hmm .. iri sekali rasanya membaca salah satu postingan teman tentang dilegalkannya ngebut di jalan tol Jerman. Tapi saya rasa di Indonesia juga bisa ngebut di jalan tol kok. Cuma batas maksimumnya aja yang berbeda. Yaitu 100km/jam. Itu pun saya rasa keamanannya juga masih diragukan. Ketika malam hari tiba, penerangan jalannya kurang. Jadi diperlukan lampu kendaraan yang optimal agar tidak terjadi hal - hal yang tidak kita inginkan. Mesin kendaraan juga perlu diperhatikan agar tidak mogok ketika berada di jalur bebas hambatan. Kalau hal itu terjadi, kita bisa meminta bantuan kepada petugas jasa marga untuk menderek mobil kita.
Karena saya belum pernah ke Jerman, maka opini saya ketika mengetahui bahwa di Jerman tidak diberlakukan batas kecepatan maksimum untuk mobil dan sepeda motor adalah heran, kagum, dan ngeri. Heran karena polisi disana tidak khawatir angka kecelakaan akan meningkat. Saya rasa mereka punya alasan kenapa tidak memberlakukan kecepatan maksimum untuk mobil dan sepeda motor disana. Dan tentu saja pengendara mobil di Jerman tidak perlu khawatir menyenggol sepeda motor yang membawa barang berlebihan seperti yang terjadi di Indonesia ketika lebaran tiba. Yang membuat saya kagum, mungkin mobil - mobil disana memakai mesin yang tentu saja mempunyai kualitas baik. Jadi polisi tidak khawatir akan terjadi kecelakaan karena mesin yang terlalu tua dipaksa ngebut di jalan tol.
Menurut sebuah statistik yang saya baca, di Jerman saja setiap tahunnya rata-rata 7.500 orang tewas dan 500.000 orang luka-luka akibat kecelakaan lalu lintas. Sementara angka kecelakaan lalu lintasnya sendiri juga amat mengerikan. Pada tahun 2000 lalu terjadi 382.000 kali kecelakaan lalu lintas. Anda bisa membayangkan, bagaimana jika kecelakaan lalu lintas terjadi di jalan bebas hambatan yang di Jerman disebut Autobahn. Selain jatuhnya korban jiwa,kecelakaan lalu lintas juga menyebabkan kerugian harta benda yang berarti pada sektor ekonomi. Beban lainnya bagi sektor ekonomi adalah kemacetan lalu lintas. Dalam setiap kemacetan lalu lintas, terjadi kerugian baik langsung ataupun tidak langsung.
Seiring dengan meningkatnya jumlah populasi mobil, kasus kemacetan dan kecelakaan lalu lintas terus meningkat. Untuk mencegah kemacetan sekaligus kecelakaan lalu lintas, diterapkan manajemen lalu lintas. Manajemen lalu lintas di Jerman sudah tergolong amat modern. Namun tetap saja problem lalu lintas meningkat. Untuk meminimalisir hal tersebut, para ahli terus mengembangkan berbagai metode, terutama untuk menjinakan arus lalu lintas. Sebab sifat lalu lintas adalah liar. Dan disadari atau tidak, di jalanan berlaku hukum yang kuat dan cepat itulah yang menang. Untuk memberi hak yang sama kepada pemakai lalu lintas, di Jerman sejak lama diteliti dan dikembangkan metode untuk menjinakan arus liar ini. Pada dasarnya semua pemakai lalu lintas, baik pengemudi mobil, sepeda motor, sepeda, pejalan kaki dan juga pemilik toko serta penghuni rumah di sepanjang jalan menghendaki keamanan. Artinya, lalu lintas harus mengalir lancar, tanpa menggangu kepentingan masing-masing pengguna prasarana lalu lintas. Salah satu cara adalah membuat pulau jalan berupa bundaran taman di jalan raya. Penelitian dan pengembangan pembuatan pulau jalan oleh Profesor Hartmut Topp, pakar manajemen lalu lintas dari Universitas Kaiserslautern membuktikan, pulau jalan berupa bundaran taman di jalan raya, mampu menurunkan kemacetan lalu lintas. Sementara tingkat kecelakaan turun sampai 50 persennya. Bahkan jumlah orang yang cedera akibat kecelakaan lalu lintas menurun sampai 90 persen. Metode bundaran, simpul bertemunya sejumlah jalan memang bukan hal baru. Di Eropa metode ini sudah dikenal sejak lahirnya mobil.
Namun seiring dengan perkembangan jaman, jumlah pulau jalan atau bundaran taman semakin berkurang. Bahkan di tahun 70-an, hampir semua pulau jalan atau bundaran berupa taman di jalan dibongkar oleh pemerintah kota. Sejak saat itu setan jalanan merajai kota, autobahn bahkan sampai ke desa-desa. Sekarang terbukti, dengan menghambat arus lalu lintas, kendaraan bisa melaju lebih cepat. Aneh dan paradoks. Bundaran atau pulau jalan itu dirancang memiliki diameter antara 60 sampai 120 meter persegi. Dengan membangun bundaran semacam itu di tengah kota atau di pintu keluar-masuk autobahn, arus liar lalu lintas seolah dijinakan. Misalnya di bundaran paling ramai di Berlin, setiap harinya dilewati lebih dari 60.000 mobil. Jika tidak ada bundaran tapi lampu pengatur lalu lintas, kemacetan lalu lintas ibaratnya sudah terprogram.
Lampu pengatur lalu lintas memang murah, namun juga memicu pengemudi untuk ngebut. Juga selalu muncul masalah "stop and go". Lalu lintas jadinya tidak mengalir lancar. Bundaran tanpa lampu lalu lintas lebih ideal, karena lalu lintas berjalan lebih lambat namun mengalir. Untuk lalu lintas yang menggunakan jalur kanan seperti di Jerman, pengendara mobil hanya harus memperhatikan lalu lintas dari sebelah kirinya. Sementara bagi lalu lintas jalur kiri seperti di Indonesia, kebalikannya. Juga pejalan kaki akan lebih mudah menyebarang lewat zebra cross yang dibuat.
Memang selalu timbul masalah, misalnya pengemudi yang tidak sabar dan memacu kendaraannya. Namun aturan main di bundaran memiliki daya rem sendiri. Mobil yang melaju lambat di depan atau di kiri-kanan, tidak bisa ditabrak begitu saja. Sebab pelanggar aturan main di bundaran, akan kena batunya sendiri. Kini perhimpunan mobil Jerman-ADAC, juga mengakui bahwa metode lama, bundaran dan pulau jalan ternyata efektif menjinakan lalu lintas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H