Mohon tunggu...
Kuntoro Boga
Kuntoro Boga Mohon Tunggu... -

Pemerhati Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Selanjutnya

Tutup

Money

Lahan Rawa: Raksasa Tidur dan Lumbung Pangan Potensial

21 Desember 2018   14:20 Diperbarui: 21 Desember 2018   18:05 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia menduduki urutan ke empat kategori lahan rawat terluas di dunia setelah Kanada, Uni Soviet dan Amerika. Potensi lahan rawa di Indonesia mencapai 34,1 juta hektar (ha) yang tersebar di 18 provinsi dan 300 kabupaten. Di mana 20 juta ha di antaranya potensial untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian.

Dari angka tersebut, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mencanangkan 10 juta lahan rawa bisa dimanfaatkan sebagai lahan pangan produktif di Indonesia. Namun, di balik potensi besar yang dimiliki lahan rawa, jumlah lahan yang sudah digarap masih sedikit. Sampai saat ini baru sekitar 2,6 juta ha atau 15 persen lahan rawa yang digarap untuk tanaman pangan, holtikultura, dan perkebunan.

Disisi lain lahan rawa rawa merupakan salah satu sumberdaya alam yang mempunyai fungsi hidro-orologi dan lingkungan bagi kehidupan dan penghidupan manusia.

Oleh karena itu harus dilindungi dan dijaga kelestariannya, ditingkatkan fungsi dan pemanfaatannya. Dalam penggalian dan pemanfaatan sumber daya alam termasuk lahan rawa rawa serta dalam pembinaan lingkungan hidup perlu penggunaan teknologi yang sesuai dan pengelolaan yang tepat sehingga mutu dan kelestarian sumber alam dan lingkungannya dapat dipertahankan untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Pengembangan dan pemanfaatannya memerlukan perencanaan yang teliti, penerapan teknologi yang sesuai dan pengelolaan yang tepat.

Dengan mengetahui sifat-sifat sumberdaya lahan rawa rawa, dan penggunaan lahan pada saat sekarang (existing landuse) akan dapat dibuat perencanaan yang lebih akurat untuk optimalisasi pemanfaatan dan usaha konservasinya.

Tanaman pangan mempunyai perakaran yang pendek, dengan demikian jangkauan terhadap sumber unsur hara sebagai penopang pertumbuhannya juga terbatas.  Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian memberikan saran pemanfaatan lahan rawa untuk tanaman pangan adalah yang mempunyai ketebalan kurang dari 100 cm. 

Dasar pertimbangannya adalah rawa dangkal memiliki tingkat kesuburan relatif lebih tinggi dan memiliki risiko lingkungan lebih rendah dibandingkan rawa dalam. Lahan rawa dengan kedalaman 1,4 - 2 m tergolong sesuai marjinal (kelas kesesuaian S3) untuk berbagai jenis tanaman pangan. Faktor pembatas utama adalah kondisi media perakaran dan unsur hara yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman. Tanaman pangan yang mampu beradaptasi antara lain padi, jagung, kedelai, ubikayu, kacang panjang dan berbagai jenis sayuran lainnya.

Inovasi Teknologi Pada Lahan Rawa

Potensi besar lahan rawa belum  banyak disentuh. Salah satu penyebabnya adalah sulitnya pengelolaan. Seperti diketahui, lahan rawa memiliki kondisi yang lebih spesifik dibandingkan dengan lahan kering dan lahan sawah. Lahan rawa memiliki kandungan air yang lebih banyak dan asam. "Selain itu, pada lahan rawa terdapat lapisan pirit. Jika lapisan ini tersingkap dan teroksidasi akan menghasilkan asam sulfat dengan ph 3 - 3,5 yang bisa menyebabkan tanaman mati. Pengelolaan air yang baik dan benar dapat menjadi solusi.

