Awal tahun 2022 menjadi moment menggembirakan insan pendidikan tanah air. Setelah kurang lebih dua tahun belajar dalam jarak jauh, pemerintah akhirnya memberi kesempatan bagi sekolah untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka secara normal. Sekolah boleh dibuka seperti biasa sebelum pandemic Covid-19 melanda. Semua siswa dapat mengikuti pembelajaran di kelas dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Pelaksanaan tatap muka normal di sekolah berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri tertanggal 21 Desember 2021 Nomor: 05/KB/2021, Nomor 1347 Tahun 2021, Nomor HK.01.08/MENKES/6678/2021, Nomor 443-5847 Tahun 2021 tentang tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemic Coronavirus Disease (Covid-19).
Setelah kita mengalami gelombang kedua Covid-19 dengan munculnya varian delta, situasi pandemi Covid-19 mulai terkendali. Hal ini menumbuhkan optimisme untuk memulihkan pendidikan. Pemulihan pendidikan menjadi agenda utama untuk dilakukan di tengah situasi yang kian membaik. Dampak negatif pembelajaran jarak jauh yang dialami selama ini membuat keinginan untuk kembali ke sekolah begitu kuat.
Keputusan pemerintah membuka sekolah secara normal, di satu sisi, patut disambut baik karena dampak Covid-19 bagi pendidikan sangat terasa. Walau pendidikan tetap dijalankan dalam jarak jauh, hal ini tidak dapat menolong belajar anak. Karena pembelajaran selama masa pandemi korona sungguh tidak ideal. Anak-anak tidak belajar sebagaimana mestinya.
Anak-anak kehilangan kesempatan belajar. Dan banyak anak harus meninggalkan sekolah. Belum lagi persoalan teknis di lapangan yang sangat beragam. Jaringan internet yang tidak mendukung; siswa yang tidak memiliki HP dan atau laptop; ekonomi orang tua yang lemah lembut; kondisi geografis yang menyulitkan. Semuanya membuat pendidikan benar-benar lumpuh.
Walau disambut baik, di sisi lain, keputusan pemerintah memperbolehkan pembelajaran tatap muka secara normal di sekolah bukan berarti tanpa resiko. Karenanya kita perlu membangkitkan kewaspadaan karena dua alasan berikut. Pertama, dunia baru saja mengalami gelombang ketiga korona dengan varian baru Omicron. Apalagi kasus positif omicron sudah ditemukan di Indonesia sejak 16 Desember 2021. Walau tingkat keparahan omicron belum diketahui secara pasti, hal ini wajib diantipasi karena tingkat penularannya lebih cepat dari varian sebelumnya.
Kedua, kita baru saja menjalani liburan Natal dan Tahun Baru. Mobilitas masyarakat pasti tinggi saat liburan. Belajar dari gelombang kedua Covid-19 yang melanda Indonesia, melonjaknya kasus korona saat itu terjadi setelah kita menjalani liburan hari raya Idul Fitri. Mobilitas masyarakat yang tinggi saat mudik lebaran membuat lonjakan kasus tidak bisa dikendalikan. Berkacara dari pengalaman ini, liburan Natal dan Tahun juga berpotensi meningkatkan kasus positif korona. Dan hal ini baru dapat diamati satu atau dua bulan setelah liburan. Karena itu kewaspadaan terhadap gelombang ketiga korona perlu ditingkatkan.
Pembelajaran tatap muka normal yang dibayangi kecemasan menyebarnya virus korona di lingkungan sekolah kini mulai mendekati kenyataan. Pembelajaran tatap muka normal belum sebulan dijalankan, kluster sekolah bermunculan di sejumlah daerah. Di DKI Jakarta, misalnya, berdasarkan data per 22 Januari 2022, kasus positif Covid-19 kluster sekolah terdiri dari 120, 9 guru, dan 6 tenaga kependidikan. Dampak adanya kluster sekolah, 90 sekolah di Jakarta telah menutup pembelajaran tatap muka 100 persen (detik.com, 26/01/2022). Daerah lain juga melaporkan bertambahnya jumlah kluster sekolah seperti Surakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Solo, Yogjakarta.
Seiring dengan itu kasus positif korona dengan varian baru omicron kian merebak. Lonjakan kasus korona setiap hari semakin meningkat. Sejak tanggal 15 Januari 2022 kasus positif per hari menembus angka 1000. Walau dalam dua hari setelahnya kasus positif di bawah angka 1000 (16 Januari 2022 ada 855 kasus; 17 Januari 2022 ada 772 kasus), pada 18 Januari 2022 hingga kini peningkatan kasus selalu di atas angka ribuan. Data per tanggal 16 Pebruari 2022, terdapat penambahan 64.718 kasus, sehingga totalnya menjadi 4.966.046 kasus. Pasien yang sembuh sebanyak 25.386, sehingga total kasus sembuh 4.375.234. Sejauh ini kasus meninggal 145.622. Sehingga kasus aktif adalah 445.190.
Di tengah lonjakan kasus korona ini, keputusan pembelajaran tatap muka 100 persen perlu ditimbang kembali. Di masa pandemi Covid-19 proteksi terhadap keselamatan warga sekolah harus diutamakan. Semua kita harus berupaya melindungan diri dari serangan corona. Keselamatan diri adalah di atas segalanya.