Mohon tunggu...
Kundrat Kanda
Kundrat Kanda Mohon Tunggu... -

a dangerous man

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Buah Pahit Demokrasi

26 Januari 2014   13:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:27 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

oleh : Asluk

bagamana jika koruptor tidak ada di negeri kita. ?? apakah benar kita bisa lepas dari kemiskinan. setelah Konstitusi memutuskan bahwa penyelenggaraan kekuasaan wajib mengambil bagian minimal 80 % dari APBN dan hanya 20 % untuk belanja publik (rakyat). dan setiap inflasi wajib ditutupi dgn peninggkatan pungutan (pajak) dari rakyat, juga pencabutan berbagai subsidi. selain itu negara dapat mengtasnamakan rakyat dan aturan untuk mengambil alih sektor usaha inti dan besar seperti BUMN dan BUMD, negara melalui aturanya juga membuat kesepakatan dgn investor negara-negara maju dan adidaya menjual, menggadaikan dan mengeksploitasi suber usaha, mulai dari potensi alam hingga jasa dgn jumlah super besar. negara pula yang menetapkan aturan bahwa setiap bank dapat menaikan bunga kredit krn akibat suatu inflasi, atas nama perbaikan pelayanan negara menetapkan retribusi (pungutan) mulai dari transportasi, pendidikan, kesehatan, kebersihan, keamanan dll hingga tidak ada satupun yang murah apalagi gratis.

namun pemerintah sebagai aktor penguasa negara selalu mengatakan, bahwa dirinya telah melayani rakyat dengan penuh rasa cinta, dengan mengungkapkan berbagai indikasi, mulai dari pemberian GAKIN, JPS, BLT/BLSM, dan semprot nyamuk dipemukiman kumuh, tidak lupa dia bicara soal jasa moral dalam tanda kutip, seperti komitment pemberantasan koprupsi, sensor porno grafi, brantas peminta2 dijalan raya, larangan untuk mengrokok karena dapat menyebabkan APBN megara meningkat uuups, maksudnya karena dapat mengganggu kesehatan dll. semuanya digembor- gemborkan pemerintah sebagai bukti bahwa uang yang dipungut dari rakyat sebenarnya untuk rakyat juga.

kedati demikian apa yang dilakukan pemerintah tetaplah yang terbaik, kenapa ? karena fakatanya hanya itu yang legal, ironi jika para profesor mengeritik atau menyalahkan, karena pemerintah melakukan itu semua berdasarkan aturan (konstitusional) dan bukankah setiap aturan itu terproduk oleh para akademisi sbg pihak pemegang teori tentang berbagai cara pengaturan hidup. coba perhatikan, mulai dari kebijakan fiskal, moneter, demokrasi, nasionalisme dll adakah yang tumbuh dan sekarang berkembang besar dulu bijinya ditanam oleh pemetik teh, tukang ojeg, atau buruh kuli bangunan ??? para penanam adalah orang yang mengaku terpelajar dan menguasai berbagai teori begitupun saat ini. maka ironi jika para akademisi, profesor, orang yang mengaku klompok terpelajar dan ahli menolak terlibat setelah biji yg mereka tanam tumbuh beruah pahit dan berduri.

sebagai manusia tidak ada satupun peminpin bangsa di seluruh dunia yang menginginkan rakyatnya menderita, dan segala hal yang terjadi seperti korupasi adalah penderitaan bagi hidup manusia, lalau dapatkah suatu kejadian dihentikan karena rasa tidak mau, atau hanya akan berhenti setelah sebab yang memproduksi penderitaan dihentikan juga

maka jika korupsi yang dituduh sebagai sumber apa logikanya ??? karena korupsi bukalah prilaku kekuasaan , bagai mana mungkin berdiri kuasa memiskinkan manusia, korupsi hanya prilaku jahat yang muncul diakibatkan oleh sebab pengaturan hidup yang salah, maka korupsi, kemiskinan, pembunuhan, ketertekanan, kerusakan lingkungan dll sejajar dalam level hilir (wabah) dan hulu (embrionya) adalah pengaturan hidup yang keliru sebagai keputusan legal dan mengikat yang muncul karena kedangkalan nalar manusi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun