Walau vaksin virus corona telah ditemukan dan proses vaksinasi telah dilakukan, namun sejauh ini pembatasan aktivitas masih diberlakukan. Tidak terkecuali aktivitas pendidikan. Anak-anak belum diizinkan kembali ke sekolah. Dan aktivitas pembelajaran tidak diperbolehkan.
Kondisi ini di satu sisi bisa menjadi penghalang untuk berkreasi. Jarak yang jauh antara rumah dan sekolah bisa menjadi kendala. Perjumpaan guru dan siswa yang jarang dapat mengendurkan semangat berkarya.
Di sisi lain bisa menjadi peluang untuk berkarya. Tidak adanya aktivitas pembelajaran di sekolah memberi waktu luang yang banyak untuk berkreasi. Bila di saat situasi normal banyak waktu tersita oleh proses pembelajaran di kelas, di kala pandemic Covid-19 waktu luang begitu banyak tersedia. Waktu luang ini dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan proses kreatif.
Peluang ini ditangkap dengan baik oleh SMP Negeri 3 Wulanggitang. Pembatasan fisik tidak berarti membatasi kreativitas. Walau siswa masih dirumahkan dan aktivitas pembelajaran di sekolah belum diperbolehkan karena dunia masih dirundung pandemic korona, namun hal demikian tak boleh memadamkan semangat berkrya. Aktivitas tak boleh berhenti. Kreativitas tak pun boleh mati.
Pandemic tidak membunuh semangat dan kreativitas civitas akademika Spentig Hewa. Di tengah pandemic Covid-19, proses kreatif tetap terus dikembangkan. Proses kreatif terus tumbuh di SMP Negeri 3 Wulanggitang. Di mana setiap ajang perlombaan yang diselenggarakan oleh lembaga manapun dalam bentuk apa pun, Spentig Hewa selalu ikut ambil bagian.
Terkini adalah sebuah ajang perlombaan yang diselenggarakan oleh penerbit Erlangga berkaitan dengan aktivitas (pembelajaran) siswa selama masa pandemic Covid-19. Perlombaan berupa video pendek (short video) dengan tema “Semangat Menggapai Mimpi” diadakan untuk jenjang SMP dan SMA.
Dalam perlombaan ini Spentig Hewa mengikutsertakan dua orang siswa yaitu Agnes Girek Rotan, siswa kelas VII dan Magdalena Hoin Leba, siswa kelas IX. Melalui video pendek, kedua siswa ini menceritakan aktivitas yang mereka lakukan selama menjalankan pembelajaran jarak jauh di masa pandemic Covdi-19. Aktivitas yang membuktikan semangat menggapai cita-cita walau dalam situasi pandemic sekalipun.
Pembuatan video ini menggambarkan bahwa di tengah pandemic Covid-19 semangat menggapai mimpi tak pernah pudar. Bagi kedua siswa ini (juga siswa yang lain) aktivitas belajar dari rumah selalu diisi dengan kegiatan kreatif. Selain belajar materi dan mengerjakan tugas yang diberikan guru, mereka juga ikut merawat Ibu bumi dengan menanam pohon dan meningkatkan keterampilan mereka dengan belajar menenun.
Proses pengambilan video dimulai Senin (15/03/2021) di Kokang, tempat Agnes dan orangtuanya tinggal. Kokang merupakan sebuah kampung di desa Ojandetun yang walau Indonesia sudah berusia lebih dari setengah abad dan di kota-kota tower sinyal berdiri dengan angkuh, namun di sini sinyal telepon seluler pun harus dicari. Kampung ini memang masih tertinggal dalam hal komunikasi. Namun keterbelakangan ini tidak menyurutkan niat anak-anak Kokang untuk menggapai mimpi mereka agar setara dengan anak-anak dari daerah lain.
Pagi itu kami berangkat ke Kokang. Bersama cameramen Pak Yon dan pengarah/ sutradara Pak Aziz kami menuju rumah Agnes. Ketika tiba, di sana telah menunggu kedua orangtuanya dan kerabat keluarga mereka. Juga beberapa anak kecil yang merupakan tetangga mereka. Kedatangan kami sudah diketahui sehingga banyak orang telah menanti. Kami pun diterima dengan hangat dan ramah.
Setelah beristirahat sejenak, kami lalu mempersiapkan segala hal yang diperlukan dalam proses pengambilan video. Selaku pengarah, Pak Aziz lalu memberikan briefing kepada Agnes terkait hal-hal yang harus dilakukan saat pengambilan video. Setelahnya pengambilan video dilakukan. Walau durasi video perlombaan hanya 3-5 menit, namun proses pembuatannya membutuhkan waktu beberapa jam. Karena setiap adegan harus diulang beberapa kali. Hingga akhirnya proses kreatif bisa dituntaskan menjelang siang. Sebelum kembali, kami menikmati energen dan biscuit yang disuguhkan orangtua Agnes.
Pada Selasa (16/03/2021) pengambilan video dilakukan di Buranilan. Kampung tempat tinggal Hoin Leba ini terletak di desa Lewoawan. Jarakanya kurang lebih 10 km dari sekolah. Namun akses jalan menuju ke sana cukup menguji adrenalin. Walau jalannya sebagian sudah diaspal, di beberapa titik jalannya rusak parah. Aspal sudah terkupas dengan lubang besar yang menjadi kubangan air saat musim hujan.
Pengambilan video kali ini melibatkan tiga orang guru, yaitu Pak Yon Kabelen, Pak Aziz Syahbana, dan Pak Eman Boro. Proses yang dimulai pagi ini berjalan dengan lancar hingga tuntas sekira pkl. 13.00. Seperti biasa, suguhan minuman dan pangan local menutup aktivitas sepanjang hari tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H