Mohon tunggu...
kuncoro hadi
kuncoro hadi Mohon Tunggu... -

manusia biasa yang tinggal di yogyakarta......

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Di Lembah Siwa Plateau

15 Maret 2011   06:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:47 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Siwa plateau, begitu sebutan perbukitan sebelah selatan Prambanan. Cantik dan elok. Ciptaan sang Pencipta yang begitu sempurna. Banyak orang telah cerita tentang tempat ini. Dan aku hanya ingin sedikit mengulang. Mungkin ada yang hilang dan mungkin ada yang dilebih-lebihkan, mengutip Ben Anderson yang diambil dari secuil bait Nagarakrtagama. Tapi tak apa-apa. Ini memang ceritaku..imajinasiku..

Dua bulan aku berada tepat di lembah sebelah barat Siwa plateau, hampir dua tahun lalu.aku terkesima, anganku langsung terbawa ke awal abad 8 hingga abad 9..aku mungkin berada tepat di jantung peradaban para pemuja Agastya dan Budha Tantrayana. Membayang bagaimana para manusia tanpa alas kaki bergerak dari perbukitan di ujung timur hingga turun ke lembah sebelah barat yang dilalui kali Opak..

Dasyat, imajinasi ini betul-betul ingin membawaku melewati mesin waktu kembali berabad-abad silam. Mungkin aku akan bertemu para akuwu, rakryan hingga para rakai.. lembah siwa plateau, mungkin seperti kota indah Athena di jaman Pericles dimana Socrates dan kaum Sophis bertemu..saling berujar, bercakap dan membenci..

Di lembah inilah berdiri mahakarya Rakai Pikatan, candi Jonggrang yang elok rupawan seperti sang istri, Dyah Pramodawardani pendiri candi Sewu hingga si ”kembar” Plaosan..kompleks Jonggrang merupakan karya agung penuh cinta dua insan berbeda agama..maka mitos putus cinta di tempat ini sungguh ahistoris..justru komplek candi Jonggrang merupakan lambang bersatunya dua trah, dua wangsa, Sanjaya dan Sailendra..penganut Siwa dan Budha.

Jonggrang, si molek ini memang tidak pernah lekang oleh waktu..bahkan dalam roman kolosal, ”Api di bukit Menoreh”, Agung Sedayu hingga Swandaru dan Pandanwangi istrinya serta Sekar Mirah dari kademangan Sangkal Putung ketika melintas di kali Opak selalu tanpa jemu memandang takjub mahakarya ini..luar biasa.. sangat luar biasa hingga melahirkan epik roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso pada generasi seterusnya..

Tapi kisah cinta dua wangsa bukan tanpa prahara. Balaputradewa, sang adik Pramoda tak terima jika kuasa Sailendra jatuh ke tangan trah Sanjaya..ia berontak..dan bukit Boko menjadi saksi redupnya sinar sang adik..kompleks candi Boko, merupakan pesanggrahan yang tiada bandingnya, bak kuil Acropolis yang teramat indah. Tempat ini menjadi benteng terindah berakhirnya pemberontakan Balaputradewa.. ia memang tak mati tapi lari ke barat menuju tanah Suwarnadwipa dan merangkak naik tahta Sriwijaya..maka selamatlah Rakai Pikatan dan Dyah Pramoda...

Di tangan mereka berdua mungkin peradaban telah memuncak mengungguli masa Samaratungga, pembangun Kamulan di Bhumisambhara, si tangguh Borobudur..lembah Siwa Plateau berbenah menjadi kota besar, indah dan cantik..dikitari sawah hijau nan luas..tanah subur terkena bulir-bulir air kali Opak. Hidup bersahaja dalam tata laku yang berirama..

Aku tahu mungkin Siwa plateau tak sesakral Dieng, si poros dunia pengunggul Himalaya. Dieng, tempat paling kaku, dingin dengan ”putih salju”nya merupakan taman para penghuni kahyangan.(dalam kitab Paramayoga, ada cerita, para dewata dipuncak Meru marah atas Nabi Isa yang berkunjung ke Himalaya, Sang Hyang Jagadnata lalu pergi ”menancapkan” lingga dunia di tanah Jawa dan menetap d Dieng Plateau)..Tempat itu sepi..tapi Siwa plateau, tempat para rakai dan tani saling tersenyum. Beribadah dan berpesta penuh gairah..tempat ini ramai, tak hanya milik para dewa tapi juga manusia pemujanya..

Tak banyak orang tahu, bahkan generasi peneruspun tak paham peradaban leluhur mereka dulu..tepat ditanah mereka berpijak sekarang..

Jauh di atas bukit tertinggi, dibawah rindangnya pohon pinus, candi Ijo berdiri tegap..mahakarya rakai Daksa..tua dan layu..tempat itu, mungkin penuh gemerlap cahya dikala para pendeta berdoa..betapa kuatnya pemuja Siwa ditempat itu..satu candi utama dengan pintu menghadap ke barat terukir hiasan Kala Makara di atas..mata Kala begitu tajam dan manakutkan, itulah sang Banaspati, si penjaga hutan..

Aku tersenyum menatap tiga candi perwara di depannya..Trimurti, itu lambang tiga dewa..tapi para pendeta dan pengikutnya tak memuja Brahma ataupun Wisnu. Mereka lebih memilih Siwa..lihat betapa kokohnya lingga di atas yoni, simbol pemuja Agastya lambang dewa Siwa di dalam candi utama..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun