Mohon tunggu...
Kundrat Kanda
Kundrat Kanda Mohon Tunggu... -

a dangerous man

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Surat untuk Presiden Baru

23 Agustus 2014   07:33 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:47 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

SURAT UNTUK PRESIDEN

Surat yang saya tujukan untuk bapak ini saya buat dengan sepenuh hati, tak ada maksud menyalahkan apalagi berprasangka buruk. Tentunya ini keyakinan ini ada karena bapak ini orang yang baik, makanya bisa terpilih jadi presiden. Bukan hanya bapak, Saya yakin semua presiden sebelum bapak semuanya ingin menjadi presiden yang baik,presiden yang bisa membawa rakyatnya sejahtera.

Sebelum bapak melangkah jauh ada baiknya melakukan evaluasi sejernih mungkin, peran apakah yang akan bapak jalankan nanti? Dalam situasi apa bapak berada sekarang? Mungkin dengan ini bapak bisa menilai kapasitas diri bapak presiden akhir zaman yang menjadi harapan perubahan yang terpaksa diwarisi berbagai persoalan hidup akibat dari kelemahan nalar manusia dari dulu hingga kini dalam pengaturan hidup.

Menjad presiden bagi seperempat milyar rakyat tentunya beban yang sangat berat, karena jabatan presiden adalah jabatan yang penuh gengsi, menjanjikan, dan tentunya dekat dengan uang yang selalu jadi penggoda. Srbanyak apapun ide yang dimiliki seorang presiden, pada gilirannya ia harus selalu sejalan dengan konstitusi atau aturan bernegara yang telah konsisten dan efektif mengatur system bernegara selama puluhan tahun. Peran dan fungsi presiden kini tak lepas dari matarantai faham kekuasaan yang sudah dianut beberapa abad lalu, yang bukan hanya di negeri ini, tapi juga di berbagai Negara di dunia. Begitu pula dengan janji kesejahteraan dan kemajuan yang bapak berikan sama dengan janji-janji presiden sebelumnya dimana akhirnya janji mulia itu gagal diakomodir oleh kehendak Negara. Bukan berarti janji bapak kurang bagus, atau bapak tak serius, namun system kenegaraan ini yang begitu rumit tak sanggup member tempat yang cukup tuk menampung ide bapak. Rasanya niat baik bapak dan juga platform partai bapak tak akan kuat tuk mengangkut beban persoalan akhir zaman yang diibaratkan sebagai mobil tua yang mengangkut banyak muatan di atas jalan berlubang , berkelok-kelok dan curam, serta kabut tebal dan hujan deras yang menutupi jalanan. Akhirnya pola lama itu terulang kembali, rakyat sebagai korban kebijakan Negara yangtak banyak membantu menimbulkan menipisnya kepercayaan kepada presiden dan juga partai yang mengusung bapak. Sebagaimana terjadi pada partai dan presiden sebelumnya.

Saya yakin ini bukn salah bapak, karena janji kesejahteraan itu adalah janji Negara bahkan ditulis didalam undang-unadang dasar, masalahnya bapak sudah terlanjur berjanji dengan penuh berani tuk menanggung janji Negara yang tak pernah terbukti ini secara personal. Tentunya bapak sadar bapak ini presiden yang keberpa kalinya. Dan bapak pastinya tau, umumnya kepercayaan masyarakat terhadap presiden yang lalu semakin hari semakin menurun, apakah setiap presiden ditakdirkan untuk dicaci, dihujat dan tidak dipercayai? Tentunya pandangan rakyat itu didasari oleh fakta, bukan kebencian. Karena mustahil rakyat menghukumi demikian jika faktanya tak ada. Bapak juga tau bagai mana pendiri bangsa ini, proklamator yang begitu sederhana dan tegas juga pro rakyat, tapi apadaya endingnya begitu tragis. itu adalah pelajaran bahwa niat baik seorang pemimpin tak sebanding dengan masalah yang menghadangnya.

Bapak pasti mengatakan bahwa menjadi presiden itu adalah amanah yang mulia, dan menerimanya adalah kebenaran serta bapak yakin bahwa apa yang ditawarkan adalah kebaikan. Agar saya tidak berburuk sangka saya akan ungkapkan pendapat saya. Kebaikan itu sesuatu yang menentramkan dan menenangandan mustahil kebenaran akan melahirkan sebaliknya yakni tekanan dan kegelisahan. Kebenaran akan selalu meringankan bahkan menjadi energy pendorong bagi manusia untuk mlahirkan perasaan puas dan kemudian mendukung bapak secara total. Rasanya tak ada manusia yang tak mau ditawari sesuatu yang bisa membawa dia menjad baik, atau mau menerima tawaran yang merugikannya.

Pada banyak dialog dan kampanye bapak sering bicara tentang loyalitas, kesederhanaan, tanggung jawab, rasa sipati, kemandirian, dan lain-lain. Saya yakin apa yang dikatakan bapak itu muncul dari hati yang tulus, namun sadarkah bapak bahwa anatara bapak dan presiden itu adalah dua hal yang berbeda.

Bapak adalah orang yang bersahaja dan akan mendahulukan kepentingan rakyat, tetapi presiden adalah pejabat Negara yang akan selalu taat pada prosedur dan peraturan perundang-undangan. Dimana keberlangsungan kekuasaan Negara adalah diatas segala-galanya.

Bapak adalah orang yang jujur dan peduli pada sesama,serta pro rakyat. Sementara president adalah pelaksana program pemerintah yang geraknya berdasarkan APBN. Sehingga kesetabilan Negara demi pertumbuhan APBN adalah perhatian paling utama.

Bapak adalah orang yang penolong dan tak rela melihat orang lain menderita, Tapi presiden sebagai kepala Negara harus selalu memastikan bahwa pemasukan dari pajak terus bertambah. Pajak yang menekan rakyat itu adalah sebagai solusi untuk menutupi hutang dan bunga yang dipinjamkan Bank sentral kepada Negara. Dan seorang miskin dari desa yang mendapat sedikit kebahagiaan hadiah pun harus dipotong pajak juga.

Bapak orang yang dekat dengan rakyat dan tak ingin menjaga jarak, tapi presiden adalah kepala Negara yang dijaga oleh 37 personil paspampres, 7 mobil anti peluru dan 3 motor besar. Belum lagi lapis pengamanan di ring 2 dan 3.

Bapak adalah orang yang dermawan, selalu memberikan yang terbaik untuk orang lain, apalagi bagi yang membutuhkan, Tapi presiden adalah kepala dari pemerintah yang membagikan beras busuk untuk rakyat, obat-obatan murah dan mie instan untuk pengungsi.

Mungkin ini tak enak tuk dibaca, namun apa yang saya tuliskan ini apa adanya. Realistis, objektif dan sama sekali tanpa ada kebencian. Saya yakin kondisi enuh ketidak puasan ini tidak disuka oleh rakyat. Situasi yang terus melihrkan ketidak puasan ini akhirnya menimbulkan ketidak percayaan rakyat terhadap pemimpin dan partai politik. Namun sekali lagi, ini bukan salah bapak, bapak inidipilih karena bapak orang baik. Ini adalah persoalan system yang terlanjur kita gunakan sebagai warisan dan akumulasi dari kesalahan pendahulu kita, yang kita terlanjur menerimanya tanpa menggunakan nalar secara maksimal dan total.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun