Ketika kita berbicara tentang soft skill, seringkali pikiran kita langsung tertuju pada kemampuan berkomunikasi atau berorganisasi semata. Namun, sebuah pengalaman mendalam di Rumah Kearifan telah mengubah cara pandang saya tentang makna sesungguhnya dari soft skill. Di bawah bimbingan Bu Zia dan Pak Muqowim, saya menemukan bahwa pengembangan soft skill sejatinya adalah sebuah perjalanan yang jauh lebih dalam sebuah eksplorasi untuk mengenal dan mengendalikan diri sendiri dengan lebih baik.
Perjalanan transformatif ini dimulai dengan mengidentifikasi harapan dan merancang tindakan konkret untuk mencapainya. Proses ini mengajarkan bahwa setiap perubahan bermakna dimulai dari kesadaran akan tujuan yang ingin dicapai. Layaknya seorang pelukis yang memulai karyanya dengan sketsa awal, kita pun perlu memiliki gambaran jelas tentang hasil akhir yang kita inginkan sebelum memulai perjalanan pengembangan diri.Â
Salah satu pembelajaran paling berharga yang saya dapatkan adalah tentang seni menjadi pendengar yang baik, kemampuan untuk benar-benar mendengarkan menjadi keterampilan yang semakin langka namun sangat berharga. Kami tidak hanya belajar tentang apa yang harus dilakukan dan dihindari untuk menjadi pendengar yang baik, tetapi juga diperkenalkan dengan konsep menjadi pendengar aktif. Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk menguatkan lawan bicara, memberikan ruang bagi mereka untuk mengekspresikan diri, menunjukkan antusiasme yang tulus, dan memberikan respons yang tepat.Â
Melalui berbagai aktivitas, kami belajar bahwa empati bukanlah sekadar merasa kasihan atau prihatin terhadap kondisi orang lain, melainkan kemampuan untuk benar-benar memahami dan merasakan apa yang dialami orang lain tanpa kehilangan objektivitas. Pemahaman ini menjadi sangat penting ketika kami diminta untuk berbagi momen-momen bersama keluarga dan mengidentifikasi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya seperti kebahagiaan, kehangatan, kesabaran, dan empati yang terjalin dalam setiap pengalaman.
Sesi visualisasi masa depan bersama Pak Muqowim membawa perspektif baru yang menarik. Beliau memaparkan hasil riset dari Amerika yang menunjukkan bahwa hanya 3% orang yang mencapai kesuksesan luar biasa dengan visualisasi tertulis dan bergambar, sementara 10% sukses tanpa visualisasi tertulis, 60% hidup biasa saja dengan tujuan yang tidak jelas, dan 27% mengalami kegagalan. Statistik ini menegaskan pentingnya memiliki visi yang jelas dan tertulis. Analoginya tentang memasak nasi goreng sangat sederhana namun powerful, ketika kita tahu persis nasi goreng seperti apa yang ingin kita buat, kita akan tahu bahan-bahan apa yang diperlukan dan langkah-langkah apa yang harus diambil.
Pelatihan soft skill di Rumah Kearifan telah mengajarkan saya bahwa pengembangan diri adalah sebuah perjalanan holistik yang melibatkan aspek kognitif, emosional, dan spiritual. Ini bukan sekadar tentang mengumpulkan keterampilan-keterampilan baru, melainkan tentang transformasi mendalam yang dimulai dari dalam diri. Setiap pembelajaran yang didapat dari pentingnya visualisasi yang jelas hingga kekuatan mendengar aktif adalah batu pijakan dalam perjalanan menjadi versi terbaik dari diri kita. Pengalaman ini menegaskan bahwa soft skill sejati adalah tentang bagaimana kita mengenal, memahami, dan akhirnya mengaktualisasikan potensi terbaik dalam diri kita untuk memberikan manfaat bagi orang lain dan lingkungan sekitar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H