Mohon tunggu...
Aang Kunaifi
Aang Kunaifi Mohon Tunggu... -

Aang Kunaifi adalah Penulis Buku MEMBANGUN (KEMBALI) INDONESIA KITA. Ia merupakan Intelektual Muda Muslim yang memfokuskan kajian dan pemikirannya mengenai berbagai isu kebangsaan, ketahanan nasional, kepemimpinan dan kepemudaan. Setelah menyelesaikan Master of Sains bidang Ketahanan Nasional Pascasarjana UI, ia bekerja sebagai Trainer/Motivator/Public Speaker di TRUSTCO Jakarta, selain juga mengajar di salah satu PTS di Jakarta. Silaturahim melalui email kunaifi.aangku@gmail.com dan Twitter @Aangku

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Presiden Sandera

26 Januari 2015   18:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:20 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

#CapacityBuildingSeries

Jagad politik Indonesia, beberapa hari terakhir, dihebohkan dengan perseteruan kembali antara KPK vs Polri. Perseteruan tersebut bermula ketika KPK menersangkakan Budi Gunawan (BG), BG sendiri adalah Calon Kapolri yang diusulkan oleh Presiden Jokowi.

KPK berdalih bahwa keputusan tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan rencana Presiden yang akan menjadikan BG sebagai Kapolri. Hanya saja memang keputusan tersebut berbuntut panjang, ada beberapa peristiwa yang menerpa pimpinan KPK setelah itu. Keterangan Hasto yang membocorkan manuver politik samad ketika berusaha untuk menjadi Wapres Jokowi, kemudian ditangkapnya Bambang Widjoyanto oleh Polri dalam kasus kesaksian palsu di MK.

Saya tidak dalam rangka untuk mengatakan Polri atau KPK yang benar. Saya termasuk orang yang menganggap bahwa masalah hukum harus diselesaikan dengan cara hukum, bukan politis. Hukum hanya akan tegak ketika para penegak hukumnya mau dan mampu memberi contoh tentang bagaimana seharusnya seorang warga negara bersikap ketika sedang berhadapan dengan masalah hukum.

Menarik untuk dicermati kenapa Presiden Jokowi bersikeras memajukan BG sebagai Kapolri. BG memang salah satu jenderal Polisi yang diajukan oleh Kompolnas, tetapi ketika Jokowi mengusulkan calon tunggal dan itu adalah BG, terlihat bahwa Presiden memang berkeinginan kuat untuk menjadikan BG sebagai Kapolri.

Para pendukung KPK yang sekaligus pemilih Jokowi saat pemilu kemarin berkeyakinan bahwa pengajuan BG sebagai Kapolri bukan kehendak Presiden Jokowi, tetapi ambisi kuat dari Megawati, ketua Umum PDIP, serta parpol pendukung Presiden lainnya yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat.

Itulah kemudian yang menyebabkan Megawati dan Surya Paloh (Ketua Umum Nasdem) menjadi sosok yang paling disalahkan, bahkan ada upaya untuk mendorong agar Jokowi berani melawan Megawati. Menkopolhukam Tedjo pun menjadi sasaran empuk selanjutnya, setelah memberi penyataan bahwa para pendukung KPK adalah rakyat yang tidak jelas.

Benarkah Presiden Jokowi disandera oleh ambisi politik Mega, Paloh, serta oligarki politik lainnya?

Saya sebenarnya mempunyai jawaban lain, tapi kita anggap saja bahwa jawaban dari pertanyaan di atas adalah “IYA”. Jika memang benar bahwa Presiden Jokowi tersandera, justru di sana lah menurut saya poin kelemahan sekaligus kesalahan seorang Presiden Jokowi.

Saya berani mengatakan bahwa Presiden adalah jabatan publik terkuat di Indonesia, ia adalah kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Begitu kuatnya jabatan sebagai seorang presiden, sulit membayangkan bahwa presiden menjadi sosok yang bisa tersandera.

Benar bahwa SBY pernah juga tersandera oleh parpol pendukung di DPR, tetapi itu lebih merupakan sebagai efek samping dari perpaduan sistem politik Presidensialisme dan multipartai. Perpaduan dua sistem politik tersebut memang membuat Presidensialisme di Indonesia beraroma dan bercitarasa parlementer, Mainwaring sendiri menyebut perpaduan itu sebagai kombinasi yang sulit, difficult Combination.

Kuatnya posisi sebagai Presiden, membuatnya tidak gampang untuk di-Impeachment, sesuatu yang mudah jika dilakukan pada sistem parlementer. Mari mengingat kembali saat-saat di awal kemerdekaan, saat Indonesia sering sekali bergonta ganti Perdana Menteri. Selain tidak mudah untuk dijatuhkan, Presiden juga memimpin langsung pemerintahannya.

Saya mungkin memaklumi jika Presiden Jokowi mengalami apa yang dulu dialami oleh SBY, tersandera oleh parpol pendukung di DPR. Giovanni Sartori menguatkan pendapat tersebut, menurutnya masalah di dalam sistem presidensialisme ternyata tidak berada di eksekutif tetapi sering terjadi di lembaga legislatif.

Saya bersimpati dengan kelemahan Jokowi sebagai individu, tetapi tidak sebagai Presiden. Jokowi sudah mendapatkan amanah dari rakyat untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh rakyat. Tidak boleh kelemahan tersebut dijadikan Presiden sebagai alasan bagi ketidakmampuannya. Kelemahan seorang pejabat publik merupakan kesalahan, karena ditangannya nasib rakyat dipertaruhkan. Di tangan kuasa presiden Jokowi lah nasib 240 juta lebih rakyat digantungkan. Kelemahan sebagai individu mungkin hanya akan dirasakan oleh dirinya sendiri. Akan tetapi sebagai Presiden, kelemahannya akan berdampak pada nasib rakyat banyak.

Akhirnya saya berpikir bahwa dengan menjadi Presiden, ternyata tidak serta mampu menyelesaikan banyak masalah bangsa. Presiden hanyalah sebuah jabatan, sosok individu seorang presiden lah yang berperan sangat besar. Maka seharusnya seorang Presiden adalah sosok yang mempunyai kapasitas yang mumpuni, tidak cukup hanya orang baik. Sosok yang dibutuhkan untuk menjadi Presiden adalah sosok yang baik sekaligus kuat, baik karakternya serta kuat kapasitasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun