Tingginya kasus kekerasan sedang menjadi perbincangan hangat. Belakangan ini kasus kekerasan tehadap anak sering terjadi baik berupa fisik, seksual, penganiayaan emosional, atau pengabaian terhadap anak. Sebagian besar terjadinya kekerasan terhadap anak berasal dari lingkungan rumah itu sendiri, namun kekerasan terhadap anak tidak menutup kemungkinan terjadi di lingkungan sekolah, atau di lingkungan organisasi tempat sang anak berinteraksi.
Mirisnya lagi, kekerasan anak yang terjadi di lingkungan rumah dilakukan oleh orang yang dikenal bahkan pelakunya adalah orang yang dekat dari anak tersebut. Sebagaimana kita ketahui dari media koran, berita televisi, maupun berita online sering kali memberitakan tentang kekerasan terhadap anak. Penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak pun beragam, sebagai contohnya menurut sekertaris komisi IV DPRD Kota samarinda, H. Deni Hakim menyebutkan ketidaksiapan mental menjadi seorang ibu, merupakan salah satu penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak pada lingkungan rumah, hal ini disampaikannya pada wartawan (14/5/2024), menurutnya kekerasan yang terjadi di perkotaan seringkali dilakukan oleh ibu-ibu yang mengalami tekanan mental dan ekonomi, atau harus memikul beban yang berat, baik secaara fisik, mental maupun ekonomi yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Dampak yang ditimbulkan dari kekerasan terhadap anak dapat memuncukan masalah fisik maupun psikologis terhadap diri sang anak dikemudian harinya. Dampak secara fisik merupakan dampak yang dapat dilihat secara nyata, contoh dampak secara fisik yang terjadi pada anak yang mengalami kekerasan fisik mulai dari lebam-lebam pada bagian tubuh sang anak, luka-luka akibat benda tajam, atau bahkan hilangnya nyawa dari sang anak.
Namun hal yang seharusnya diwaspadai adalah dampak secara psikologis terhadap sang anak, hal yang mungkin timbul adalah mulai dari gangguan mental sang anak atau bahkan anak yang menjadi korban kekerasan dapat meniru tindakan yang dialaminya lalu melakukan terhadap orang lain. Kekerasan terhadap anak sudah diatur pada UU perlindungan anak yaitu UU RI No.35 tahun 2014 tentang perlindungan anak. UU tersebut berbunyi setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.
Kekerasan terhadap anak sebenarnya dapat dicegah mulai dari sosialisasi terhadap anak muda yang nantinya akan menjadi orang tua harus pandai mengatasi segala permasalahan di lingkungan keluarga, atau juga sosialisasi terhadap anak untuk berani melaporkan segala tindakan kekerasan yang dialaminya kepada keluarga atau kerabat terdekatnya, apabila pelakunya orang tua dari sang anak maka seharusnya anak dapat melaporkan kepada saudara yang masih ada hubungan keluarga terhadap sang anak.Â
Seharusnya ada solusi terhadap kasus ini, sehingga anak-anak dapat memilah hal-hal yang dia terima, apakah itu merupakan kategori wajar atau sudah termasuk dari kategori kekerasan terhadap anak sehingga dapat melindungi dari dampak atau hal-hal yang semestinya tidak terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H