Mohon tunggu...
Kuncarsono Prasetyo
Kuncarsono Prasetyo Mohon Tunggu... Konsultan - Sejarah itu asyik :)

Tukang gambar yang interes pada sejarah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dr Soetomo, Sang Pelopor Pemberdayaan Rakyat Era Kolonial

25 Februari 2020   03:20 Diperbarui: 25 Februari 2020   07:52 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung Nasional Indonesia Suraba, pusat gerakan dr Soetomo | dok pribadi

Jamak diketahui jika kesadaran politik pribumi Hindia Belanda mulai tumbuh sejak awal abad 20. Semua tahu jika kesadaran ini efek Politik Etis, banyaknya pemuda pribumi bisa sekolah tinggi, kemudian mendirikan organisasi politik, hingga melakukan gerakan-gerakan politik. Namun tahukah Anda jika kesadaran politik masa-masa awal itu hanya milik elite? Hanya jadi isu kaum terpelajar.

Kita harus berterimakasih dengan Dr Soetomo, salah satu tokoh pergerakan Boedi Oetomo inilah yang pertama mendelevery ide pembebasan milik para elite pemuda ke rakyat banyak.  Menerjemahkannya dalam kegiatan kongkret, justru tidak dengan aktifitas politik. Namun dengan kegiatan kegiatan pemberdayaan. 

Soetomo memilih cara baru dalam visi politiknya pasca Boedi Oetomo 1908. Cara-cara pengajaran dan pemberdayaan sosial baginya lebih baik dari sekadar aktifitas politik. Setelah mendapatkan diploma dokter penuh di Belanda, ia menetap di Surabaya pada 1923 dan mengajar di Nederlandsch Artsen School (sekarang Fakultas Kedokteran Unair).

Di kota ini dia mengesekusi gagasannya yang paling sederhana. Yaitu mengajarkan Bahasa Indonesia kepada khalayak. Didirikan pada 11 Juli 1924 lahirlah Indonesian Study Club (dalam bahasa Belanda Indonesische Studie Club atau Kelompok Studi Indonesia).

Menurut catatan GH Von Vaber dalam Nieuw Soerabaia, 1936, Saat itu hampir semua pribumi tidak ada yang bisa berbahasa Indonesia. Dan cara mengajarkan bahasa Indonesia ini dianggap paling efektif merebut hati rakyat sekaligus membangun kesadaran sosial paling dasar. Maklum, pasca semakin merosotnya Sjarekat Islam, para elite kehilangan kepercayaan di mata publik.   

Soetomo bahkan khusus meminta anggota Sjarekat Islam dan Partai Komunis bergabung. Kata Soetomo, jalan yang berbeda harus diambil jika ingin berguna untuk kepentingan rakyat. Dengan demikian kehilangan kepercayaan harus diperoleh kembali. Dengan cara membuat ikatan batin antara intelektual dan rakyat. Banyak elite makin memiliki kesadaran mengorganisir masyarakat dengan cara sosial untuk melanjutkan jalan politik.

Soetomo mendirikan Organisasi Dewan Klub Studi dengan dia sebagai ketua, RP Singgih (sekretaris), M. Soendjoto (bendahara), RM Hario Soejono dan R. Gondokoesoemo (anggota).

Dr Soetomo muda foto goodnewsfromindonesia
Dr Soetomo muda foto goodnewsfromindonesia

Klub Studi ini menempatkan diri di atas dan di luar partai dan organisasi keagamaan dengan cara memasukkan para pemimpin dari semua asosiasi politik yang ada di Surabayake dalam kepengurusan dewan studi klub. Dengan cara ini, kontak terus-menerus bisa dilakukan dengan organisasi-organisasi seperti PKI, Sjarekat Islam, Mohammadijah, Sjarekat Ambon, Sjarekat Minahassa.

Belakangan Klub Studi ini makin terkenal, sebuah aktifitas sosial untuk kaum pribumi paling berpengaruh Hindia Belanda saat itu. Begitu menonjolnya gerakan ini, bahkan di beberapa tempat mengadopsinya. Sukarno yang saat itu tengah kuliah di Bandung mendirikan sekaligus pemimpin Klub Studi Indonesia untuk Umum di Bandung, di Semarang, klub serupa didirikan Tuan Singgih dengan nama Soerya Ngalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun