Mohon tunggu...
Kumalasari
Kumalasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Magister UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

I am a life learner and foreign language enthusiast, I like writing a motivational words and article on journal. I am a content creator

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Banyak Tekanan? Lebih Baik Jangan Makan!

13 Juli 2024   23:34 Diperbarui: 14 Juli 2024   00:04 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Health is not everything, but without health everything is nothing" (Khamimudin, dalam buku Fiqih Kesehatan)

"Orang sehat akan aktif untuk menjadi tetap sehat, bahkan meluangkan waktu untuk mengupayakan kesehatannya" (Tan Shot Yen, dalam buku Nasehat Buat Sehat)

"Sejumlah orang gemuk tidak mampu menentukan perbedaan antara rasa takut, marah dan lapar, dengan demikian menggolongkan semua perasaan ini sebagai rasa lapar, yang membuat mereka makan terlalu banyak setiap kali mereka merasa tidak enak" (Daniel Goleman, dalam buku Emotional Intelligence)

Sebuah habit  kurang baik yang sering dilakukan oleh kebanyakan orang adalah mengonsumsi makanan secara berlebihan ketika mereka sedang merasakan kesedihan. Tidak heran jika anak muda yang sedang gundah gulana karena permasalahan tertentu di dalam hidup mereka, memutuskan untuk menghabiskan banyak uang untuk membeli makanan-makanan enak sebagai bentuk pelarian dari masalah yang sedang mereka hadapi. Dalam bab kecerdasan emosional, kita dituntut untuk dapat memikirkan segala kemungkinan buruk yang acap kali diabaikan oleh logika kita hanya karena perasaan emosinal yang sedang menggebu, sehingga memicu rasa candu untuk melakukan hal tersebut ketika sedang dilanda emosi yang tidak stabil. Tanpa mereka sadari, bukannya memulihkan keadaan mereka justru hal ini dapat berdampak buruk bagi kesehatan jika dilakukan secara terus menerus ketika mereka mengalami kesedihan.

.

Kesedihan atau perasaan negatif seperti stress, khawatir dan lain-lain dapat berdampak buruk untuk kesehatan jika dihabiskan hanya dengan makanan-makanan se-enaknya dan tidak sehat. Mahasiswa akhir sering kali menghabiskan perasaan stress terkait pengerjaan skripsi dengan makanan tidak sehat untuk jadi alat pereda emosi. Hal tersebut sering kita dengan dengan sebutan "emotional eating". Perkara tersebut lebih menekankan pada bagaimana makanan dapat menumbuhkan emosi positif dengan menimbun emosi negatif secara terus-menerus, sehingga dapat berakibat buruk bagi kesehatan, maupun isolasi sosial. Faktor lain yang menyebabkan adanya pola tersebut dapat disebabkan oleh pengalaman pertama pada masa kanak-kanak terkait preferensi makanan yang dikonsumsi. Pada sebuah artikel yang berjudul "The Role of Emotion in Eating Behavior and Decisions"(2023) oleh Oh-Ryeong Ha and Seung-Lark Lim menyebutkan bahwa emosi tidak selalu menyebabkan peningkatan makan di antara emosional pemakan atau individu denga gangguan obesitas. Mereka yang memiliki kelebihan berat badan, biasanya memiliki gangguan makan terhadap kebimbangan dalam meneruskan makan dengan sesuka hati atau tekanan untuk diet oleh sosial. Mereka yang mengedepankan rasa tidak percaya diri terhadap diri sendiri karena gemuk, cenderung menyakiti diri mereka sendiri dengan mengurangi makan secara brutal (paksaan diet) yang justru tidak sehat.

.

Mereka yang berprilaku emotional eating  cenderung makan bukan karena mereka lapar, namun untuk meminimalisir ketidaknyamanan akibat stress dan memperbaiki suasana hati, seperti yang tertulis dalam sebuah artikel yang berjudul " Apakah Perilaku dan Asupan Makan Berlebih Berkaitan dengan Stress Pada Mahasiswa Gizi yang Menyusun Skripsi?" (2020). Adapun solusi yang bisa dilakukan adalah dengan lebih mempertimbangkan makanan yang akan dikonsumsi beserta kuantitas yang dapat dibatasi, hanya sesuai kebutuhan tubuh. Hanya saja, solusi tersebut terkesan sulit bagi mereka yang mengedepankan ketentraman hati dengan memakan makanan lemak dan lain-lain. Selain itu, sedikit disinggung dalam buku Emotional Intelligence bahwa mereka perlu belajar mengenali atau mengidentifikasi emosi yang sedang mereka rasakan dengan baik dan memperlajari cara menenangkan diri atau mengelola hubungan mereka dengan lebih baik, serta mengurangi kebiasaan makan yang buruk untuk menghadapi suatu permasalahan. Pentingnya kecerdasan emosional juga teruji dengan baik dalam perkara ini. Semakin keadaan emosi tersebut tidak terkontrol dengan baik, gangguan makan seperti anoreksia nervosa dan bulimia bisa jadi akan dialami oleh siapapun. Banyak tekanan bukan berarti harus banyak makan sesukanya dan semaunya.

wAllahu a'lam..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun