"Disertasi saya tentang politik hukum. Saya paham bagaimana menggunakan politik agar hukum bekerja", demikian ungkapan Menkopolhukam yang sekarang menjadi bakal calon Wakil Presiden RI; Â Prof Mahfud MD, dalam salah satu kesempatan saat memenuhi panggilan DPR Â RI.
Senin, 16 Oktober 2023 lalu, Mahkamah Konstitusi membacakan Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023, yang pada intinya menetapkan bahwa salah satu syarat seseorang bisa menjadi calon Presiden/Wakil presiden adalah "berusia 40 tahun  atau pernah/ sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan Kepala daerah."
Putusan ini sontak menghebohkan masyarakat, karena dengan bekal putusan ini Gibran Rakabuming dapat maju dan  ikut berlaga dalam  pertarungan pemilu 2024 mendampingi Prabowo Subianto sebagai calon Wakil presiden.
Banyak pakar hukum Indonesia yang menilai bahwa putusan MK ini sebagai putusan yang janggal, mengingat sebelumnya melalui putusan No 29,51, dan 55 Tahun 2023, MK berpendirian bahwa persyaratan umur Calon Presiden Dan Wakil Presiden adalah kebijakan hukum terbuka (open legal policy).
Open legal policy artinya kebijakan hukum dalam penetapan persyaratan tersebut adalah kewenangan eksklusif  lembaga legislatif dan eksekutif (DPR dan Pemerintah) sebagai pembuat Undang - Undang, dan MK sebagai lembaga yudikatif tidak bisa melakukan intervensi.
Namun dengan dalih ketidakadilan yang intolerable, MK "menjilat ludahnya" sendiri dan masuk dalam ranah ini.
Bahkan Hakim Konstitusi Prof Saldi Isra pun di bagian awal dissenting opinion nya yang termuat dalam putusan MK ini menyatakan bingung akan sikap Mahkamah Konstitusi yang demikian cepatnya berubah.
Prof Isra secara terang-terangan mempertanyakan sikap Ketua MK yang tidak hadir dalam Sidang Rapat Pemusyawaratan Hakim (RPH)MK tanggal 19 September 2023 ketika membahas  putusan no 29,51,55 yang juga merupakan gugatan tentang usia calon Presiden Dan wapres.
Dalam RPH inilah para hakim MK (6 orang) tetap berpendirian bahwa pasal 169 huruf q UU no 7 Tahun 2017 tentang syarat usia calon Presiden/Wakil Presiden bersifat open legal policy.
Namun dalam RPH berikutnya untuk pembahasan putusan MK no 90 dengan isu kontitusional yang sama, Ketua MK ikut dalam rapat, dan mengakibatkan pendirian MK tiba² berubah dengan cepat.
Belum lagi dissenting opinion dari Hakim Konstitusi Prof Arief Hidayat yang dengan tajam menyoroti dari sisi Hukum Acara MK pasal 54 UU MK, mengingat bahwa telah banyak gugatan dengan isu Konstitusi sama, yang telah diputus oleh MK