Mohon tunggu...
Kuncoro Maskuri
Kuncoro Maskuri Mohon Tunggu... Dosen - Doktor Linguistik Pragmatik

Pembelajar Bahasa/Linguistik, Sosial Budaya, Pendidikan, dan Keagamaan. (email: dibyomaskuri@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dengan "Kata" Bisa Mengubah Keadaan Dunia

16 April 2018   17:18 Diperbarui: 17 April 2018   20:23 874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan 'Kata' bisa Mengubah Keadaan Dunia

"Kata",  sebagai sebuah benda, punya karakter  seperti 'air', 'udara' atau 'angin' yang mempunyai massa/berat, karena mempunyai massa berarti memiliki energi, daya, tenaga  atau kekuatan.

Energi atau kekuatan dari 'kata'  terletak pada arti/makna kata tersebut dan energi ini bisa keluar atau muncul bila ada yang menggerakkan, yaitu pikiran dan perasaan.

Artikel ilmiah/non-fiksi dalam  jurnal, skripsi, tesis, desertasi, buku ajar, atau opini merupakan media atau alat untuk menyalurkan energi atau kekuatan. 

Demikian  pula artikel fiksi/non-ilmiah dalam puisi, cerpen, novel, atau naskah drama merupakan media/alat untuk menyalurkan energi atau kekuatan. Apapun alat/medianya, 'kata' memiliki kekuatan yang bisa mempengaruhi pikiran atau perasaan seseorang. Tingkat kekuatan dari 'kata' bisa dipengaruhi oleh faktor kebahasaan (faktor internal) maupun di luar kebahasaan (faktor eksternal).

Faktor kebahasaan berkaitan dengan a.l. pilihan kata/diksi, susunan kata/sintaksis,  dan penulisan kata. Sebagai contohnya adalah pemakaian kata benda dan kata sifat yang tersusun dalam kalimat berikut:   (1)Diamendengar kabar.    (2) Diamendengar kabar       positif/negatif

Pada kalimat (1)  'Dia mendengar kabar', kalimat ini kurang mengandung makna yang kuat bagi pendengar/pembacanya karena tak ada tambahan kata sifat setelah kata 'kabar' (kata benda), maka kurang/tidak mampu menarik perhatian pembaca/pendengar. Bandingkan dengan kalimat (2) Dia mendengar kabar negatif/positif'dengan tambahan kata sifat 'negatif' atau 'positif' setelah kata benda 'kabar' maka kalimat ini bisa lebih mendorong pembaca/pendengar untuk mencari tahu lebih dalam tentang maksud dari kabar negatif atau positif tersebut.

Kata 'positif' dan 'negatif'' dalam pemakaian bahasa mengandung makna ynag mengacu pada suatu kondisi tertentu (unsur makna/semantik dan pragmatik). 

Kata 'negatif' mengacu pada kondisi atau sifat sesuatu yang dianggap  tidak baik, jelek, atau buruk, sebaliknya kata 'positif' mengacu pada sifat sesuatu yang dianggap tidak jelek, baik, atau bagus. Itulah contoh gambaran  kekuatan suatu kata dari faktor internal kebahasaan berdasar susunan kata-katanya.

Namun demikian sebuah kata benda bisa juga memiliki kekuatan makna yang bisa mengubah suatu keadaan meskipun tidak ada tambahan kata sifat setelah kata benda yang dimaksud. Hal ini bisa terjadi karena adanya unsur/faktor di luar kebahasaan  misalnya kedudukkan sosial, latar belakang sosi-kultural atau ideologi dari  penutur/pengucap atau penulis dan konteks peristiwa komunikasi.

Contohnya adalah sebagai berikut. Masih ingatkan, dengan ucapan-ucapan yang disebutkan oleh Amin Rais atau Prabowo Sugianto? Mereka menyatakan_ mungkin tidak sama persis_ : (1) 'Pembagian sertifikat tanah untuk rakyat adalah pengibulan',  (2) 'Tahun 2030 Indonesia bubar', atau yang paling hangat, (3) 'Partai PAN, Gerindra, dan PKS adalah partainya Allah, partai lain adalah partai setan'. Kata dan frasa yang digarisbawahi menunjukkan fokus utama kalimat tersebut yang mengandung makna/pesan yang kuat bagi pendengar/pembacanya.

Pada contoh kalimat (1) setelah kata 'pengibulan' tidak ada kata sifat, meskipun demikian karena diucapkan oleh seorang tokoh nasional, Amin Rais, sekaligus sebagai seorang pengritik ataupun lawan politik dan muncul dalam konteks politik(situasi politik yang bersuhu tinggi),  maka kata 'pengibulan' tersebut punya daya/kekuatan untuk mengubah keadaan dunia. Sehingga menimbulkan kegaduhan dan memicu silang pendapat/kontroversi di masyarakat, seperti yang terjadi beberapa waktu lalu.

Pada contoh kalimat (2) dan (3) juga sama dengan contoh kalimat (1), karena diucapkan oleh tokoh nasional  sekaligus lawan politik dan  dalam konteks politik maka kalimat (2) dan (3) tersebut juga memiliki kekuatan untuk mengubah keadaan dunia/masyarakat. 

Perbedaannya dari kalimat (1) terletak pada bentuknya yaitu pada kata/frasa yang digarisbawahi, dalam kalimat (2) frasa 'Indonesia bubar' terbentuk dari kata benda (Indonesia)+kata sifatbubar), kemudian dalam kalimat (3) frasa 'partai setan' terbentuk dari kata benda (partai) +  kata benda (setan)_  kata benda 'setan' dalam frasa ini berfungsi sebagai kata sifat.

Dengan demikian contoh kalimat (2) dan (3) tersebut memiliki daya/kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan kalimat (1) karena ada gabungan faktor internal-kebahasaan dan eksternal-non-kebahasaan, kalimat (1) tidak ada pengaruh dari faktor internal-kebahasaan. Jadi semacam itulah yang dikatakan bahwa suatu 'kata/frasa' itu  memiliki kekuatan atau daya, daya yang mampu mempengaruhi pikiran dan perasaan pembaca/pendengar untuk melakukan suatu perubahan dunia.

Pengertian mendasar dan praktek berbahasa seperti yang tersebut di atas perlu kita ingat-ingat kembali agar  paham dalam memilih kata yang akan kita akan gunakan untuk keperluan komunikasi baik lisan maupun tulis tidak menimbulkan kegaduhan atau keresahan di masyarakat.

Seperti yang berlangsung dalam praktek berbahasa/pemakaian bahasa yang telah dan sedang terjadi akhir-akhir ini, dan tampaknya cenderung akan terus terjadi di masyarakat kita, dimana kata-kata yang digunakan oleh seseorang (pengucap/penulis) bila dianggap oleh orang lain (pendengar/pembaca) yang mendengar/membacanya mengandung makna negatif, maka kata-kata yang dituliskan oleh si penulis atau diucapkan oleh si pengucap akan dicap sebagai sebuah ujaran kebencian atau ujaran penistaan.

Dan ujung-ujungnya si penulis/si pengucap diperkarakan secara hukum oleh para pendengar/pembaca, dan ini memakan waktu yang lama. Oleh karena itu, perlu kiranya bagi kita mempertimbangkan dengan hati-hati sebelum kita mengucapkan atau menuliskan kata-kata ketika mengungkapkan sesuatu, lebih-lebih bila apa yang akan kita ucapkan atau tulis disampaikan di hadapan umum/masyarakat luas yang heterogen/majemuk.

(solo3961042018)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun