Kita hanya tahu bahasa Indonesia diikrarkan sebagai bahasa persatuan pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Ini karena waktu itu bahasa Indonesia paling populer menjadi alat komunikasi antarsukubangsa selain bahasa Belanda.Â
Tapi tahukah Anda, siapa pencetus Bahasa Indonesia? Bahasa yang dulunya dikenal sebagai Malayu Pasar, karena kata Indonesia belum ada. Bahasa sosial budaya di tanah jajahan Hindia Belanda. Â Â
Kalian akan saya ajak melihat makamnya, sekaligus menceritakan sosok yang dikubur di Makam Peneleh Surabaya. Tentu saja sejumlah literatur panting saya jadikan rujukan untuk meyakinkan dialah yang pertama kali menginisiasi satu bahasa bersama orang-orang di negeri terjajah ini.Â
Namanya Herman Neubronner van der Tuuk. Panggil saja der Tuuk. Lahir di Malaka, Malaysia, 24 Oktober 1824, dan meninggal di Surabaya, 17 Agustus 1894 . Dialah penyumbang terbesar embrio lahirnya bahasa Indonesia. Bahasa yang kelak oleh para pendiri bangsa disepakati menjadi bahasa nasional.Â
Makamnya tidak terurus. bentuknya kusam karena lumut, catnya tidak nampak lagi, sehingga tulisan prasasti di batu marmer menjadi samar-samar. banyak rumput di sekilingnya. Makam ini berada di tengah-tengah pekuburan Eropa kuno seluas 5 hektare di tengah Kampung Peneleh. Di dalam nisannya ada dua nama, yang artinya ada dua jenazah di kubur di dalamnya. Selain dia, ada bapaknya, De Tuurk senior.
Di kampus-kampus, Pada studi sejarah bahasa-bahasa di Indonesia, menyebut  Tuuk adalah peletak dasar linguistika modern. Dia awalnya adalah menjadi bagian dari misi gereja yang menyusun terjemahan Injil Berbahasa Belanda ke bahasa bahasa daerah. Kemudian membuat kamus bahasa daerah, mulai kamus bahasa Melayu, Jawa, Toba, Lampung, dan Bali.Â
Motivasi awalnya sebenarnya misi penyebaran Bibel ke dalam bahasa-bahasa lokal, meskipun Tuuk diketahui belakangan kurang menyukai kekristenan. NUniknya, sepanjuang karirnya menulis kamus kamus bahasa daerah dia menemukan satu belang merah tentang satu bahasa Induk yang digunakan di setiap daerah. Apa itu? Ya. Bahasa Melayu.Â
Bukan Bahasa Melayu semenanjung yang dipakai suku melayu, namun bahasa Melayu Pasar. Identifikasi awal ini muncul karena era abad 19 frasa Indonesia atau bahasa Indonesia belum dikenal luas. Oleh karena itu, dia menyusun kamus Bahasa Melayu baru dari adaptasi bahasa Melayu semenanjung yang sekarang dipakai bangsa Malaysia.  Â
Yakinlah, karena jasanya ini, bahasa Melayu ala Tuuk yang kelak dipilih para pendiri bangsa sebagai bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. Dia benar benar menguasai bahasa bahasa lokal di Nusantara sebagai akar bahasa persatuan itu.Â
Bahkan dalam buku "Mirror of the Indies", penulis Rob Nieuwehuys mengutip komentar pendeta Bali (Pedanda) yang sangat berpengaruh, "Hanya ada satu orang di seluruh penjuru Bali yang tahu dan paham bahasa Bali, orang itu adalah Tuan Dertik ( Van der Tuuk)," terangnya.Â
Buku itu menjelaskan, Tuuk yang Belanda totok  anti kolonialisme. Dia melawan dengan kebudayaan. Memilih bahasa Melayu bagianya sekaligus menentang politik feodal kolonialisme yang berkolaborasi dengan ningrat. Karena dengan Melayu otomatis strata dalam berkomunikasi tidak ada lagi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H