Tahukah kalian dari mana asal-muasal kata Kembang Jepun? Anda pasti tersenyum jika tahu nama Kembang Jepun berasal dari memori kolektif masyarakat untuk menyebut pelacur dari Jepang. Ya, dulu, kawasan ini adalah red distric terluas di Surabaya, dipenuhi pelacur impor dari Negeri Sakura yang menjadikan Kembang Jepun populer di penjuru dunia.Â
Sebenarnya nama resmi jalan ini pada masa kolonial adalah Handlestraat alias Jalan Perdagangan. Sebuah area bisnis paling sibuk di Surabaya. Tidak hanya kantor-kantor bank, asuransi, dan kantor ekspor impor yang menempati area ini. Namun juga perdagangan ritel terutama hasil bumi yang dimiliki etnis Tionghoa hingga perdagangan kain yang dikelola etnis India.
BACA JUGA : Makam Gubernur Jenderal yang Misterius
BACA JUGA : Benteng Terakhir Umat Khong Hu Chu
Nyatanya penyebutan Handlestraat hanya milik lidah Belanda. Sejak lama pribumi lebih suka memanggilnya dengan Kembang Jepun. Penyebabnya, karena saking banyaknya berdiri Shinju alias rumah bordil yang dikelola orang-orang Jepang di daerah ini. Tempat prostitusi yang diisi pelacur impor dari Jepang. Dulu, bahasa Melayu menyebut Jepang adalah Jepun. Hingga 1920-an, tulisan koran menyebut Jepun untuk Jepang.  Sekarang hanya Malaysia yang masih memakai kata Jepun, di Indonesia setelah itu bergeser mengikuti lidah Belanda yang menyebut Japan.Â
Menurut Oliver Johannes Raap dalam buku Kota di Djawa Tempo Doeloe (2017), Cantian dahulu adalah pusat prostitusi. Sekarang kawasan Kembang Jepun masuk dalam Kecamatan bernama Pabean Cantian. Kok ada kata Cantian? ya karena di tempat inilah tempatnya orang-orang cantik itu.Â
Perempuan Jepang yang datang ke Nusantara ingin menjadi Karayuki-san atau pelacur, mempunyai pasaran yang tinggi dan banyak permintaan," tulis RP dalam Seks dan Kekerasan pada Zaman Kolonial (2005).
Sejak 1868
Sejak kapan pelacur Jepang "menguasai" Kembang Jepun? Tentu tidak ada catatan detail, tetapi keberadaannya sudah lama eksis sebelum Jepang menduduki Indonesia pada 1942. Saya menduga pelacur-pelacur Jepang membanjiri kawasan ini sejak 1860-an.Â