Mohon tunggu...
Kukuh C Adi Putra
Kukuh C Adi Putra Mohon Tunggu... Lainnya - Praktisi Pendidikan | @kukuhcadiputra

GTK Inovatif Kategori Guru SMK Tahun 2023 - BBGP Jawa Tengah | Pengisi Konten Selepas Subuh✨ on Youtube : @kukuhcadiputra | Certified Trainer and Asessor BNSP RI

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Selepas Subuh: Kiat Menundukkan Standar Pandang

9 Agustus 2024   10:12 Diperbarui: 18 Agustus 2024   20:46 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Aku memiliki teman yang akrab sedari SMA, ia kuanggap sebagai kakak pergaulan dan kepadaku ia memberi banyak bimbingan. Tak semua bimbingan aku laksanakan bukan karena bimbingan itu keliru, melainkan lebih karena keras kepalaku saja. Salah satu yang kudapat darinya adalah menggembirai kesusahan hidup.

Sudut pandanganya sangat luas, titik susahnya jauh melewati getir nadir hidupku. Sebelum mengenalnya aku merasa seperti pribadi paling apes sedunia, ternyata bukan. Ada yang lebih malang nasibnya dariku.

Jadi ketika seluruh orang bergembira, ia memilih berlalu menjauhi keramaian. Ketika aku sedang kesulitan, ia malah mendekat. Melihat aku menderita seperti ini, sang kakak pergaulan itu segera melirikku, memintaku untuk menenangkan diri dan mau berpikir sebaliknya dan mengambil sisi positifnya. 

Ia memintaku menertawai setiap kesedihan, pun ketika putus cinta. Jadi jangankan menggembirainya, aku menjadi super sensitif ketika melihat remaja putra-putri jalan berpasangan di jalan, setiap malam minggu. Ketika sedih pun, tontonan humor selucu apapun seakan menguap garing.

Kenapa dulu aku susah membenamkan perasaan sedih dan seakan ketika sedih aku sukar sekali bahagia? Karena aku menerapkan standar yang begitu tinggi untuk sekedar bahagia. Perasaan sebagai seorang ahli inilah yang kemudian menanamkan banyak prasangka di benakku. 

Ada berbagai kriteria yang telah kutetapkan, aneka standar telah kupatok nilainya. Aku menjadi angkuh dengan standarku yang kukira paling benar, paling mutu dan paling artistik.

Apa saja yang menurutku di bawah ukuranku akan kupandang dengan sinis dan merendahkan. Tapi inilah hasilnya: aku sulit sekali tertawa dan sulit sekali untuk bahagia. 

Musuh seperti berada di mana-mana, karena hampir semua orang kuanggap musuh. Hampir setiap waktu sekujur badanku dalam mode cemas, standar ketenanganku terlalu tinggi. Semua terlihat ingin menyerang, dan aku dalam posisi bertahan.

Ternyata kesiagaan itu perlahan membuat lelah. Aku menyadari sudut pandangku terlalu kejam menekan diri sendiri. Jika meleset sedikit tak jarang emosiku meningkat. Kini aku sungguh ingin melihat manusia dari sudut standarnya sendiri. 

Ungkapan "melihat manusia dari sudut standarnya sendiri" mengacu pada kecenderungan alami manusia untuk menilai dunia dan orang lain berdasarkan pengalaman pribadi, nilai-nilai, dan keyakinan yang telah mereka bentuk selama hidup. 

Ini seperti melihat dunia melalui lensa kacamata pribadi, di mana setiap individu memiliki lensa yang unik dengan kekuatan pembesaran, warna, dan distorsi yang berbeda-beda.

Mengapa Kita Melakukannya?

  • Adanya Efisiensi Kognitif: Membentuk sudut pandang yang konsisten memungkinkan kita memproses informasi dengan lebih cepat dan efisien. Kita tidak perlu memulai dari nol setiap kali menghadapi situasi baru.
  • Kecenderungan Perlindungan Diri: Sudut pandang yang kuat memberikan rasa keamanan dan identitas. Kita merasa lebih nyaman ketika dunia sesuai dengan ekspektasi kita.
  • Kebiasaan Pembenaran Diri: Kita cenderung mencari bukti yang mendukung keyakinan kita dan mengabaikan informasi yang bertentangan. Ini membantu kita mempertahankan harga diri dan merasa benar.

Apa Saja Batasan dan Tantangannya?

  • Adanya Bias Konfirmasi: Kecenderungan untuk mencari informasi yang mengkonfirmasi keyakinan kita, dan mengabaikan informasi yang bertentangan.
  • Efek Halo: Menerapkan kesan umum tentang seseorang pada aspek-aspek lain dari dirinya.
  • Stereotipe: Menggeneralisasi kelompok orang berdasarkan karakteristik tertentu.
  • Proyeksi: Mengaitkan perasaan dan sifat diri sendiri pada orang lain.

Konsekuensi dari Sudut Pandang yang Sempit

  • Miskomunikasi: Kesalahpahaman dan konflik dapat terjadi ketika kita berasumsi bahwa orang lain melihat dunia dengan cara yang sama seperti kita.
  • Penghakiman: Kita cenderung menilai orang lain berdasarkan standar kita sendiri, tanpa mempertimbangkan konteks dan pengalaman mereka.
  • Kehilangan Perspektif: Kita mungkin melewatkan informasi penting dan peluang karena terpaku pada sudut pandang yang sempit.

Bagaimana Mengatasi Keterbatasan Ini?

  • Empati: Usahakan untuk memahami perspektif orang lain dengan menempatkan diri Anda pada posisi mereka.
  • Menerima Perbedaan: Akui bahwa setiap orang memiliki pengalaman dan nilai yang unik.
  • Mempelajari Perspektif Baru: Baca, diskusikan, dan berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki pandangan berbeda.
  • Menerima Kritik: Terbuka terhadap kritik konstruktif dan gunakan sebagai kesempatan untuk belajar dan tumbuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun