Melihat perkembangan pertanian di negeri ini dari waktu ke waktu rasanya seperti ada yang hilang. Selain luas lahan pertanian yang kian menyempit juga kesadaran generasi penerus untuk bertani yang 'alami' kian luntur.
Dulu, sekitar tahun 1980-an pertanian kita, khususnya di daerah saya, Klaten, Jawa Tengah, masih begitu luas dan bagus hasilnya. Selain faktor iklim, waktu itu penggunaan bahan kimia juga belum terlalu banyak. Masyarakat petani masih suka mempergunakan pupuk dan pembasmi hama dengan menggunakan bahan-bahan yang alami.
Pupuk kala itu masih kerap menggunakan pupuk kandang, karena mayoritas penduduk masih suka memelihara kerbau maupun kambing di samping ternak ayam. Kerbau dimanfaatkan untuk membajak sawah, dan kotorannya untuk pupuk. Sementara untuk pembasmi hamanya menggunakan dedaunan maupun akar pohon tertentu yang ditumbuk dan dilarutkan dalam air.
Kondisi ini juga ditunjang kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan desanya agar tetap asri dan nyaman. Generasi mudanya waktu itu juga masih bersemangat untuk terjun ke sawah.
Kini semua itu bak cerita saja. Lahan persawahan sebagian dikeringkan untuk dibuat perumahan ataupun kawasan industri mebel. Penggunaan pupuk sekarang juga mengambil praktisnya, yakni dengan berbagai pupuk kimia yang sudah membanjiri pasar.Begitu pula obat pembasmi hamanya juga dengan memakai bahan kimia.
Kondisi demikian menjadikan pertanian kita kurang alami lagi.Penggunaan berbagai bahan kimia tadi menjadikan bumi ini kian sakit. Bila tidak dicegah, dampaknya tidak baik bagi tanah maupun udara. Terlebih bagi kesehatan. Apabila hasilnya dikonsumsi, ada beberapa bahan kimia yang belum terurai dan akhirnya bisa membuat pemanasan global semakin menjadi. Oleh karena itu, marilah kita galakkan pemakaian pupuk organik dan obat pembasmi hama yang alami. Mari, buatlah bumi kita semakin tersenyum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H