke luar negeri. Dan dengan sendirinya mereka akan menghentikan kegiatannya, sehingga diharapkan BBM di dalam negeri akan selalu tersedia.
Kupang, 12 - 11 - 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H