Sejauh ini peningkatan kasus korona lebih banyak terjadi di daerah Jawa. Walau demikian kewaspadaan wilayah-wilayah di luar Jawa tidak boleh kendur. Semua celah penyebaran virus korona harus ditutup termasuk dalam pembelajaran tatap muka.
Skema pengendalian korona saat PTM dikembalikan ke (kepala) daerah masing-masing. Keputusan menginjak "gas" atau "rem" pembelajaran tatap muka dapat disesuaikan dengan kondisi setiap wilayah. Karena itu kebijakan "gas-rem" pembelajaran tatap muka harus diperhitungkan secara matang agar kita tidak kewalahan dalam menghadapi lonjakan kasus korona.
Pelaksanaan PTM 100 persen atau 50 persen dapat disesuaikan dengan dinamika PPKM di wilayah tersebut. Bila daerah mengalami lonjakan kasus, PTM di sekolah bisa diturunkan setengah dari kapasitas sekolah. Dalam hal ini pembelajaran dengan sistim shif dapat diterapkan. Dan bila ada warga sekolah yang terkonfirmasi positif korona, maka pembelajaran di sekolah tersebut harus dihentikan.
Hak Anak
Evaluasi terhadap PTM 100 persen bertujuan untuk memenuhi hak anak. Hal mana telah diatur PBB dalam Konvensi Hak Anak. Indonesia menjadi negara yang ikut serta dalam konvensi ini. Konvensi Hak Anak mewajibkan negara menjalankan hal-hal yang menjamin hak anak untuk tumbuh secara sehat, hidup sejahtera, memperoleh layanan pendidikan yang baik, mendapat perlindungan dan perlakuan yang adil, dan didengarkan pendapatnya.
Anak merupakan kelompok yang rentan dalam berbagai peristiwa sosial yang terjadi selama ini. Dalam situasi pandemi ini anak juga rentan terserang virus korona. Walau beberapa penelitian menyimpulkan bahwa potensi anak terserang korona tidak separah orang dewasa, namun munculnya varian baru  Omicron membuat kasus Covid-19 pada anak ikut meningkat. Dari total kasus positif saat ini, 14 persen diantaranya merupakan anak-anak (Sumber). Karena itu anak perlu dilindungi.
Berdasarkan pengelompokan Hak Anak oleh Komite Hak Anak PBB, Konvensi Hak Anak dibagi dalam lima kluster, yaitu hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, waktu luang, budaya, dan rekreasi, dan perlindungan khusus.
Pengklusteran tersebut menunjukkan bahwa dalam situasi tertentu ada hak anak yang harus diprioritaskan dari hak anak yang lainnya. Itu berarti hak anak akan kesehatan dan kesejahteraan harus diutamakan dari pendidikan. Bukan maksud saya mengesampingkan pendidikan dan mengutamakan kesehatan anak. Saya juga tidak bermaksud mengatakan bahwa pendidikan anak tidak penting. Tidak. Saya hanya ingin agar disaat situasi darurat korona saat ini, kesehatan anak yang dinomorsatukan.
Memang kita tidak bisa menafikan dampak pembelajaran jarak jauh di tengah pandemi korona bagi anak-anak kita. Kehilangan banyak kesempatan belajar akan berpengaruh pada masa depan mereka. Tetapi kita tidak boleh menutup mata terhadap situasi darurat korona yang sedang kita hadapi. Niat mulia PTM 100 persen harus didukung. Tetapi kita tidak boleh abai dengan keselamatan diri. Karena apalah arti semua itu apabila keselamatan guru-siswa menjadi terancam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H