Pengantar
Artikel ini sudah saya tulis empat tahun lalu sebagai respon atas perhelatan piala dunia di Rusia dan pelaksanaan pemilihan kepala daerah di tanah air. Tulisan ini telah saya posting di facebook saya Gerardus Kuma Apeutung. Dan kini saya posting kembali di kompasiana untuk bisa dibaca lebih oleh kalangan yang lebih luas. Semoga bermanfaat.
***
Manusia adalah makhluk bermain. Sebagaimana dikatakan John Huizinga (1872-1945) dalam bukunya "Homo Ludens", permainan merupakan sumber peradaban manusia. Karena itu permainan merupakan tindakan bebas manusia untuk memperoleh kegembiraan dan kebahagiaan yang tujuan akhirnya adalah realisasi diri (bdk. Pandor, 2010:21). Itulah sebabnya, manusia selalu bermain kapan dan dimana pun dia berada. Dengan bermain manusia dapat mengaktualisasikan diri sebagai manusia beradab.
Saat ini sedang ada dua event "permainan" besar. Yang satu merupakan bentuk aktualisasi diri dalam kehidupan bernegara. Yang lain sebagai bentuk aktualisasi diri dalam bidang olahraga. Dan keduanya menggambarkan jati diri manusia beradab.
Ya, dalam skala nasional, bangsa Indonesia sedang melaksanakan "permainan" politik pemilihan pemimpin baik di level propinsi, kabupaten dan atau kota. Sementara dalam skala dunia, sedang ada "permainan" bola kaki antar negara di seluruh dunia. Pemilu dan piala dunia, dua event "permainan" yang menyedot perhatian masyarakat seluruh tanah air. Pemilu sudah menjadi "menu" obrolan hingga ke kampung-kampung. Begitu pula piala dunia. Jenis olahraga ini telah menyita perhatian banyak orang. Tua-muda, laki-perempuan, besar-kecil, semuanya terhipnotis sepakbola.
Adalah suatu kebetulan pemilu dan piala dunia digelar bersama tahun ini. Karena dari durasi waktu perhelatan, keduanya tidak sama. Permainan politik pemilu merupakan hajatan lima tahunan. Permainan sepakbola piala dunia adalah event empat tahunan. Walau berbeda dari segi waktu perhelatan, namun dua "permainan" ini diikat oleh aturaan main masing-masing. Aturan dimaksud agar permainan dapat berjalan dengan baik, lancar dan sukses.
Dalam permainan aturan sangat penting. Aturan adalah panglima. Bayangkan jika dalam permainan sepak bola orang boleh seenaknya memegang bola; Atau ketika sedang berlangsung permainan, pemain boleh menginjak kaki lawannya. Ataukah dalam politik, orang diperbolehkan mencaci maki lawan saat kampanye, memfitnah, melakukan kampanye hitam; Atau membagi-bagi uang, sembako kepada agar dipilih.
Tanpa aturan, permainan akan menjemukan. Dan boleh jadi bisa terjadi keributan yang berujung merusak permainan itu sendiri. Aturan menjamin agar terciptanya fair play. Karena itu mesti dipastikan bahwa setiap orang yang terlibat dalam permainan harus patuh dan taat pada aturan yang dibuat.
Agar aturan main dapat dihormati dan permainan berjalan dengan baik, perlu diperhatikan dua unsur pokok permainan yang dianjurkan Driyarkara, yaitu eros (cinta) dan agon (perjuangan). Eros membuat orang bergairah dalam melakukan permainan. Agon membuat orang melakukan permainan dengan sungguh-sungguh. Lebih jauh Driyarkara menegaskan, "Bermainlah dalam permainan, tetapi jangan main-main. Mainlah dengan sungguh-sungguh tetapi permainan jangan dipersungguh. Barangsiapa mempermainkan permainan, akan menjadi permainan permainan" (ibid: 22).