Setiap tanggal 3 Januari, Kementerian Agama Republik Indonesia merayakan Hari Amal Bhakti. Moment ini diperingati sebagai hari lahirnya Kementerian Agama Republik Indonesia. Pada tahun 2021, Hari Amal Bhakti Kementerian Agama RI dirayakan ke 75 dengan tema "Indonesia Rukun."
Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan dan menjamin kemerdekaan beragama. Halmana diatur dalam UUD 1954 pasal 29 yang menegaskan bahwa "Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa" (pasal 1) dan "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu" (pasal 2).
Ini berarti bahwa semua warga negara berhak memilih agama sesuai keyakinannya tanpa ada paksaan dari pihak manapun dan berhak untuk menjalankan kegiatan keagamaan dengan tenang tanpa ada gangguan dari siapa pun. Dan Kementerian Agama hadir untuk memenuhi hak warga negara dalam menjalankan kemerdekaan beragama tersebut.
Lahirnya Kementerian Agama Republik Indonesia juga punya alasan lain. Bahwa peran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat penting. Sejak zaman pra kemerdekaan, peran agama lewat tokoh-tokoh agama dalam perjuangan merebut kemerdekaan sangat besar. Harus diakui bahwa kemerdekaan yang kita raih tidak terlepas dari peran agama(wan).
Di masa kemerdekaan peran agama sangat penting dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Sebagai entitas yang mengajarkan kebaikan, agama selalu membawa pesan damai. Misi agama adalah menyebarkan kerukunan dan perdamaian bagi umat manusia. Tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan.
Potret Buram Kerukunan Hidup Umat Beragama di IndonesiaÂ
Walau kebebasan beragam dijamin oleh negara dan diperkuat oleh kehadiran Kementerian Agama RI kini berusia 75 tahun, namun dalam realitasnya masih menyisakan sejumlah problem. Masih ada warga negara yang mengalami diskriminasi dan persekusi dan tidak bebas menjalankan ibadah sesuai agama dan keyakinannya.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat ada sekitar 488 kasus pelanggaran kebebasan beribadah dan berkeyakinan selama empat tahun pemerintahan Jokowi-JK. Tindakan pelanggaran ini dilakukan oleh individu dan ormas dengan motif yang mendasarinya adalah agama dan politik.
Beberapa kasus bisa diangkat, seperti penyerangan gereja St. Lidwina tanggal 11 Februari 2018 ketika jemaat sedang mengikuti misa yang dipimpin Romo Edmund Prier, SJ; penyerangan, perusakan dan pengusiran terhadap penganut Ahmadiyah di Lombok Timur pada 19-20 Mei 2018; perusakan dua wihara dan lima kelenteng di Medan tanggal 29 Juli 2016.
Sementara itu pemerintah Jokowi dalam periode pertama kepemimpinannya bersama JK, mengakui bahwa selama kurun waktu 2015-2017 Indek Kerukunan Beragam di Indonesia mengalami penurunan. Pada tahun 2015, Indek Kerukunan Beragama mencapai 75,36 persen, lalu pada tahun 2016 meningkat sedikit menjadi 75,47 persen, dan menurun menjadi 72,2 persen pada tahun 2017 (tempo.com.,20/10/2018).