Mohon tunggu...
Ayu Wulandari
Ayu Wulandari Mohon Tunggu... -

Senang mengamati. Itu saja ^__^

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Papandayan, Kapankah Kau Akan Membukakan Pintu?

7 Mei 2011   03:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:59 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Matahari

Ingin berpikir adalah kelangkaan, tapi bisa jadi bukan. Begitu jelas bagiku Rembulan memperlihatkan pesonanya ini pagi. Ah, pernahkah Rembulan menyadari dia tak akan pernah kehilangan keindahan dengan atau tanpa sinarku? Rembulan pagi ini cantik sekali.

Lihat. Bahkan itu, lihat saja si Mata Angin. Dia sampai berkali-kali menghentikan langkah sekedar mengumbar senyum bahagianya mendapati Rembulan di antara lekukan ranting pepohonan eksotis yang sangati dia gemari. Dia berkali maju mundur hanya untuk sekedar tertawa kecil penuh riang di detik berikutnya. Ya, anak itu mana pandai menutupi. Binar mata dan ungkapan kekagumannya seakan tak kenal henti. Aku mafhum. Dia mungkin tak menyadari. Semesta dan seisinya telah mafhum. Dia pun pasti tak kunjung menyadari, sibuk dengan pikiran dan penglihatannya sendiri.

Aku sempat menangkap setitik kebimbangan.Terlalu dalam disembunyikan, tapi memang si Mata Angin ini pada dasarnya tak pandai menutupi. Kegelisahannya terlalu jelas untuk sepasang mata tuaku. Rembulan bahkan sempat mengirimkan pesan relatif singkat berbantukan Angin dan sisa Bintang.

Mata Angin tengah ragu akan sesuatu. Tapi dia ingin mencoba menjalaninya sewajar mungkin sampai menemukan jawaban. Aku sempat melihatnya menangis semalaman hingga menjelang pagi. Angin dan deretan Pohon di jalanan kesukaannya pun menyatakan begitu. Dia menangis pasal pikirnya membentur banyak hal untuk disambut satu.

Kau pasti sudah mengerti tabiatnya jika kebingungan bukan? Bantulah dia dengan cara yang kita dan semua unsur Semesta pernah sepakati. Aku yakin kau akan bersedia, Matahari. Apalagi kali ini dia bukan akan bertemu Laut yang semua kita sama tahu sungguh punya ikatan batin dengannya. Bantulah dia, Matahari. Sesungguhnya aku pun cemas.

- Rembulan
Mata Angin.. Mata Angin.. apa yang terjadi denganmu?

* * *

Biru Langit

Aku kehilangan konsentrasiku sesaat Angin menghantarkan pesan dari Matahari. Wah? Ada apa ya pagi-pagi begini?

Kerahkan biru sampai batas akhir kemampuanmu. Seisi Semesta akan membantu. Aku telah mengabarkan pada setiap bentangan beragam bentuk agar tak lupa menyambut birumu itu dengan riang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun