Minggu sore, saya menyempatkan untuk kembali ke suatu tempat yang menurut saya sangat menyenangkan. Di ujung sungai opak, dibibir samudera Hindia sisi mBantul. Seperti janji saya kepada diri saya sendiri saat itu, untuk sesekali mampir, niliki, ngaruhke sebuah kawasan konservasi tanaman bakau. Ya, ini memang tentang sebuah tempat yang pernah disinggahi teman-teman kompasianer jogja dan detikForum pada 9 Mei2010. Seperti yang pernah ditulis Sash dalam Kiprah Nyata Aktivis Dunia Maya untuk Menghijaukan Bumi* dan juga ini Hijau Bersama untuk Jogja sebuah tulisan dari I Je. yup..lokasi baksos bersama waktu itu. Setelah melewati jalan berliku, sedikit lunyu dan berbatu, sampailah digubuk itu lagi. gubuk sederhana diantara kebun pisang. Setelah *salaman* dengan beberapa pemuda sekitar, saya langsung melangkahkan kaki menuju tepian sungai, ternyata saya sudah ditunggu oleh segerombolan bebek yang sedang berjemur menikmati semilir angin menanti sunset tiba. Akhirnya saya memutuskan untuk sejenak bercengkrama dengan bebek2 itu. Mereka bertanya tentang sampah, darimana sampah-sampah ini? saya hanya menjawab : "Kwek..kwek.kwek..!!" dan sepertinya mereka paham dengan jawaban saya itu kemudian berlalu menuju sisi yang lebih bebas dari sampah. Berjalan dari timur kebarat mencari kitab suci.(jadi teringat sun go kong :P) [caption id="attachment_167015" align="aligncenter" width="300" caption="Secercah Harapan"][/caption] Saya mencari jejak-jejak kita kemarin, mencari bekas-bekas kaisan tangan-tangan mulia yang rela berkotor-kotor untuk sebuah harapan, Bumiku Hijau!!!. Dan akhirnya saya temui jejak itu, beberapa batang bibit bakau yang nampak sedang mempersiapkan misi mereka, menjaga kawasan itu dari keganasan air pasang, meskipun banyak juga diantara bibit itu yang telah layu sebelum menjalankan tugasnya. Saya telusuri sepanjang sungai yang telah kita tapaki kemarin, memungut sampah yang mengganggu teman kecil kita, menyingkirkan mereka dari dahan kecil yang akan menjadi penopang ekosistem muara itu. [caption id="attachment_167017" align="alignleft" width="300" caption="Sampahnya Nakal"][/caption] Lanjut kesungai, sampai juga saya di dekat kelokan, jalur air pasang. Disini hampir tidak ada pohon yang bertahan hanya ada sebatang di tengah dan beberapa lagi dipinggir. Ini memang daerah tersulit air terlalu deras menghujam, dan tentu saja sampah terlalu senang dengan daerah ini. Disisi paling barat, juga hanya sedikit yang tersisa. mungkin karena semangatnya kurang pas nanem disini.:D Setelah selesai bernostalgia dengan bibit yang kita tanam, saya pun berjalan lagi, menuju ke jalan yang benar tentunya, jalan menuju gubuk itu lagi. tapi langkah saya terhenti oleh sesosok makluk kecil yang selalu menggendong rumahnya sambil menyanyikan sebuah lagu dari Mbah surip, kelomang, makluk itu sedang bermain dibawah salah satu bibit bakau kita.dan setelah puas memotret teman baru saya ini. saya lanjutkan perjalanan menuju gubuk. dan sekali lagi saya terhenti oleh beberapa tinggkah makluk kecil yang melompat-lompat dipermukaan air, entah makluk apa itu namun sangat mengesankan. Lebih mengesankan dibanding dengan wiro sableng saat menggunakan ilmu meringankan tubuhnya. Dan Kunjunganpun berakhir, beberapa bakau kecil yang tumbuh, kelomang yang bermain dipasir, dan makluk misterius dibawah pepohonan. Sungguh menyenangkan bermain disini. dan semoga masih diberi kesempatan untuk menikmatinya, buat teman-teman DF, Canting, Palmae dan semua yang membaca tulisan ini, Mari kita lanjutkan apa yang telah kita lakukan sebulan yang lalu, tempat ini masih memberikan banyak ruang untuk beramal. pohon-pohon itu masih butuh bantuan kita untuk terus bertahan dari sampah yang datang silih berganti. Bumiku Hijau, Bumiku Nyaman.Salam Hijau!! [caption id="attachment_167018" align="aligncenter" width="300" caption="Bumiku Hijau, Bumiku nyaman"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H