A. Paradigma Kognitif
Teori belajar kognitif adalah teori yang menjelaskan proses belajar dari sisi kognisi atau proses mental. Menurut paradigma kognitif, belajar tidak mungkin terjadi  tanpa melibatkan proses kognitif. Pada dasarnya paradigma kognitif merupakan yang tertua karena diskusi tentang pengetahuan dan pikiran sudah ada sejak masa Yunani kuno. Namun, dari akhir 1800-an hingga beberapa dekade yang lalu, studi kognitif tidak lagi disukai dan behaviorisme berkembang pesat (Woolfolk, 2016: 316). Fokus Watson, Skinner, dan banyak pengikut behaviorisme  adalah pada perilaku yang dapat diamati dan diukur serta mengabaikan proses kognitif. Namun demikian, menurut Kendler (dalam Ciccarelli & White, 2015: 205), banyak psikolog perilaku tidak bisa lagi mengabaikan pikiran, perasaan, dan harapan yang jelas ada dan tampaknya mempengaruhi perilaku yang dapat diamati, dan akhirnya mulai mengembangkan teori belajar kognitif.  Meskipun behaviorisme dapat menjelaskan bagaimana perilaku diubah, ia gagal menjelaskan bagaimana perubahan konseptual terjadi (Yilmaz, 2011: 204).
Ketertarikan pada domein kognitif ini terus berlanjut hingga  tahun 1950-an dan 1960-an, dengan membandingkan pikiran manusia dengan cara kerja "mesin-mesin berpikir" yang menakjubkan itu, yaitu komputer (Ciccarelli & White, 2015: 205). Segera setelah itu, minat pada kognisi, yaitu peristiwa mental yang terjadi di dalam pikiran manusia  saat terjadi perilaku, termasuk perilaku belajar menjadi kajian secara intensif. Selama pertengahan 1950-an, dampak teori kognitif dalam pendidikan begitu luar biasa sehingga disebut "revolusi kognitif"  dan paruh kedua abad ke-20 menyaksikan ledakan karya teoretis dan empiris pada proses kognitif seperti memori, perhatian, pembentukan konsep, dan pemrosesan informasi dalam kerangka kognitif (Yilmaz, 2011: 204).
B. Kontributor Teori Belajar KognitifÂ
Berbeda dengan behaviorisme, teori belajar kognitif  tidak didasarkan pada karya seorang ahli teori tunggal atau sekelompok ahli teori yang bersatu,  sebaliknya, ini diinformasikan oleh sejumlah kontribusi ahli teori dan cukup beragam (Yilmaz, 2011: 205). Tiga tokoh penting yang dinyatakan sebagai ahli teori kunci di masa-masa awal perkembangan teori belajar kognitif adalah para tokoh psikologi Gestalt Edward Tolman dan Wolfgang Khler, dan psikolog modern Martin Seligman (Ciccarelli & White, 2015: 205). Selanjutnya bermunculan para ahli yang berkontribusi pada kontinuitas perkembangan teori kognitif, diantaranya adalah Piaget (teori perkembangan kognitif anak-anak), Vygotsky (teori  perkembangan kognitif sosial atau zona perkembangan proksimal), Festinger (teori disonansi kognitif), Spiro (teori fleksibilitas kognitif), Sweller (teori beban kognitif Sweller), dan Bruner (teori belajar konstruktivis kognitif), (Yilmaz, 2011: 205).  Dari beberapa ahli yang telah disebutkan, Piaget dan Vygotsky merupakan kontributor utama perkembangan teori belajar kognitif. Teori perkembangan kognitif  Piaget dan tren sosiokultural berdasarkan karya Vygotsky merupakan tulang punggung kognitivisme dan juga telah menjadi inspirasi bagi gerakan konstruktivis (Yilmaz, 2011: 205). Hal demikian yang menyebabkan kerancuan dalam klasifikasi teori belajar. Sekolompok ahli memasukkan teori Piaget dan Vygotsky ke dalam kelompok teori kognitif dan sebagian lainnya memasukkannya ke dalam kelompok teori konstruktivistik.Â
1. Edward Chace Tolman (1886-1959): Latent Learning
Tolman merupakan seorang behavioris, tetapi dianggap sebagai pelopor dalam memulai gerakan teori belajar kognitif. Dalam sebuah eksperimen, Tolman dan Honzik menempatkan tiga kelompok tikus dalam tiga labirin yang berbeda dan mengobservasi perilaku harian tikus-tikus tersebut selama kurun waktu dua minggu. Eksperimen Tolman menunjukkan bahwa tikus tahu bagaimana struktur labirin tempat mereka ditempatkan karena mereka memiliki peta mental atau peta kognitif. Peta kognitif tetap tersembunyi, atau laten, sampai tikus punya alasan untuk mendemonstrasikan pengetahuan mereka dengan mendapatkan makanan (Ciccarelli & White, 2015: 205). Tolman menyebut proses tersebut sebagai belajar laten (latent learning). Menurut Tolman, gagasan bahwa belajar dapat terjadi tanpa penguatan, dan kemudian memengaruhi perilaku, bukanlah sesuatu yang dapat dijelaskan oleh pengkondisian operan tradisional (Ciccarelli & White, 2015: 205).
2. Jean Piaget (1896-1980): Teori Perkembangan Kognitif
Karya Piaget yang didasarkan pada hasil penelitian dan tertuang dalam beberapa judul buku memberikan kontribusi yang luar biasa untuk psikologi perkembangan, khususnya dalam kajian perkembangan kognitif anak-anak. Kontribusi Piaget pada teori belajar berdasarkan paradigma kognitif, menurut Yilmaz (2011: 206) adalah sebagai berikut.
- Piaget mengeksplorasi asal-usul struktur kognitif dan proses yang mendasari belajar dan konstruksi pengetahuan. Terlatih sebagai ahli biologi, Piaget kemudian mengalihkan minatnya pada bagaimana manusia memahami lingkungan dan pengalaman mereka.
- Menurut Piaget, proses perkembangan intelektual dan kognitif menyerupai tindakan biologis, yang membutuhkan adaptasi terhadap tuntutan lingkungan.
- Setelah melakukan sejumlah besar eksperimen untuk mengeksplorasi cara berpikir anak, Piaget berpendapat bahwa anak-anak tidak secara pasif menerima rangsangan lingkungan. Sebaliknya, mereka secara aktif mencarinya, secara alami menjelajahi dan bertindak di dunia mereka untuk memahaminya.
- Piaget mengemukakan bahwa pematangan biologis yang dialami manusia menyebabkan tahapan yang berbeda dalam perkembangan kognitif. Masing-masing tahapan ini berurutan, bergantung satu sama lain untuk berkembang, ditandai dengan perolehan keterampilan yang dapat dilihat, dan mencerminkan perbedaan kualitatif dalam kemampuan kognitif.
Piaget mempelajari anak-anak hingga remaja dalam upaya untuk mengungkap bagaimana perkembangan pemikiran logis pada mereka. Menurut Piaget anak-anak memiliki peran aktif dalam perkembangan mereka sendiri, dan secara progresif mengembangkan representasi-representasi mental atas dunia yang lebih rinci dan canggih yang disebut skema, berdasarkan tindakan-tindakan mereka sendiri pada lingkungan dan konsekuensi-konsekuensi dari tindakan  tersebut (Upton, 2012: 23).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif. Menurut Piaget, perkembangan kognitif bergantung pada empat faktor:Â kematangan biologis, pengalaman dengan lingkungan fisik, pengalaman dengan lingkungan sosial, dan equilibrasi (Schunk, 2012: 236). Kematangan biologis adalah perubahan signifikan pada sejumlah proses fisiologis dan struktural sepanjang masa kanak-kanak dan, khususnya, masa remaja. Equilibrasi (equilibration), menurut Duncan, mengacu pada dorongan biologis untuk menghasilkan keadaan keseimbangan (ekuilibrium atau adaptasi) yang optimal antara struktur kognitif dan lingkungan (Schunk, 2012: 236). Ekuilibrasi merupakan faktor sentral dan kekuatan pendorong di balik perkembangan kognitif. Faktor ini mengoordinasikan tindakan dari tiga faktor lainnya dan membuat struktur mental internal dan realitas lingkungan eksternal konsisten satu sama lain. Equlibrasi memiliki dua komponen: asimilasi dan akomodasi. Â Menurut Piaget, asimilasi mengacu pada penyesuaian realitas eksternal dengan struktur kognitif yang ada sedangkan akomodasi mengacu pada perubahan struktur internal untuk memberikan konsistensi dengan realitas eksternal (Schunk, 2012: 236).