#SaveKPK #SavePOLRI #SaveIndonesia menjadi hashtag yang sering muncul di media sosial pasca dikepungnya kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu oleh beberapa oknum polisi. Mereka bermaksud menjemput seorang penyidik Polisi Republik Indonesia (Polri) yang bernama Novel Baswedan, tindakan ini ternyata menjadi pemicu baru kisah cicak dan buaya bagi masyarakat antikorupsi.
Dukungan terhadap KPK terus mengalir. Di Solo, Jawa Tengah, 7 Oktober lalu, beberapa mahasiswa bersama masyarakat Solo membuat gerakan 1.000 tanda tangan dukungan untuk KPK. Selain itu, aksi simpatik mereka juga menampilkan pemungutan suara dukungan antara KPK dan Polri, yang ternyata menghasilkan 137 suara memilih KPK, sementara 4 suara lainnya memilih Polri.
Menarik! Sungguh menarik jika kita perhatikan beberapa kondisi di atas, ternyata gerakan antikorupsi telah mulai menjadi budaya perlawanan baru. Masyarakat mulai melihat korupsi sebagai sebuah perbuatan yang sangat hina. Hal ini tercermin dari dukungan yang terus mengalir untuk gerakan antikorupsi di Indonesia.
Tetapi jika kita melihat kondisi Indonesia berdasarkan data Transparency International (TI) pada tahun 2011, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia sebesar 3,0; naik 0,2 poin dari tahun 2010, yakni 2,8. Masih menurut TI, kenaikan 0,2 poin tersebut dapat diartikan tidak terjadi apa-apa secara metodologi, alias pemberantasan korupsi di Indonesia jalan di tempat. Hal ini dapat juga kita artikan bahwa negeri ini masih menjadi negeri para tikus bersarang. Tentu jika tidak segera dilakukan tindakan nyata untuk memperbaikinya, nasib Indonesia sebagai negara gagal karena korupsi akan segera terwujud.
Kemudian berdasarkan data-data tersebut, TI Indonesia mendorong pemerintah agar: (1) Melakukan reformasi birokrasi yang menyeluruh dan komprehensif untuk menutup peluang korupsi dalam proses perijinan usaha, pajak, dan bea cukai; (2) Melakukan perbaikan menyeluruh pada institusi penegak hukum, dalam hal ini kepolisian, kejaksaan, dan lembaga pengadilan; (3) Melakukan penegakan hukum yang keras terhadap politisi, mafia hukum dan pejabat publik tingkat tinggi yang terlibat korupsi.
Selamatkan Indonesia! Menjadi hal yang harus segera kita kerjakan ke depannya melihat kondisi korupsi Indonesia saat ini, sinergisitas tiap-tiap elemen sangat diperlukan untuk mendukung gerakan ini, menciptakan Indonesia yang antikorupsi.
Perlu dicatat sinergisitas hubungan KPK dan Polri sebenarnya sudah terjadi dengan memasukkan penyidik-penyidik terbaik Polri ke dalam tubuh KPK. Tanpa penyidik Polri, tentu kinerja KPK tidak akan sebaik pendapat masyarakat hari ini. Maka selamatkan Polri (#SavePolri) juga menjadi penting untuk mendukung gerakan Selamatkan Indonesia (#SaveIndonesia) dari korupsi.
Membersihan koruptor dari dalam tubuh Polri menjadi salah satu agenda penting bagi bangsa ini agar masyarakat kembali percaya bahwa Polri mampu menjadi bagian dari gerakan antikorupsi. Akhirnya kisah “cicak versus buaya” tentu akan lebih menarik jika berganti menjadi “cicak & buaya berjuang melawan koruptor”. Mari Selamatkan Indonesia!
Kuncoro Probojati
@Kunc_pro
http://kampus.okezone.com/read/2012/10/12/367/703173/selamatkan-indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H