Dengan kelola air yang baik ph air rawa yang asam tersebut bisa perlahan naik mendekati ph netral air. Di saat yang sama kalau airnya benar, pirit akan tetap terendam sedikit. Artinya pirit menjadi reduktif atau tidak akan teroksidasi dan tidak akan menghasilkan asam sulfat.  

Indonesia sendiri sudah memiliki teknologi yang baik untuk pengelolaan lahan rawa. Teknologinya pun sudah berkembang. Saat ini, Indonesia sudah memiliki cara pengelolaan air yang baik, penerapan pintu air dengan baik, serta cara penataan lahan, baik lahan sawah maupun lahan surjan. Lahan surjan adalah salah satu sistem pertanaman campuran yang dicirikan oleh perbedaan tinggi permukaan bidang tanam pada suatu luasan lahan. Varietas tanaman yang toleran dengan keadaan lahan rawa juga sudah ada.

Varietas ini toleran dengan kondisi rawa yang asam, toleran terhadap perendaman, dan keracunan besi. Dengan penggunaan teknologi yang tepat, hasil dari lahan rawa tidak akan kalah dengan lahan kering dan sawah. Baik dari segi produktivitas, maupun kualitas.

Beberapa anjuran mengelola lahan rawa untuk dijadikan area pertanian (agricultural land) dengan teknologi pengelolaan berkelanjutan disimpulkan antara lain dengan:

a.  Menghindari penggunaan api dalam pembukaan lahan dan mengendalikannya untuk mencegah kebakaran rawa. Hutan dan lahan rawa yang dipengaruhi oleh drainase akan mudah terbakar, terutama pada tahun-tahun El-Nio dengan kemarau panjang. Lahan rawa dengan kedalaman drainase kurang dari 40 cm relatif aman dari kebakaran.

b.  Mengatur kedalaman muka air tanah rawa. Pada umumnya emisi CO2 dari rawa meningkat dengan semakin dalamnya muka air tanah. Sistem pertanian tradisional yang memerlukan drainase dangkal seperti perkebunan karet rakyat, sagu, atau sawah cenderung lebih rendah mengemisikan CO2 . Oleh karena itu, kedalaman drainase perlu dipertahankan sedangkal mungkin selama tidak menurunkan hasil.

 c. Menggunakan amelioran. Amelioran adalah bahan yang mengandung kation bervalensi tinggi, seperti Fe, Al, dan Cu, dan digunakan untuk memperbaiki berbagai sifat buruk tanah rawa, seperti kemasaman tinggi. Pemberian amelioran tanah liat 5-10 t/ ha berpotensi mengurangi emisi CO2 dari dekomposisi rawa sampai 28%. Beberapa penelitian masih berlangsung untuk meyakinkan efektivitas berbagai bahan amelioran dalam menurunkan emisi.

d.  Pilihan Varietas Adaptif dan Rendah Emisi Gas Metana. Sudah terbukti beberapa varietas padi lokal dan VUB Padi khusus lahan rawa sangat potensil dan perlu dikembangkan karena produktivitas dan ketahanan terhadap cekaman biotik maupun abiotik di lahan rawa. Pilihan jenis padi juga perlu didasari pada tingkat Gas Metane rendah yang dihasilkan.

e. Pertanian organik dan Pestisida Nabati. Keberlanjutan budidaya di lahan rawa  yang ramah terhadap ekosistem yang baru dibuka perlu perhatian khusus.  Keseimbangan ekosistem tetap perlu dijaga dengan memanfaatkan pestisida alami dan sistem budidaya yang ramah lingkungan. 

f. Mekanisasi Pertanian.  Nampaknya di lokasi-lokasi lahan tidur khususnya rawa populasi tenaga kerja masih sangat sedikit, sehingga mekanisasi sangat diperlukan. Alat dan mesin yang dipilih harus disesuaikan untuk dapat dioperasikan di lahan rawa dan tidak menimbulkan kerusakan lahan.

Sumber: Kementan
Sumber: Kementan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun