Secara pribadi aku paham betul, tak mudah mencapai dan memiliki apa yang telah diraih. Apalagi menahan godaan tidak merayakannya secara maya dan nyata, sulit ! Oleh karenanya di bulan Ramadhan ini muncul beberapa kebijakan birokrasi yang intinya ajakan untuk menyederhana.
Baiknya kita pahami hukum proses, seseorang yang baru pertama melewati jalan yang indah penuh bunga pastinya akan takjub dan membagikan setiap momennya. Namun, ketika ia sering bersua lambat laun akan membiasakan diri.Â
Begitu pula flexing, pada kondisi tertentu, akan ada titik jenuh dan mulai berpikir : "Ah ngapain sih". Memang butuh waktu, setidaknya biarkan sejenak mereka memenuhi kepuasan berproses tersebut. Namun kendali mutunya harus jelas, mau berlama menikmati prosesnya atau bergegas memparipurna nafsu.
kebutuhan kita sebagai manusia. Teori tersebut dikenal sebagai Teori Hierarki Kebutuhan Maslow atau Teori Maslow, diantaranya :
Maslow dalam teorinya terlampau rinci menjelaskan tingkatan1. Kebutuhan Dasar atau Fisiologi
2. Kebutuhan Akan Rasa Aman
3. Kebutuhan Sosial (Rasa Cinta, Kasih Sayang, serta Hak Kepemilikan)
4. Kebutuhan Mendapatkan Penghargaan
5. Kebutuhan untuk Mengaktualisasikan Diri
Kalau boleh diringkas, praktisnya cuma perlu merenungkan dan menjawab tiga pertanyaan berikut :Â
Apa yang paling mahal, apa paling berharga, dan apa yang paling penting di dunia ?Â
Jawabannya ialah kesehatan, keluarga dan perhatian. Ruang akomodir terbesar akan hausnya rasa perhatian adalah sosial media. Rasanya tepat jika sosial media dianggap begitu dekat tetapi sepertinya begitu jauh. Semakin kesini bukan lagi soal keduanya, melainkan cara membangun dan merawat citra.Â
Buah daripada citra adalah persepsi. Baik tidaknya persepsi tergantung cara mengemas citra itu sendiri. Sosial media menjalankan fungsinya dengan baik. Ia tidak dibuat fasih berbicara. Jika didesain memiliki jiwa, mungkin ketika hendak memposting sesuatu, ia memberi ratusan nasihat. Dalam dunianya, kita diarahkan kepada citra bukan sejatinya diri.Â
Disadari atau tidak ia lebih memilih diam, penggunanya dibuat ramai. Ia lebih memilih menampung, penggunanya dibuat menimbun. Sosial media memang sedingin itu, supaya kita yang selalu membuka topik dan memulai pembicaraan. Ia seperti, cuma butuh diperhatikan. Uniknya, kita pun demikian. (kkh)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H